1. PENGERTIAN DAN PENTINGNYA MOTIVASI
a. Pengertian Motivasi
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk meninjau dan memahami
motivasi, ialah (1). motivasi dipandang sebagai suatu proses. Pengetahuan tentang proses ini dapat membantu guru
menjelaskan tingkah laku yang diamati dan meramalkan tingkah laku orang lain; (2).
menentukan karakteristik proses ini berdasarkan petunjuk-petunjuk tingkah laku seseorang. Petunjuk-petunjuk
tersebut dapat dipercaya apabila
tampak kegunaannya untuk meramalkan dan menjelaskan tingkah laku lainnya.
Mc Donald (1959) merumuskan, bahwa . . . . "Motivation is an energy
change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction", yang diartikan, bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi dalam
diri (pribadi) seseorang yang ditandai
dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dalam rumusan tersebut ada tiga unsur yang
saling berkaitan, ialah sebagai berikut:
a.
Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi. Perubahan
tersebut terjadi disebabkan oleh perubahan tertentu pada
sistem neurofisiologis dalam organisme manusia, misalnya : karena
terjadinya perubahan dalam sistem pencernaan maka timbul motif lapar. Di
samping itu, ada juga perubahan energi
yang tidak diketahui.
b.
Motivasi ditandai oleh timbulnya perasaan (affective
arousal). Mula-mula berupa ketegangan
psikologis, lalu berupa suasana emosi.
Suasana emosi ini menimbulkan tingkah laku yang bermotif. Perubahan ini dapat diamati pada perbuatannya. Contoh : seseorang terlibat dalam suatu diskusi,
dia tertarik pada masalah yang belum
dibicarakan, karenanya dia bersuara/mengemukakan pendapatnya dengan
kata-kata yang lancar dan cepat.
c.
Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi
untuk mencapai tujuan. Pribadi yang bermotivasi memberikan respons-respons ke
arah suatu tujuan tertentu.
Respons-respons itu berfungsi mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perubahan energi
dalam diriinya. Tiap respons
merupakan suatu langkah ke arah mencapai tujuan. Contoh: si A ingin mendapat hadiah, maka ia belajar misalnya mengikuti ceramah, bertanya, membawa buku,
menempuh tes, dan sebagainya.
Komponen-komponen
motivasi. Motivasi memiliki dua komponen, yakni komponen dalam (inner component) dan
komponen luar (outer component).
Komponen dalam ialah perubahan dalam diri seseorang, keadaan merasa tidak puas, ketegangan
psikologis. Komponen luar ialah keinginan, dan tujuan yang mengarahkan
perbuatan seseorang. Komponen dalam adalah kebutuhan-kebutuhan
yang ingin dipuaskan, sedangkan komponen luar adalah tujuan
yang hendak dicapai.
Analisis motivasi. Antara kebutuhan - motivasi - perbuatan atau tingkah
laku, tujuan dan kepuasan terdapat hubungan dan kaitan yang erat.
Setiap perbuatan disebabkan oleh motivasi. Adanya motivasi karena seseorang merasakan adanya
kebutuhan dan untuk mencapai tujuan tertentu pula. Apabila tujuan
tercapai, maka ia merasa puas. Tingkah laku yang memberikan kepuasan terhadap suatu
kebutuhan cenderung untuk diulang kembali, sehingga menjadi lebih kuat dan mantap.
1).
Motivasi dan kebutuhan. Kebutuhan adalah kecenderungan-kecenderungan permanen dalam
diri seseorang yang menimbulkan dorongan melakukan suatu perbuatan/tindakan
untuk mencapai tujuan. Kebutuhan timbul karena adanya
perubahan dalam diri organisme, atau
disebabkan oleh rangsangan kejadian-kejadian di lingkungan organisme. Kebutuhan tersebut mendorong/menimbulkan dorongan atau motivasi bagi seseorang untuk bertingkah laku/melakukan perbuatan tertentu.
2).
Motivasi dan drive. Drive adalah suatu perubahan dalam struktur neurophysiologis yang menjadi dasar organik
daripada perubahan energi, yang
disebut motivasi. Dengan kata lain, motivasi timbul disebabkan oleh perubahan-perubahan neurophysiologis. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara motivasi
dan drive ternyata sangat erat.
3).
Motivasi dan tujuan. Tujuan adalah sesuatu yang
hendak dicapai oleh suatu
perbuatan, yang apabila tercapai akan memuaskan kebutuhan individu. Tujuan yang jelas dan disadari akan
mempengaruhi kebutuhan yang pada gilirannya akan mendorong timbulnya motivasi. Ini berarti, bahwa suatu tujuan dapat
juga membangkitkan motivasi dalam diri
seseorang.
4). Motivasi
dan insentif. Insentif ialah hal-hal yang disediakan oleh lingkungan
dengan maksud merangsang siswa bekerja lebih giat dan lebih baik. Insentif dapat berupa hadiah, harapan. Lingkungan berupa
guru atau orang lainnya yang berupaya mendorong motivasi
siswa. Insentif dapat memuaskan atau tidak memuaskan kebutuhan
siswa. Insentif dapat menjadi identik dengan tujuan atau
menjadi tujuan itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara motivasi dan insentif
sangat erat.
Guru-guru sering menggunakan insentif untuk
membangkitkan motivasi kepada peserta didik untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Insentif ini akan bermanfaat bila
mengandung tujuan yang dapat memberi kepuasan kepada kebutuhan psikologis
peserta didik. Dalam keadaan
ini, guru harus kreatif dan imajinatif dalam upaya menyediakan insentif tersebut.
b. Pentingnya Motivasi dalam Upaya Belajar dan
Pembelajaran
Motivasi dianggap penting dalam upaya belajar dan
pembelajaran dilihat dari segi fungsi
dan nilainya atau manfaatnya. Uraian di atas menunjukkan,
bahwa motivasi mendorong timbulnya tingkah laku dan mempengaruhi serta mengubah tingkah laku. Fungsi motivasi adalah :
1). mendorong,
timbulnya tingkah laku atau perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar.
2). motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3). motivasi
berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
Guru bertanggung jawab melaksanakan
sistem pembelajaran agar berhasil dengan baik. Keberhasilan ini bergantung pada upaya guru membangkitkan motivasi belajar siswanya. Pada
garis besarnya motivasi mengandung
nilai-nilai, sebagai berikut :
1). Motivasi
menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan belajar siswa. Belajar
tanpa motivasi sulit untuk mencapai keberhasilan
secara optimal.
2).
Pembelajaran
yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, dorongan, motif,
minat yang ada pada diri siswa. Pembelajaran tersebut sesuai dengan tuntutan demokrasi dalam pendidikan.
3). Pembelajaran yang bermotivasi menuntut
kreativitas dan imajinitas guru untuk berupaya secara sungguh-sungguh mencari
cara-cara yang relevan dan serasi guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa. Guru hendaknya
berupaya agar para siswa memiliki motivasi
sendiri (self motivation) yang baik.
4). Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan
mendayagunakan motivasi dalam proses pembelajaran berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin kelas. Masalah disiplin kelas dapat timbul karena kegagalan dalam penggerakan motivasi
belajar.
5). Penggunaan asas motivasi merupakan
sesuatu yang esensial dalam proses belajar dan pembelajaran. Motivasi merupakan
bagian integral daripada
prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran. Motivasi menjadi salah satu faktor yang
turut menentukan pembelajaran yang,
efektif.
2. JENIS DAN
SIFAT MOTIVASI
a.
Jenis Motivasi
Motivasi banyak jenisnya. Para
ahli mengadakan pembagian jenis-jenis
motivasi menurut teorinya masing-masing. Dari keseluruhan teori motivasi, dapat diajukan tiga pendekatan
untuk menentukan jenis-jenis motivasi,
yakni : (1). pendekatan kebutuhan, (2). pendekatan fungsional, dan (3). pendekatan deskriptif.
Pendekatan kebutuhan. Abraham H. Maslow melihat
motivasi dari segi
kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia sifatnya bertingkat-tingkat. Pemuasan terhadap tingkat kebutuhan tertentu dapat
dilakukan jika tingkat kebutuhan
sebelumnya telah mendapat pemuasan. Kebutuhan-kebutuhan
itu ialah :
1).
Kebutuhan fisiologis, yakni
kebutuhan primer yang harus dipuaskan
lebih dahulu, yang terdiri dari kebutuhan pangan, sandang, dan tempat berlindung.
2).
Kebutuhan keamanan,
baik keamanan batin maupun keamanan barang,
atau benda.
3). Kebutuhan sosial, yang terdiri dari kebutuhan perasaan untuk diterima oleh orang lain, perasaan dihormati, kebutuhan untuk berprestasi, dan kebutuhan perasaan
berpartisipasi.
4).
Kebutuhan berprestise
yakni kebutuhan yang erat hubungannya dengan
status seseorang.
Jenis-jenis kebutuhan tersebut dapat menjadi dasar
dalam upaya menggerakkan motivasi
belajar siswa. Upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tersebut melalui proses pembelajaran hanya dapat dilakukan oleh guru dalam batas-batas tertentu.
Pendekatan
fungsional. Pendekatan ini berdasarkan pada konsep-konsep motivasi, yakni : penggerak, harapan, dan
insentif.
Penggerak,
adalah yang memberi tenaga tetapi tidak membimbing, bagaikan mesin tetapi tidak mengemudikan kegiatan.
Organisme berada dalam keadaan tegang, responsif dan penuh kesadaran. Pada diri
manusia terdapat dua sumber tenaga, yakni sumber eksternal ialah stimulasi yang diberikan oleh lingkungan,
stimulasi yang masuk dari luar sampai pada korteks melalui jalur
tertentu yakni melalui mekanisme persyarafan sehingga timbul tenaga
penggerak; sumber internal yakni alur pikiran,
simbol-simbol dan fantasi daripada korteks, misalnya
mimpi di siang bolong.
Harapan, adalah keyakinan sementara
bahwa suatu hasil akan diperoleh setelah dilakukannya suatu tindakan tertentu. Harapan-harapan merupakan rentang antara
ketentuan subjektif bahwa sesuatu akan terjadi, dan ketentuan subjektif
bahwa sesuatu tak akan terjadi. Ada jurang antara apa yang kita
amati dengan apa yang kita harapkan dalam melakukan pengamatan.
Salah satu jenis harapan ialah motif
berprestasi, ialah harapan untuk memperoleh kepuasan dalam penguasaan perilaku yang
menantang, dan sulit (Mc Clelland, 1955). Berdasarkan hasil penelitiannya terhadap program
latihan yang dirancang bagi para
pengusaha di India, dia mengajukan sebanyak 12
preposisi tentang pengembangan motif-motif baru di kalangan orang dewasa. Preposisi-preposisi tersebut,
sebagai berikut :
1). Upaya-upaya
pendidikan untuk mengembangkan suatu motif baru akan berhasil dengan baik, bila individu memiliki alasan-alasan yang kuat dan percaya, bahwa dia dapat, akan, dan harus
mengembangkan suatu motif.
2).
Upaya-upaya pendidikan akan berhasil dengan baik, bila
individu memahami, bahwa pengembangan motif
baru bersifat realistik dan beralasan.
3).
Individu
mau mengembangkan motif, jika dia mampu menentukan dengan jelas aspek-aspek suatu
motif.
4).
Perubahan dalam pikiran dan
tindakan akan terjadi, jika individu dapat mengkaitkan motif dengan perbuatan
tertentu.
5).
Motif baru akan mempengaruhi pikiran
dan tindakan individu, jika dia dapat mengkaitkannya dengan peristiwa-peristiwa dalam
kehidupannya sehari-hari.
6).
Motif baru akan mempengaruhi
pikiran dan perbuatan, jika individu melihat motif itu sebagai suatu perbaikan dalam
citranya sendiri.
7).
Motif akan mempengaruhi
pikiran dan tindakan, bila individu dapat melihat dan mengalami motif baru sebagai perbaikan
terhadap nilai-nilal kultural.
8).
Motif
akan mempengaruhi pikiran dan tindakan bila individu terlibat dalam upaya mencapai tujuan-tujuan yang
konkrit dalam kehidupan yang berhubungan dengan motif tersebut.
9).
Motif
akan mempengaruhi pikiran dan tindakan, bila individu merasa ada kemajuan pada dirinya ke arah pencapaian
tujuan.
10).
Perubahan-perubahan
dalam motif akan terjadi dalam suasana yang menggairahkan dan dia
dipandang sebagai orang yang mampu
membimbing dan mengarahkan tingkah lakunya (future behavior).
11).
Perubahan motif
lebih banyak terjadi, jika dia lebih banyak belajar sendiri dan beralih dari
kehidupannya yang bersifat rutin.
12).
Perubahan
motif akan terjadi jika motif baru dijadikan sebagai syarat untuk menjadi anggota kelompok baru.
Insentif, ialah
objek tujuan yang aktual. Ganjaran (reward) dapat diberikan dalam bentuk
konkrit atau dalam bentuk simbolik. Insentif menimbulkan
dan menggerakkan perbuatan, jika diasosiasikan dengan stimulans
tertentu dalam bentuk tanda-tanda akan mendapatkan sesuatu, misalnya siswa dimotivasi dengan cara-cara atau
tanda-tanda tertentu, bahwa dia akan memperoleh
uang. Kita mengharapkan siswa berupaya lebih keras dengan cara merangsang mereka
dengan kemungkinan mendapat
hadiah. Dalam hal ini, individu melakukan antisipasi dan mengharapkan sesuatu.
Pendekatan Deskriptif. Masalah motivasi ditinjau dari
pengertian-pengertian deskriptif yang
menunjuk pada kejadian-kejadian yang dapat
diamati dan hubungan-hubungan matematik. Masalah motivasi dilihat berdasarkan kegunaannya dalam rangka
mengendalikan tingkah laku manusia. Dengan pendekatan ini, motivasi di definisikan sebagai stimulus kontrol
(Evan R. Keislar, 1960, h. 310-315).
b. Sifat Motivasi
Motivasi
Instrinsik, adalah motivasi yang tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dari
kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa sendiri.
Motivasi ini sering disebut "motivasi mumi", atau motivasi yang sebenarnya, yang timbul dari dalam diri peserta didik,
misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperoleh
informasi dan pemahaman, mengembangkan sikap untuk berhasil,
menikmati kehidupan, secara
sadar memberikan sumbangan kepada kelompok, keinginan untuk diterima
oleh orang lain, dan sebagainya. Motivasi ini timbul tanpa pengaruh
dari luar. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang hidup dalam diri
peserta didik dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional. Dalam hal
ini, pujian atau hadiah atau yang sejenisnya tidak diperlukan, karena tidak akan menyebabkan peserta didik
bekerja atau belajar untuk mendapatkan pujian atau hadiah itu. Sebagaimana
dikemukakan oleh Emerson, bahwa ... the reward of a thing well
done is to have done it. Ini berarti, bahwa motivasi intrinsik adalah bersifat
nyata atau motivasi sesungguhnya, yang
disebut Sound Motivation.
Motivasi Ekstrinsik, adalah motivasi yang disebabkan oleh
factor-faktor dari luar situasi belajar, seperti; angka, kredit, ijazah,
tingkatan, hadiah, medali,
pertentangan dan persaingan; yang bersifat negatif ialah sarkasme, ejekan
(ridicule), dan hukuman. Motivasi ekstrinsik tetap diperlukan di sekolah,
sebab pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat, atau
sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Ada kemungkinan peserta
didik belum menyadari pentingnya bahan pelajaran yang disampaikan
oleh guru. Dalam keadaan ini peserta didik bersangkutan perlu
dimotivasi agar belajar. Guru berupaya membangkitkan motivasi
belajar peserta didik sesuai dengan keadaan peserta didik itu sendiri.
Tidak ada suatu rumus tertentu yang dapat digunakan oleh guru untuk setiap keadaan.
Antara motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik sulit untuk menentukan mana yang lebih baik. Yang dikehendaki
adalah timbulnya motivasi instrinsik, tetapi motivasi ini tidak mudah dan tidak selalu dapat timbul. Di pihak lain, guru bertanggung jawab
supaya pembelajaran berhasil
dengan baik, dan oleh karenanya guru berkewajiban membangkitkan motivasi ekstrinsik pada peserta didiknya. Diharapkan lambat laun timbul kesadaran sendiri untuk
melakukan kegiatan belajar. Guru berupaya mendorong dan merangsang agar tumbuh
motivasi sendiri (self
motivation) pada diri peserta didik.
Kemunculan sifat motivasi, apakah motivasi intrinsik atau
motivasi ekstrinsik bergantung dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni :
1). Tingkat kesadaran diri
siswa atas kebutuhan yang mendorong tingkah laku/perbuatannya dan kesadaran atas tujuan
belajar yang hendak
dicapainya.
2).
Sikap guru
terhadap kelas; guru yang bersikap bijak dan selalu merangsang siswa
untuk berbuat ke arah suatu tujuan yang jelas dan bermakna bagi
kelas, akan menumbuhkan sifat intrinsik itu, tetapi bila guru
lebih menitikberatkan pada rangsangan-rangsangan sepihak maka sifat ekstrinsik
menjadi lebih dominan.
3). Pengaruh kelompok siswa.
Bila pengaruh kelompok terlalu kuat maka motivasinya lebih condong ke sifat ekstrinsik.
4). Suasana kelas juga berpengaruh terhadap muncul sifat tertentu pada
motivasi belajar siswa. Suasana kebebasan yang bertanggung jawab tentunya
lebih merangsang munculnya motivasi intrinsik dibandingkan dengan suasana penuh tekanan dan paksaan.
3. PRINSIP-PRINSIP
MOTIVASI BELAJAR
Berdasarkan hasil penelitian
yang saksama tentang upaya yang mendorong
motivasi belajar siswa, khususnya pada sekolah yang menganut pandangan
demokrasi pendidikan dan yang mengacu pada pengembangan self motivation. Kenneth H. Hoover,
mengemukakan prinsip-prinsip motivasi belajar, sebagai berikut :
1).
Pujian lebih efektif daripada
hukuman. Hukuman bersifat menghentikan suatu perbuatan, sedangkan pujian bersifat
menghargai apa yang telah dilakukan. Karena itu, pujian lebih efektif dalam
upaya mendorong motivasi belajar siswa.
2).
Para siswa mempunyai kebutuhan psikologis (yang bersifat
dasar) yang perlu mendapat kepuasan.
Kebutuhan-kebutuhan itu berwujud dalam bentuk yang berbeda-beda. Siswa yang
dapat memenuhi kebutuhannya secara efektif melalui kegiatan-kegiatan belajar
hanya memerlukan sedikit bantuan dalam motivasi belajar.
3).
Motivasi yang bersumber dari dalam
diri individu lebih efektif daripada motivasi yang berasal dari
luar. Motivasi dari dalam memberi kepuasan kepada individu
sesuai dengan ukuran yang ada dalam diri siswa itu sendiri.
4).
Tingkah laku (perbuatan) yang serasi
(sesuai dengan keinginan) perlu dilakukan penguatan
(reinforcement). Apabila suatu perbuatan belajar mencapai tujuan, maka
terhadap perbuatan itu perlu segera diadakan pengulangan kembali setelah
beberapa waktu kemudian, sehingga hasilnya lebih mantap. Penguatan perlu dilakukan pada setiap tingkat pengalaman
belajar.
5).
Motivasi mudah menjalar kepada orang lain. Guru yang
berminat dan antusias dapat mempengaruhi siswa, sehingga berminat dan antusias
pula, yang pada gilirannya akan mendorong motivasi rekan-rekannya, terutama
dalam kelas bersangkutan.
6).
Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan
merangsang motivasi belajar. Apabila siswa telah menyadari tujuan belajar dan pembelajaran yang hendak dicapainya, maka perbuatan
belajar ke arah tujuan tersebut akan
meningkat, karena daya dorongnya menjadi lebih besar.
7).
Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri
sendiri akan menimbulkan minat yang lebih besar
untuk melaksanakannya daripada tugas-tugas yang dipaksakan dari luar. Guru perlu
memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan memecahkan masalah sendiri
berdasarkan minat dan keinginannya, dan bukan dipaksakan oleh guru sendiri.
8).
Ganjaran yang berasal dari luar kadang-kadang diperlukan
dan cukup efektif untuk merangsang
minat belajar. Dorongan berupa pujian,
penghargaan, oleh guru terhadap keberhasilan siswa dalam belajar dapat
merangsang minat dan motivasi belajar yang lebih aktif.
9).
Teknik dan prosedur pembelajaran
yang bervariasi adalah efektif untuk memelihara minat siswa. Strategi pembelajaran yang dilaksanakan secara bervariasi dapat
menciptakan suasana yang menantang
dan menyenangkan bagi siswa, sehingga lebih mendorong motivasi belajar.
10). Minat khusus yang
dimiliki oleh siswa bermanfaat dalam belajar
dan pembelajaran. Minat khusus itu
mudah ditransferkan menjadi minat
untuk mempelajari bidang studi atau dihubungkan dengan masalah tertentu dalam bidang studi.
11). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk merangsang minat belajar bagi siswa yang lamban, ternyata tidak bermakna
bagi siswa yang tergolong pandai,
karena adanya perbedaan tingkat kemampuan. Karena itu, guru yang hendak
membangkitkan minat belajar
para siswa agar menyesuaikan upayanya dengan
kondisi siswa bersangkutan.
12). Kecemasan dan
frustrasi yang lemah kadang-kadang dapat membantu siswa belajar menjadi lebih baik.
Keadaan emosi yang lemah dapat
mendorong perbuatan yang lebih energik. Guru
hendaknya memperhatikan keadaan ini supaya dapat memanfaatkannya dalam
proses pembelajaran.
13).
Kecemasan yang serius akan
menyebabkan kesulitan belajar, dan mengganggu perbuatan belajar siswa, karena
perhatiannya akan terarah pada hal
lain. Akibatnya,
kegiatan belajarnya menjadi tidak
efektif.
14).
Tugas-tugas yang terlampau sulit dikerjakan dapat
menyebabkan frustrasi pada siswa,
bahkan dapat mengakibatkan demoralisasi dalam belajar, yakni perbuatan yang tidak wajar (missal: mencontoh).
Karena itu guru harus mempertimbangkan tingkat kesulitan
tugas yang akan diberikan kepada siswanya.
15).
Masing-masing siswa memiliki kadar
emosi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ada siswa yang
mengalami kegagalan justru tumbuh semangatnya untuk belajar lebih giat. Ada pula siswa yang
selalu mengalami keberhasilan justru menjadi cemas terhadap kemungkinan teriadinya kegagalan belajar. Stabilitas emosi perlu diadakan pembinaan.
16).
Pengaruh kelompok umumnya lebih efektif dalam
motivasi belajar dibandingkan dengan paksaan orang dewasa. Para
remaja sedang berusaha mencari kebebasan
dari orang dewasa. Ia menempatkan hubungan dalam kelompok remaja lebih
tinggi. Apa saja dilakukan oleh kelompok,
mau dia mengerjakannya. Itu sebabnya, guru
yang ingin membimbing siswa belajar hendaknya mengarahkan siswa itu ke
arah nilai-nilai kelompok, sehingga mereka belajar lebih aktif.
17).
Motivasi yang kuat erat hubungannya dengan kreativitas.
Dengan strategi pembelajaran tertentu, motivasi belajar dapat ditujukan ke arah
kegiatan-kegiatan kreatif. Apabila motivasi yang dimiliki oleh siswa diberi berbagai tantangan, maka akan tumbuh
kegiatan kreatifnya.
4. UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR
a. Upaya
Menggerakkan Motivasi
Guru sering
berhadapan dengan dua jenis situasi kelas yang berbeda, yakni kelas yang berada dalam keadaan waspada
dan penuh perhatian dan siap melakukan
tindakan untuk mengatasi keadaan tegang
dalam dirinya; dan situasi di mana sebagian siswa tidak berada dalam
kondisi yang diharapkan. Mereka seolah-olah sedang mengantuk dan perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran.
Dalam kondisi ini guru perlu menggerakkan/menggugah perhatian dan minat
mereka. Guru berupaya menciptakan lingkungan yang merangsang agar siswa memberikan
sambutan terhadap pelajaran dari guru.
Upaya penggerakan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Berdasarkan hasil
penelitian disarankan cara-cara sebagai berikut :
1).
Metode observasi dan
prinsip kebebasan (Maria Montessori).
2).
Metode discovery dari Bruner, yakni belajar melalui autonomy
of self reward. Siswa memberi stimulasi terhadap dirinya sendiri, sehingga dia sendiri yang melakukan fangsi
penggerakan tersebut.
3).
Motivasi kompetensi (Robert White),
yang menentukan kebutuhan intrinsik siswa dalam hubungan dengan
lingkungannya. Motivasi kompetensi menggerakkan tindakan-tindakan, seperti : menyelidiki, memperhatikan, berbicara dan
berpikir, manipulasi, dan mengubah lingkungan.
4).
Belajar discovery, yakni dengan the
directed-learning group and the guided-discovery group (Bert Kersh). Kelompok
belajar terpimpin menggunakan booklet belajar berprogram yang berisi serangkaian pertanyaan dan jawaban, yang disusun
secara bertahap sampai pada penyelesaian masalah. Kelompok discovery terbimbing, menggunakan metode Sokrates yang
menuntut tiap siswa membuat inferensi
dan mengingat-ingat aturan-aturan tanpa
bantuan atau penjelasan dari guru. Cara belajar yang terakhir ini ternyata lebih menggugah
minat dan motivasi belajar siswa.
5).
Prosedur
brainstorming (Torrance). Prosedur ini dimaksudkan agar siswa mampu memproduksi
sebanyak mungkin prakarsa (gagasan) yang
berbobot melalui diskusi dan kritik. Berdasarkan hasil penelitian
temyata: 1). latihan-latihan khusus dalam brainstorming menghasilkan lebih banyak prakarsa dibandingkan dengan pemberian
hadiah atau janji; 2). pengarahan yang dimaksudkan untuk menghasilkan prakarsa yang baik dan berbobot
ternyata lebih banyak menghasilkan prakarsa
dibandingkan dengan "tanpa pengarahan".
6). Hubungan antara kecemasan personal-sosial dan
metode pengajaran (Flanders).
Situasi kelas akan mempengaruhi dan menimbulkan
berbagai tingkat kecemasan terhadap siswa. Dalam eksperimen yang dilakukan, dia mencobakan suasana yang berpusat pada siswa (the learner oriented
climate) dan suasana, yang berpusat pada
guru (the teacher centered climate). Hasil penelitian menunjukkan, bahwa
dalam suasana yang berpusat pada siswa, mereka lebih berorientasi pada tugas, kurang
terjadinya kecemasan dan kurang
menimbulkan gangguan emosional. Sebaliknya, dalam suasana yang berpusat
pada guru, para siswa lebih bersikap destruktif
dan agresif, dan umumnya terganggu emosionalnya.
7). Pengajaran berprograma. (Howard Kight dan
Julius Sasserath, 1966). Berdasarkan hasil penelitian ternyata
siswa yang memiliki motif
berprestasi yang tinggi atau kecemasan yang tinggi dalam mengikuti tes, dengan pengajaran berprogram lebih cepat menyelesaikan programnya, sedikit terjadinya
kekeliruan, dan mengingat bahan pelajaran lebih baik, jika dibandingkan dengan
siswa yang memiliki motif berprestasi yang rendah dan kurang memiliki kecemasan dalam mengikuti tes.
b. Upaya Pemberian Harapan
Para
siswa memiliki harapan-harapan tertentu setelah menyelesaikan pelajaran, atau tugas, atau suatu proyek. Guru perlu
memberikan harapan-harapan tertentu
untuk menggugah motivasi belajar siswa.
Cara-cara yang dapat dilaksanakan, adalah:
1).
Rumusan tujuan-tujuan pembelajaran sekhusus mungkin,
operasional dan dapat diamati,
karena akan mendorong siswa untuk mencapainya. Tujuan-tujuan tersebut mengandung
harapan-harapan bagi siswa.
2).
Tujuan-tujuan pembelajaran disusun menjadi tujuan
langsung, intermediate, dan jangka
panjang. Tujuan intermediate merupakan harapan-harapan jangka sedang yang dapat dicapai dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Tujuan
langsung merupakan harapan-harapan
yang dapat dicapai selesainya kegiatan belajar
mengajar berupa tingkah laku terminal. Jauh dekatnya tujuan pembelajaran memberikan pengaruh terhadap
rasa percaya diri pada siswa dan
pengerahan energi untuk mencapainya.
3).
Perubahan-perubahan harapan. Harapan adalah antisipasi
tentang konsekuensi tingkah laku.
Harapan sebenarnya adalah produk pengalaman
masa lampau. Harapan-harapan dapat diubah, sebab pengalaman masa lampau tentang keberhasilan dan kegagalan merupakan dasar utama untuk meramalkan
keberhasilan atau kegagalan yang
mungkin terjadi pada masa yang akan datang. Guru dapat mengontrol harapan-harapan tentang
keberhasilan atau kegagalan
yang mungkin terjadi. Harapan-harapan bergantung pada valensi, kepuasan yang diantisipasi.
Guru perlu berupaya meningkatkan valensi siswa dengan cara :
(1). memberikan informasi yang
dapat meningkatkan keinginan siswa untuk mencapai
hasil yang diharapkan; (2). menimbulkan motif-motif yang bermakna bagi siswa supaya mereka dapat berbuat sesuatu yang belum dapat dikerjakannya.
4). Tingkat aspirasi. Pengaruh dari
harapan-harapan siswa terhadap tingkah
lakunya dapat diamati pada berbagai tingkat aspirasi (level of expectancy). Berdasarkan penelitian ternyata
keberhasilan pada masa lampau
mengkondisi siswa untuk meningkatkan harapan-harapan
mereka, sedangkan kegagalan masa lampau mengkondisi siswa untuk memperendah
harapan-harapannya untuk
mencegah jangan terulang kembali kegagalan yang sama.
C. Upaya Pemberian
Insentif
Insentif
adalah objek tujuan atau simbol-simbol yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan kekuatan/kegiatan siswa.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan,
adalah:
1). Umpan balik hasil-hasil tes. Tiap siswa ingin mengetahui hasil yang dicapainya dalam proses pembelajaran. Hasil tes
dapat memberikan pengaruh pasitif
atau pengaruh negatif. Pengaruh positif, ialah
hasil tes akan memberikan kepuasan kepada siswa atas keberhasilan yang
dicapainya. Kepuasan ini akan mendorong motivasi belajar supaya tetap berhasil dalam tes-tes selanjutnya. Pengaruh
negatif, ialah kegagalan dapat
mengakibatkan frustrasi dan kekecewaan. Kadang-kadang kegagalan pun dapat
mendorong siswa belajar lebih
giat. Hasil tes memberikan informasi tentang kemajuan belajar siswa. Informasi tersebut
menjadi umpan balik yang bermakna
bagi motivasi belajar. Karena itu, sebaiknya guru memberikan tes secara
berkala agar tersedia informasi balikan
guna memotivasi siswa belajar lebih efektif.
2).
Pemberian
hadiah dan dorongan secara lisan atau tertulis. Pemberian hadiah ada pengaruhnya terhadap motivasi belajar
siswa. Hadiah itu dapat berupa barang tertentu, tetapi harus diwaspadai agar
jangan sampai hadiah menjadi pengganti tujuan belajar. Dorongan
secara lisan/tertulis, misalnya pujian, juga turut mendorong motivasi belajar.
3).
Pemberian komentar terhadap hasil pekerjaan siswa.
Pemberian komentar oleh guru terhadap pekerjaan atau makalah yang dibuat oleh siswa dapat mendorong siswa untuk
belajar lebih giat. Sistem pemberian
angka juga turut mendorong motivasi belajar. Itu sebabnya, guru perlu memberikan
komentar, misalnya : baik, teruskan pekerjaan anda, atau baik sekali, pelihara
untuk seterusnya. Pemberian angka/nilai yang disertai dengan komentar guru merupakan suatu cara pemberian insentif.
4).
Persaingan
dan keria sama. Cara ini dapat digunakan sebagai upaya pemberian insentif. Kerja sama dianggap lebih
efektif, karena bermaksud untuk mencapai tujuan bersama, yang pada gilirannya
akan memberikan kepuasan kepada masing-masing individu. Persaingan banyak kelemahannya, karena cenderung menimbulkan persaingan yang tidak sehat
yang lebih menonjolkan kepentingan perorangan, mendorong superioritas dan
dampak negatif lainnya.
d. Upaya Pengaturan Tingkah Laku Siswa
Guru perlu mengatur tingkah laku siswa
dengan cara restitusi dan ripple
effect.
1).
Restitusi, menuntut agar siswa
melakukan respons yang sebenarnya sebagai pengganti tindakan yang tadinya tidak benar.
Respons pengganti itu harus diberikan berupa ganjaran supaya respons yang
benar menang bersaing terhadap respons yang tidak benar. Yang
dimaksud dengan respons yang benar ialah respons atau tindakan yang bermakna dan diterima oleh
orang lain. Restitusi dimaksudkan untuk mempelajari suatu tindakan yang
baru dan diterima oleh masyarakat. Teknik disipliner
sekaligus melibatkan dua jenis
kegiatan operasional, yakni penyajian stimulasi punitif (hukuman) dan penolakan
terhadap penguat positif (ganjaran). Teknik
ini berbeda tekanannya terhadap komponen hukuman dan komponen ganjaran. Teknik disipliner yang menitikberatkan pada ganjaran hingga siswa melakukan restitusi,
di mana self control berkembang sebagai landasan kesadaran sosial.
Teknik disipliner yang menitikberatkan pada hukuman seringkali
menghindarkan individu dari
tindakan penghukuman (Bandura dan Walter, 1963), karena dia berusaha tidak melakukan pelanggaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar