Materi 1 Ushul Fiqh
Khoirul Anam, M.Pd.
Dari
kumpulan hukum-hukum syariat yang berhubungan dengan tindakan manusia yang
diambil dari nash-nash yang ada atau pembentukan hukum berdasarkan dalil
syariat yang tidak ada nash nya, terbentuklah ilmu fiqh.
Berdasarkan
penelitian, para ulama telah menetapkan bahwa dalil secara detail yang dapat
diambil sebagai hukum syariat yang sebangsa perbuatan itu ada empat: Al-Qur’an,
As Sunnah, Al-Ijma’, dan Al-Qiyas. Dan sumber-sumber pokok
dalil-dalil tersebut serta pengikat kebebasannya dan serta sebagai penerang
serta penyempurna.
Dengan
berbagai permasalahan baru yang makin kompleks diharapkan muncul hukum syari’at
yang memberikan kebenaran serta keadilan melalui kedua ilmu kajian yang
diharapkan nantinya dapat dipahami serta dimengerti oleh mahasiswa.
Pengertian Ushul Fiqh
Kata
“ushul fiqh” terdiri dari dua kata, yaitu ushul ((اصول, yaitu sumber atau dalil dan fiqh(الفقه) , yaitu mengetahuai hukum-hukum syara’ tentang
perbuatan praktis mukallaf , seperti hukum wajib, haram, mubah,
sah atau tidaknya sesuatu perbuatan dan lain-lain. Orang yang mengetahui
hukum-hukum itu disebut faqih, sedangkan orang yang ahli dalam ushul
fiqh adalah ushulliyin.[1]
Hukum-hukum
tersebut ialah bersumber pada Al-Qur’an, Hadist, Ijma’, Qiyas. Dengan
demikian yang dimaksud dengan ushul fiqh ialah dasar pemahaman metodologis
terhadap sumber-sumber ajaran atau dalil-dalil, yang disebut sebagai metode
istinbath hukum. Istinbath sendiri artinya ialah menggali atau mengeluarkan
(istikhraj), al-ahkam artinya hukum-hukum yang terkandung dalam sumber hukum,
yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ilmu
ushul fiqh menyelidiki keadaan dalil-dalil syara’ dan menyelidiki bagaimana
cara dalil-dalil tersebut menunjukan hukum-hukum yang berhubungan dengan
perbuatan orang dewasa atau mukallaf. Oleh karena itu, yang dibicarakan ushul
fiqh ialah dalil-dalil syara’ dari segi penunjuknya kepadsa hukum atas
perbuatan orang mukallaf.[2]
Ushul
fiqh didefinisikan oleh ahli ushul dengan beragam. Ada yang menekankan pada ada
fungsi ushul fiqh itu sendiri, dan ada pula yang menekankan pada hakikatnya.
Namun, prinsipnya sama, yaitu ilmu pengetahuan yang objeknya dalil hukum syara’
secsra global dengan semua seluk-beluknya.
Menurut
Al-Baidhawi dari kalangan ulama syafi’iyah, ushul fiqh adalah ilmu pengetahuan
tentang dalil fiqh secara global, metode penggunaan dalil tersebut, dan keadaan
(persyaratan) orang yang menggunakanya. Ibnu Al-Subki mendenifisikan ushul fiqh
sebagai himpunan dalil fiqh secara global.
Pendapat
ini dikemukakan oleh Syeh Muhammad Al-Khudhury Beik, seorang guru besar
Universitas Al-Azhar Kairo. Adapun Kamalludin Ibnu Humam dari kalngan ulama
hanfiyah mendefinisikan ushul fiqh sebagai pengetahuan tentang kaidah-kaidah
yang dapat mencapai kemampuan dalam penggalian fiqh.
Sementara
itu, Abdul Wahab Khalaf, Guru besar hukum di Universitas Kairo Mesir menyatakan
“Ilmu pengetahuan tentang kaidah-kaidah dan metode penggalian hukum-hukum
syara’ mengenai perbuatan manusia (amaliah) dari dalil-dalil yang terperinci
atau kumpulan kaidah dan metode penelitian hukum syara’ mengenai perbuatan
manusia (amaliah) dari dalil-dalil yang terperinci.[3]
Dengan
demikian, ushuk fiqh adalah ilmu pengetahuan yang objeknya adalah dalil-dalil
hukum atau sumber hukum dengan seluk-beluknya dan metode penggaliannya. Metode
tersebut harus ditempuh oleh ahli hukum islam dalam mengeluarkan hukum dari
dalil-dalilnya. Seluk-beluk tersebut antara lain menertibkan dalil-dalil dan
menilai kekuatan dalil-dalil tersebut.
Sekarang
ini, Istinbath hukum yang lebih relevan adalah istinbath dengan
maksud syariat (roh Hukum), bahkan cenderung menggunakan kaidah fiqhiyah,
seperti yang dilakukan o;eh para perumus Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
Dalam merumuskannya, mereka mengacu pada kaidah-kaidah fiqhiyah sebagai suatu
kerangka teori.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar