Cari Blog Ini

Jumat, 13 Januari 2012

MOTIVASI BELAJAR


1.   PENGERTIAN DAN PENTINGNYA MOTIVASI
a.      Pengertian Motivasi
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk meninjau dan memahami motivasi, ialah (1). motivasi dipandang sebagai suatu proses. Pengetahuan tentang proses ini dapat membantu guru menjelaskan tingkah laku yang diamati dan meramalkan tingkah laku orang lain; (2). menentukan karakteristik proses ini berdasarkan petunjuk-petunjuk tingkah laku seseorang. Petunjuk-petunjuk tersebut dapat dipercaya apabila tampak kegunaannya untuk meramalkan dan menjelaskan tingkah laku lainnya.
Mc Donald (1959) merumuskan, bahwa . . . . "Motivation is an energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction", yang diartikan, bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dalam rumusan tersebut ada tiga unsur yang saling berkaitan, ialah sebagai berikut:

a.             Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi. Perubahan tersebut terjadi disebabkan oleh perubahan tertentu pada sistem neurofisiologis dalam organisme manusia, misalnya : karena terjadinya perubahan dalam sistem pencernaan maka timbul motif lapar. Di samping itu, ada juga perubahan energi yang tidak diketahui.
b.            Motivasi ditandai oleh timbulnya perasaan (affective arousal). Mula-mula berupa ketegangan psikologis, lalu berupa suasana emosi. Suasana emosi ini menimbulkan tingkah laku yang ber­motif. Perubahan ini dapat diamati pada perbuatannya. Contoh : seseorang terlibat dalam suatu diskusi, dia tertarik pada masalah yang belum dibicarakan, karenanya dia bersuara/mengemukakan pendapatnya dengan kata-kata yang lancar dan cepat.
c.             Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Pribadi yang bermotivasi memberikan respons-respons ke arah suatu tujuan tertentu. Respons-respons itu berfungsi mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perubahan energi dalam diriinya. Tiap respons merupakan suatu langkah ke arah mencapai tujuan. Contoh: si A ingin mendapat hadiah, maka ia belajar misalnya mengikuti ceramah, bertanya, membawa buku, menempuh tes, dan sebagainya.
Komponen-komponen motivasi. Motivasi memiliki dua kom­ponen, yakni komponen dalam (inner component) dan komponen luar (outer component). Komponen dalam ialah perubahan dalam diri sese­orang, keadaan merasa tidak puas, ketegangan psikologis. Komponen luar ialah keinginan, dan tujuan yang mengarahkan perbuatan sese­orang. Komponen dalam adalah kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipuaskan, sedangkan komponen luar adalah tujuan yang hendak di­capai.
Analisis motivasi. Antara kebutuhan - motivasi - perbuatan atau tingkah laku, tujuan dan kepuasan terdapat hubungan dan kaitan yang erat. Setiap perbuatan disebabkan oleh motivasi. Adanya motivasi karena seseorang merasakan adanya kebutuhan dan untuk mencapai tujuan tertentu pula. Apabila tujuan tercapai, maka ia merasa puas. Tingkah laku yang memberikan kepuasan terhadap suatu kebutuhan cenderung untuk diulang kembali, sehingga menjadi lebih kuat dan mantap.
1).          Motivasi dan kebutuhan. Kebutuhan adalah kecenderungan-­kecenderungan permanen dalam diri seseorang yang menimbul­kan dorongan melakukan suatu perbuatan/tindakan untuk men­capai tujuan. Kebutuhan timbul karena adanya perubahan dalam diri organisme, atau disebabkan oleh rangsangan kejadian-kejadian di lingkungan organisme. Kebutuhan tersebut mendorong/menim­bulkan dorongan atau motivasi bagi seseorang untuk bertingkah laku/melakukan perbuatan tertentu.
2).          Motivasi dan drive. Drive adalah suatu perubahan dalam struktur neurophysiologis yang menjadi dasar organik daripada perubahan energi, yang disebut motivasi. Dengan kata lain, motivasi timbul disebabkan oleh perubahan-perubahan neurophysiologis. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara motivasi dan drive ternyata sangat erat.
3).          Motivasi dan tujuan. Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai oleh suatu perbuatan, yang apabila tercapai akan memuaskan ke­butuhan individu. Tujuan yang jelas dan disadari akan mem­pengaruhi kebutuhan yang pada gilirannya akan mendorong timbulnya motivasi. Ini berarti, bahwa suatu tujuan dapat juga membangkitkan motivasi dalam diri seseorang.
4).     Motivasi dan insentif. Insentif ialah hal-hal yang disediakan oleh lingkungan dengan maksud merangsang siswa bekerja lebih giat dan lebih baik. Insentif dapat berupa hadiah, harapan. Lingkungan berupa guru atau orang lainnya yang berupaya mendorong moti­vasi siswa. Insentif dapat memuaskan atau tidak memuaskan kebutuhan siswa. Insentif dapat menjadi identik dengan tujuan atau menjadi tujuan itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara motivasi dan insentif sangat erat.
Guru-guru sering menggunakan insentif untuk membangkitkan motivasi kepada peserta didik untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Insentif ini akan bermanfaat bila mengandung tujuan yang dapat memberi kepuasan kepada kebutuhan psikologis peserta didik. Dalam keadaan ini, guru harus kreatif dan imajinatif dalam upaya menyediakan insentif tersebut.
b.      Pentingnya Motivasi dalam Upaya Belajar dan Pembelajaran
Motivasi dianggap penting dalam upaya belajar dan pembelajaran dilihat dari segi fungsi dan nilainya atau manfaatnya. Uraian di atas menunjukkan, bahwa motivasi mendorong timbulnya tingkah laku dan mempengaruhi serta mengubah tingkah laku. Fungsi motivasi adalah :
1).     mendorong, timbulnya tingkah laku atau perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar.
2).   motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan per­buatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3).     motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentu­kan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
Guru bertanggung jawab melaksanakan sistem pembelajaran agar berhasil dengan baik. Keberhasilan ini bergantung pada upaya guru membangkitkan motivasi belajar siswanya. Pada garis besarnya motivasi mengandung nilai-nilai, sebagai berikut :
1).   Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan belajar siswa. Belajar tanpa motivasi sulit untuk mencapai keber­hasilan secara optimal.
2).          Pembelajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada diri siswa. Pembelajaran tersebut sesuai dengan tuntutan demokrasi dalam pendidikan.
3).    Pembelajaran yang bermotivasi menuntut kreativitas dan imaji­nitas guru untuk berupaya secara sungguh-sungguh mencari cara-­cara yang relevan dan serasi guna membangkitkan dan meme­lihara motivasi belajar siswa. Guru hendaknya berupaya agar para siswa memiliki motivasi sendiri (self motivation) yang baik.
4).    Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan mendaya­gunakan motivasi dalam proses pembelajaran berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin kelas. Masalah disiplin kelas dapat timbul karena kegagalan dalam penggerakan motivasi belajar.
5).    Penggunaan asas motivasi merupakan sesuatu yang esensial da­lam proses belajar dan pembelajaran. Motivasi merupakan bagian integral daripada prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran. Motivasi menjadi salah satu faktor yang turut menentukan pembelajaran yang, efektif.
2.    JENIS DAN SIFAT MOTIVASI
 a. Jenis Motivasi
Motivasi banyak jenisnya. Para ahli mengadakan pembagian jenis-­jenis motivasi menurut teorinya masing-masing. Dari keseluruhan teori motivasi, dapat diajukan tiga pendekatan untuk menentukan jenis-jenis motivasi, yakni : (1). pendekatan kebutuhan, (2). pendekatan fungsional, dan (3). pendekatan deskriptif.
Pendekatan kebutuhan. Abraham H. Maslow melihat motivasi dari segi kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia sifatnya bertingkat­-tingkat. Pemuasan terhadap tingkat kebutuhan tertentu dapat dilakukan jika tingkat kebutuhan sebelumnya telah mendapat pemuasan. Kebu­tuhan-kebutuhan itu ialah :
1).           Kebutuhan fisiologis, yakni kebutuhan primer yang harus dipuas­kan lebih dahulu, yang terdiri dari kebutuhan pangan, sandang, dan tempat berlindung.
2).           Kebutuhan keamanan, baik keamanan batin maupun keamanan barang, atau benda.
3).      Kebutuhan sosial, yang terdiri dari kebutuhan perasaan untuk diterima oleh orang lain, perasaan dihormati, kebutuhan untuk berprestasi, dan kebutuhan perasaan berpartisipasi.
4).      Kebutuhan berprestise yakni kebutuhan yang erat hubungannya dengan status seseorang.
Jenis-jenis kebutuhan tersebut dapat menjadi dasar dalam upaya menggerakkan motivasi belajar siswa. Upaya untuk memenuhi ke­butuhan-kebutuhan tersebut melalui proses pembelajaran hanya dapat dilakukan oleh guru dalam batas-batas tertentu.
Pendekatan fungsional. Pendekatan ini berdasarkan pada konsep-konsep motivasi, yakni : penggerak, harapan, dan insentif.
Penggerak, adalah yang memberi tenaga tetapi tidak membim­bing, bagaikan mesin tetapi tidak mengemudikan kegiatan. Organisme berada dalam keadaan tegang, responsif dan penuh kesadaran. Pada diri manusia terdapat dua sumber tenaga, yakni sumber eksternal ialah stimulasi yang diberikan oleh lingkungan, stimulasi yang masuk dari luar sampai pada korteks melalui jalur tertentu yakni melalui mekanisme persyarafan sehingga timbul tenaga penggerak; sumber internal yakni alur pikiran, simbol-simbol dan fantasi daripada korteks, misalnya mimpi di siang bolong.
Harapan, adalah keyakinan sementara bahwa suatu hasil akan diperoleh setelah dilakukannya suatu tindakan tertentu. Harapan­-harapan merupakan rentang antara ketentuan subjektif bahwa se­suatu akan terjadi, dan ketentuan subjektif bahwa sesuatu tak akan terjadi. Ada jurang antara apa yang kita amati dengan apa yang kita harapkan dalam melakukan pengamatan. Salah satu jenis harapan ialah motif berprestasi, ialah harapan untuk memperoleh kepuasan dalam penguasaan perilaku yang menantang, dan sulit (Mc Clelland, 1955). Berdasarkan hasil penelitiannya terhadap program latihan yang dirancang bagi para pengusaha di India, dia mengajukan sebanyak 12 preposisi tentang pengembangan motif-motif baru di kalangan orang dewasa. Preposisi-preposisi tersebut, sebagai berikut :
1).     Upaya-upaya pendidikan untuk mengembangkan suatu motif baru akan berhasil dengan baik, bila individu  memiliki alasan-alasan yang kuat dan percaya, bahwa dia dapat, akan, dan harus mengem­bangkan suatu motif.
2).          Upaya-upaya pendidikan akan berhasil dengan baik, bila individu memahami, bahwa pengembangan motif baru bersifat realistik dan beralasan.
3).          Individu mau mengembangkan motif, jika dia mampu menentukan dengan jelas aspek-aspek suatu motif.
4).          Perubahan dalam pikiran dan tindakan akan terjadi, jika individu dapat mengkaitkan motif dengan perbuatan tertentu.
5).          Motif baru akan mempengaruhi pikiran dan tindakan individu, jika dia dapat mengkaitkannya dengan peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari.
6).          Motif baru akan mempengaruhi pikiran dan perbuatan, jika indi­vidu melihat motif itu sebagai suatu perbaikan dalam citranya sendiri.
7).          Motif akan mempengaruhi pikiran dan tindakan, bila individu dapat melihat dan mengalami motif baru sebagai perbaikan terhadap nilai-nilal kultural.
8).          Motif akan mempengaruhi pikiran dan tindakan bila individu ter­libat dalam upaya mencapai tujuan-tujuan yang konkrit dalam kehidupan yang berhubungan dengan motif tersebut.
9).        Motif akan mempengaruhi pikiran dan tindakan, bila individu merasa ada kemajuan pada dirinya ke arah pencapaian tujuan.
10).    Perubahan-perubahan dalam motif akan terjadi dalam suasana yang menggairahkan dan dia dipandang sebagai orang yang mampu membimbing dan mengarahkan tingkah lakunya (future behavior).
11).      Perubahan motif lebih banyak terjadi, jika dia lebih banyak belajar sendiri dan beralih dari kehidupannya yang bersifat rutin.
12).    Perubahan motif akan terjadi jika motif baru dijadikan sebagai syarat untuk menjadi anggota kelompok baru.
Insentif, ialah objek tujuan yang aktual. Ganjaran (reward) dapat diberikan dalam bentuk konkrit atau dalam bentuk simbolik. Insentif menimbulkan dan menggerakkan perbuatan, jika diasosiasikan de­ngan stimulans tertentu dalam bentuk tanda-tanda akan mendapatkan sesuatu, misalnya siswa dimotivasi dengan cara-cara atau tanda-tanda tertentu, bahwa dia akan memperoleh uang. Kita mengharapkan siswa berupaya lebih keras dengan cara merangsang mereka dengan ke­mungkinan mendapat hadiah. Dalam hal ini, individu melakukan anti­sipasi dan mengharapkan sesuatu.
Pendekatan Deskriptif. Masalah motivasi ditinjau dari penger­tian-pengertian deskriptif yang menunjuk pada kejadian-kejadian yang dapat diamati dan hubungan-hubungan matematik. Masalah motivasi dilihat berdasarkan kegunaannya dalam rangka mengendalikan tingkah laku manusia. Dengan pendekatan ini, motivasi di definisikan sebagai stimulus kontrol (Evan R. Keislar, 1960, h. 310-315).
b.      Sifat Motivasi
Motivasi Instrinsik, adalah motivasi yang tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa sendiri. Motivasi ini sering disebut "motivasi mumi", atau motivasi yang sebe­narnya, yang timbul dari dalam diri peserta didik, misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperoleh informasi dan pema­haman, mengembangkan sikap untuk berhasil, menikmati kehidupan, secara sadar memberikan sumbangan kepada kelompok, keinginan untuk diterima oleh orang lain, dan sebagainya. Motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang hidup dalam diri peserta didik dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional. Dalam hal ini, pujian atau hadiah atau yang sejenisnya tidak diperlukan, karena tidak akan menyebabkan peserta didik bekerja atau belajar untuk mendapatkan pujian atau hadiah itu. Sebagaimana dikemukakan oleh Emerson, bahwa ... the reward of a thing well done is to have done it. Ini berarti, bahwa motivasi intrinsik adalah bersifat nyata atau motivasi sesungguhnya, yang disebut Sound Motivation.
Motivasi Ekstrinsik, adalah motivasi yang disebabkan oleh factor-­faktor dari luar situasi belajar, seperti; angka, kredit, ijazah, tingkatan, hadiah, medali, pertentangan dan persaingan; yang bersifat negatif ialah sarkasme, ejekan (ridicule), dan hukuman. Motivasi ekstrinsik tetap di­perlukan di sekolah, sebab pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat, atau sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Ada kemungkinan peserta didik belum menyadari pentingnya bahan pela­jaran yang disampaikan oleh guru. Dalam keadaan ini peserta didik bersangkutan perlu dimotivasi agar belajar. Guru berupaya mem­bangkitkan motivasi belajar peserta didik sesuai dengan keadaan pe­serta didik itu sendiri. Tidak ada suatu rumus tertentu yang dapat digunakan oleh guru untuk setiap keadaan.
Antara motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik sulit untuk menentukan mana yang lebih baik. Yang dikehendaki adalah timbul­nya motivasi instrinsik, tetapi motivasi ini tidak mudah dan tidak selalu dapat timbul. Di pihak lain, guru bertanggung jawab supaya pembe­lajaran berhasil dengan baik, dan oleh karenanya guru berkewajiban membangkitkan motivasi ekstrinsik pada peserta didiknya. Diharapkan lambat laun timbul kesadaran sendiri untuk melakukan kegiatan belajar. Guru berupaya mendorong dan merangsang agar tumbuh motivasi sendiri (self motivation) pada diri peserta didik.
Kemunculan sifat motivasi, apakah motivasi intrinsik atau motivasi ekstrinsik bergantung dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni :
1).       Tingkat kesadaran diri siswa atas kebutuhan yang mendorong tingkah laku/perbuatannya dan kesadaran atas tujuan belajar yang hendak dicapainya.
2).     Sikap guru terhadap kelas; guru yang bersikap bijak dan selalu merangsang siswa untuk berbuat ke arah suatu tujuan yang jelas dan bermakna bagi kelas, akan menumbuhkan sifat intrinsik itu, tetapi bila guru lebih menitikberatkan pada rangsangan-rang­sangan sepihak maka sifat ekstrinsik menjadi lebih dominan.
3).       Pengaruh kelompok siswa. Bila pengaruh kelompok terlalu kuat maka motivasinya lebih condong ke sifat ekstrinsik.
4).     Suasana kelas juga berpengaruh terhadap muncul sifat tertentu pada motivasi belajar siswa. Suasana kebebasan yang bertang­gung jawab tentunya lebih merangsang munculnya motivasi intrinsik dibandingkan dengan suasana penuh tekanan dan paksaan.


3.      PRINSIP-PRINSIP MOTIVASI BELAJAR
Berdasarkan hasil penelitian yang saksama tentang upaya yang mendorong motivasi belajar siswa, khususnya pada sekolah yang menganut pandangan demokrasi pendidikan dan yang mengacu pada pengembangan self motivation. Kenneth H. Hoover, mengemukakan prinsip-prinsip motivasi belajar, sebagai berikut :
1).       Pujian lebih efektif daripada hukuman. Hukuman bersifat menghentikan suatu perbuatan, sedangkan pujian bersifat meng­hargai apa yang telah dilakukan. Karena itu, pujian lebih efektif dalam upaya mendorong motivasi belajar siswa.
2).       Para siswa mempunyai kebutuhan psikologis (yang bersifat dasar) yang perlu mendapat kepuasan. Kebutuhan-kebutuhan itu ber­wujud dalam bentuk yang berbeda-beda. Siswa yang dapat me­menuhi kebutuhannya secara efektif melalui kegiatan-kegiatan belajar hanya memerlukan sedikit bantuan dalam motivasi belajar.
3).       Motivasi yang bersumber dari dalam diri individu lebih efektif daripada motivasi yang berasal dari luar. Motivasi dari dalam memberi kepuasan kepada individu sesuai dengan ukuran yang ada dalam diri siswa itu sendiri.
4).       Tingkah laku (perbuatan) yang serasi (sesuai dengan keinginan) perlu dilakukan penguatan (reinforcement). Apabila suatu per­buatan belajar mencapai tujuan, maka terhadap perbuatan itu perlu segera diadakan pengulangan kembali setelah beberapa waktu kemudian, sehingga hasilnya lebih mantap. Penguatan perlu dilakukan pada setiap tingkat pengalaman belajar.
5).       Motivasi mudah menjalar kepada orang lain. Guru yang berminat dan antusias dapat mempengaruhi siswa, sehingga berminat dan antusias pula, yang pada gilirannya akan mendorong motivasi rekan-rekannya, terutama dalam kelas bersangkutan.
6).       Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang motivasi belajar. Apabila siswa telah menyadari tujuan belajar dan pembelajaran yang hendak dicapainya, maka perbuatan belajar ke arah tujuan tersebut akan meningkat, karena daya dorongnya menjadi lebih besar.
7).       Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat yang lebih besar untuk melaksanakannya daripada tugas-­tugas yang dipaksakan dari luar. Guru perlu memberi kesem­patan kepada siswa menemukan dan memecahkan masalah sendiri berdasarkan minat dan keinginannya, dan bukan dipaksakan oleh guru sendiri.
8).          Ganjaran yang berasal dari luar kadang-kadang diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat belajar. Dorongan berupa pujian, penghargaan, oleh guru terhadap keberhasilan siswa dalam belajar dapat merangsang minat dan motivasi belajar yang lebih aktif.
9).          Teknik dan prosedur pembelajaran yang bervariasi adalah efektif untuk memelihara minat siswa. Strategi pembelajaran yang dilaksanakan secara bervariasi dapat menciptakan suasana yang menantang dan menyenangkan bagi siswa, sehingga lebih men­dorong motivasi belajar.
10).      Minat khusus yang dimiliki oleh siswa bermanfaat dalam belajar dan pembelajaran. Minat khusus itu mudah ditransferkan menjadi minat untuk mempelajari bidang studi atau dihubungkan dengan masalah tertentu dalam bidang studi.
11).      Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk merangsang minat belajar bagi siswa yang lamban, ternyata tidak bermakna bagi siswa yang tergolong pandai, karena adanya perbedaan tingkat kemampuan. Karena itu, guru yang hendak membangkitkan minat belajar para siswa agar menyesuaikan upayanya dengan kondisi siswa bersangkutan.
12).      Kecemasan dan frustrasi yang lemah kadang-kadang dapat membantu siswa belajar menjadi lebih baik. Keadaan emosi yang lemah dapat mendorong perbuatan yang lebih energik. Guru hendaknya memperhatikan keadaan ini supaya dapat memanfaatkannya dalam proses pembelajaran.
13).      Kecemasan yang serius akan menyebabkan kesulitan belajar, dan mengganggu perbuatan belajar siswa, karena perhatiannya akan terarah pada hal lain. Akibatnya, kegiatan belajarnya men­jadi tidak efektif.
14).      Tugas-tugas yang terlampau sulit dikerjakan dapat menyebabkan frustrasi pada siswa, bahkan dapat mengakibatkan demoralisasi dalam belajar, yakni perbuatan yang tidak wajar (missal: mencon­toh). Karena itu guru harus mempertimbangkan tingkat kesulitan tugas yang akan diberikan kepada siswanya.
15).    Masing-masing siswa memiliki kadar emosi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ada siswa yang mengalami kegagalan justru tumbuh semangatnya untuk belajar lebih giat. Ada pula siswa yang selalu mengalami keberhasilan justru menjadi cemas terhadap kemungkinan teriadinya kegagalan belajar. Stabilitas emosi perlu diadakan pembinaan.
16).    Pengaruh kelompok umumnya lebih efektif dalam motivasi belajar dibandingkan dengan paksaan orang dewasa. Para remaja sedang berusaha mencari kebebasan dari orang dewasa. Ia menempat­kan hubungan dalam kelompok remaja lebih tinggi. Apa saja di­lakukan oleh kelompok, mau dia mengerjakannya. Itu sebabnya, guru yang ingin membimbing siswa belajar hendaknya mengarah­kan siswa itu ke arah nilai-nilai kelompok, sehingga mereka belajar lebih aktif.
17).    Motivasi yang kuat erat hubungannya dengan kreativitas. Dengan strategi pembelajaran tertentu, motivasi belajar dapat ditujukan ke arah kegiatan-kegiatan kreatif. Apabila motivasi yang dimiliki oleh siswa diberi berbagai tantangan, maka akan tumbuh kegiatan kreatifnya.
4.      UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR
a.      Upaya Menggerakkan Motivasi
Guru sering berhadapan dengan dua jenis situasi kelas yang ber­beda, yakni kelas yang berada dalam keadaan waspada dan penuh perhatian dan siap melakukan tindakan untuk mengatasi keadaan tegang dalam dirinya; dan situasi di mana sebagian siswa tidak berada dalam kondisi yang diharapkan. Mereka seolah-olah sedang mengantuk dan perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran. Dalam kondisi ini guru perlu menggerakkan/menggugah perhatian dan minat mereka. Guru berupaya menciptakan lingkungan yang merangsang agar siswa mem­berikan sambutan terhadap pelajaran dari guru.
Upaya penggerakan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ber­dasarkan hasil penelitian disarankan cara-cara sebagai berikut :
1).           Metode observasi dan prinsip kebebasan (Maria Montessori).
2).          Metode discovery dari Bruner, yakni belajar melalui autonomy of self reward. Siswa memberi stimulasi terhadap dirinya sendiri, sehingga dia sendiri yang melakukan fangsi penggerakan ter­sebut.
3).        Motivasi kompetensi (Robert White), yang menentukan kebu­tuhan intrinsik siswa dalam hubungan dengan lingkungannya. Motivasi kompetensi menggerakkan tindakan-tindakan, seperti : menyelidiki, memperhatikan, berbicara dan berpikir, manipulasi, dan mengubah lingkungan.
4).          Belajar discovery, yakni dengan the directed-learning group and the guided-discovery group (Bert Kersh). Kelompok belajar terpimpin menggunakan booklet belajar berprogram yang berisi serangkaian pertanyaan dan jawaban, yang disusun secara ber­tahap sampai pada penyelesaian masalah. Kelompok discovery terbimbing, menggunakan metode Sokrates yang menuntut tiap siswa membuat inferensi dan mengingat-ingat aturan-aturan tanpa bantuan atau penjelasan dari guru. Cara belajar yang ter­akhir ini ternyata lebih menggugah minat dan motivasi belajar siswa.
5).        Prosedur brainstorming (Torrance). Prosedur ini dimaksudkan agar siswa mampu memproduksi sebanyak mungkin prakarsa (gagasan) yang berbobot melalui diskusi dan kritik. Berdasarkan hasil penelitian temyata: 1). latihan-latihan khusus dalam brainstorming menghasilkan lebih banyak prakarsa dibandingkan dengan pemberian hadiah atau janji; 2). pengarahan yang dimaksudkan untuk menghasilkan prakarsa yang baik dan berbobot ternyata lebih banyak menghasilkan prakarsa dibandingkan dengan "tanpa pengarahan".
6).        Hubungan antara kecemasan personal-sosial dan metode peng­ajaran (Flanders). Situasi kelas akan mempengaruhi dan me­nimbulkan berbagai tingkat kecemasan terhadap siswa. Dalam eksperimen yang dilakukan, dia mencobakan suasana yang ber­pusat pada siswa (the learner oriented climate) dan suasana, yang berpusat pada guru (the teacher centered climate). Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dalam suasana yang berpusat pada siswa, mereka lebih berorientasi pada tugas, kurang terjadinya kecemasan dan kurang menimbulkan gangguan emosional. Sebaliknya, dalam suasana yang berpusat pada guru, para siswa lebih bersikap destruktif dan agresif, dan umumnya terganggu emosionalnya.
7).        Pengajaran berprograma. (Howard Kight dan Julius Sasserath, 1966). Berdasarkan hasil penelitian ternyata siswa yang memiliki motif berprestasi yang tinggi atau kecemasan yang tinggi dalam mengikuti tes, dengan pengajaran berprogram lebih cepat menye­lesaikan programnya, sedikit terjadinya kekeliruan, dan mengingat bahan pelajaran lebih baik, jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki motif berprestasi yang rendah dan kurang memiliki kecemasan dalam mengikuti tes.
b.      Upaya Pemberian Harapan
Para siswa memiliki harapan-harapan tertentu setelah menye­lesaikan pelajaran, atau tugas, atau suatu proyek. Guru perlu mem­berikan harapan-harapan tertentu untuk menggugah motivasi belajar siswa. Cara-cara yang dapat dilaksanakan, adalah:
1).          Rumusan tujuan-tujuan pembelajaran sekhusus mungkin, opera­sional dan dapat diamati, karena akan mendorong siswa untuk mencapainya. Tujuan-tujuan tersebut mengandung harapan-harap­an bagi siswa.
2).          Tujuan-tujuan pembelajaran disusun menjadi tujuan langsung, in­termediate, dan jangka panjang. Tujuan intermediate merupakan harapan-harapan jangka sedang yang dapat dicapai dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Tujuan langsung merupakan harapan-harapan yang dapat dicapai selesainya kegiatan belajar mengajar berupa tingkah laku terminal. Jauh dekatnya tujuan pembelajaran memberikan pengaruh terhadap rasa percaya diri pada siswa dan pengerahan energi untuk mencapainya.
3).          Perubahan-perubahan harapan. Harapan adalah antisipasi tentang konsekuensi tingkah laku. Harapan sebenarnya adalah produk pengalaman masa lampau. Harapan-harapan dapat diubah, sebab pengalaman masa lampau tentang keberhasilan dan kegagalan merupakan dasar utama untuk meramalkan keberhasilan atau kegagalan yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang. Guru dapat mengontrol harapan-harapan tentang keberhasilan atau kegagalan yang mungkin terjadi. Harapan-harapan bergan­tung pada valensi, kepuasan yang diantisipasi. Guru perlu ber­upaya meningkatkan valensi siswa dengan cara : (1). memberikan informasi yang dapat meningkatkan keinginan siswa untuk men­capai hasil yang diharapkan; (2). menimbulkan motif-motif yang bermakna bagi siswa supaya mereka dapat berbuat sesuatu yang belum dapat dikerjakannya.
4).       Tingkat aspirasi. Pengaruh dari harapan-harapan siswa terhadap tingkah lakunya dapat diamati pada berbagai tingkat aspirasi (level of expectancy). Berdasarkan penelitian ternyata keberhasilan pada masa lampau mengkondisi siswa untuk meningkatkan harapan-harapan mereka, sedangkan kegagalan masa lampau mengkondisi siswa untuk memperendah harapan-harapannya untuk mencegah jangan terulang kembali kegagalan yang sama.
C.     Upaya Pemberian Insentif
Insentif adalah objek tujuan atau simbol-simbol yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan kekuatan/kegiatan siswa. Upaya-upaya yang dapat dilakukan, adalah:
1).     Umpan balik hasil-hasil tes. Tiap siswa ingin mengetahui hasil yang dicapainya dalam proses pembelajaran. Hasil tes dapat memberikan pengaruh pasitif atau pengaruh negatif. Pengaruh positif, ialah hasil tes akan memberikan kepuasan kepada siswa atas keberhasilan yang dicapainya. Kepuasan ini akan mendorong motivasi belajar supaya tetap berhasil dalam tes-tes selanjutnya. Pengaruh negatif, ialah kegagalan dapat mengakibatkan frustrasi dan kekecewaan. Kadang-kadang kegagalan pun dapat men­dorong siswa belajar lebih giat. Hasil tes memberikan informasi tentang kemajuan belajar siswa. Informasi tersebut menjadi umpan balik yang bermakna bagi motivasi belajar. Karena itu, sebaiknya guru memberikan tes secara berkala agar tersedia informasi balikan guna memotivasi siswa belajar lebih efektif.
2).          Pemberian hadiah dan dorongan secara lisan atau tertulis. Pem­berian hadiah ada pengaruhnya terhadap motivasi belajar siswa. Hadiah itu dapat berupa barang tertentu, tetapi harus diwaspadai agar jangan sampai hadiah menjadi pengganti tujuan belajar. Dorongan secara lisan/tertulis, misalnya pujian, juga turut men­dorong motivasi belajar.
3).          Pemberian komentar terhadap hasil pekerjaan siswa. Pemberian komentar oleh guru terhadap pekerjaan atau makalah yang dibuat oleh siswa dapat mendorong siswa untuk belajar lebih giat. Sistem pemberian angka juga turut mendorong motivasi belajar. Itu sebabnya, guru perlu memberikan komentar, misalnya : baik, teruskan pekerjaan anda, atau baik sekali, pelihara untuk seterus­nya. Pemberian angka/nilai yang disertai dengan komentar guru merupakan suatu cara pemberian insentif.
4).        Persaingan dan keria sama. Cara ini dapat digunakan sebagai upaya pemberian insentif. Kerja sama dianggap lebih efektif, karena bermaksud untuk mencapai tujuan bersama, yang pada gilirannya akan memberikan kepuasan kepada masing-masing individu. Persaingan banyak kelemahannya, karena cenderung menimbulkan persaingan yang tidak sehat yang lebih menonjolkan kepentingan perorangan, mendorong superioritas dan dampak negatif lainnya.
d.      Upaya Pengaturan Tingkah Laku Siswa
Guru perlu mengatur tingkah laku siswa dengan cara restitusi dan ripple effect.
1).           Restitusi, menuntut agar siswa melakukan respons yang sebenar­nya sebagai pengganti tindakan yang tadinya tidak benar. Respons pengganti itu harus diberikan berupa ganjaran supaya respons yang benar menang bersaing terhadap respons yang tidak benar. Yang dimaksud dengan respons yang benar ialah respons atau tindakan yang bermakna dan diterima oleh orang lain. Restitusi dimaksudkan untuk mempelajari suatu tindakan yang baru dan diterima oleh masyarakat. Teknik disipliner sekaligus melibatkan dua jenis kegiatan operasional, yakni penyajian stimulasi punitif (hukuman) dan penolakan terhadap penguat positif (ganjaran). Teknik ini berbeda tekanannya terhadap komponen hukuman dan komponen ganjaran. Teknik disipliner yang menitikberatkan pada ganjaran hingga siswa melakukan restitusi, di mana self control berkembang sebagai landasan kesadaran sosial. Teknik disipliner yang menitikberatkan pada hukuman seringkali menghindarkan individu dari tindakan penghukuman (Bandura dan Walter, 1963), karena dia berusaha tidak melakukan pelanggaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar