Cari Blog Ini

Selasa, 20 September 2022

MATERI 1 USHUL FIQH

 Materi 1 Ushul Fiqh

Khoirul Anam, M.Pd.

 

 Latar Belakang

Dari kumpulan hukum-hukum syariat yang berhubungan dengan tindakan manusia yang diambil dari nash-nash yang ada atau pembentukan hukum berdasarkan dalil syariat yang tidak ada nash nya, terbentuklah ilmu fiqh.

Berdasarkan penelitian, para ulama telah menetapkan bahwa dalil secara detail yang dapat diambil sebagai hukum syariat yang sebangsa perbuatan itu ada empat: Al-Qur’an, As Sunnah, Al-Ijma’, dan Al-Qiyas. Dan sumber-sumber pokok dalil-dalil tersebut serta pengikat kebebasannya dan serta sebagai penerang serta penyempurna.

Dengan berbagai permasalahan baru yang makin kompleks diharapkan muncul hukum syari’at yang memberikan kebenaran serta keadilan melalui kedua ilmu kajian yang diharapkan nantinya dapat dipahami serta dimengerti oleh mahasiswa.

 

Pengertian Ushul Fiqh

Kata “ushul fiqh” terdiri dari dua kata, yaitu ushul ((اصول, yaitu sumber atau dalil dan fiqh(الفقه) , yaitu mengetahuai hukum-hukum syara’ tentang perbuatan praktis mukallaf , seperti hukum wajib, haram, mubah, sah atau tidaknya sesuatu perbuatan dan lain-lain. Orang yang mengetahui hukum-hukum itu disebut faqih, sedangkan orang yang ahli dalam ushul fiqh adalah ushulliyin.[1]

Hukum-hukum tersebut ialah bersumber pada Al-Qur’an, Hadist, Ijma’, Qiyas. Dengan demikian yang dimaksud dengan ushul fiqh ialah dasar pemahaman metodologis terhadap sumber-sumber ajaran atau dalil-dalil, yang disebut sebagai metode istinbath hukum. Istinbath sendiri artinya ialah menggali atau mengeluarkan (istikhraj), al-ahkam artinya hukum-hukum yang terkandung dalam sumber hukum, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Ilmu ushul fiqh menyelidiki keadaan dalil-dalil syara’ dan menyelidiki bagaimana cara dalil-dalil tersebut menunjukan hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan orang dewasa atau mukallaf. Oleh karena itu, yang dibicarakan ushul fiqh ialah dalil-dalil syara’ dari segi penunjuknya kepadsa hukum atas perbuatan orang mukallaf.[2]

Ushul fiqh didefinisikan oleh ahli ushul dengan beragam. Ada yang menekankan pada ada fungsi ushul fiqh itu sendiri, dan ada pula yang menekankan pada hakikatnya. Namun, prinsipnya sama, yaitu ilmu pengetahuan yang objeknya dalil hukum syara’ secsra global dengan semua seluk-beluknya.

Menurut Al-Baidhawi dari kalangan ulama syafi’iyah, ushul fiqh adalah ilmu pengetahuan tentang dalil fiqh secara global, metode penggunaan dalil tersebut, dan keadaan (persyaratan) orang yang menggunakanya. Ibnu Al-Subki mendenifisikan ushul fiqh sebagai himpunan dalil fiqh secara global.

Pendapat ini dikemukakan oleh Syeh Muhammad Al-Khudhury Beik, seorang guru besar Universitas Al-Azhar Kairo. Adapun Kamalludin Ibnu Humam dari kalngan ulama hanfiyah mendefinisikan ushul fiqh sebagai pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang dapat mencapai kemampuan dalam penggalian fiqh.

Sementara itu, Abdul Wahab Khalaf, Guru besar hukum di Universitas Kairo Mesir menyatakan “Ilmu pengetahuan tentang kaidah-kaidah dan metode penggalian hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia (amaliah) dari dalil-dalil yang terperinci atau kumpulan kaidah dan metode penelitian hukum syara’ mengenai perbuatan manusia (amaliah) dari dalil-dalil yang terperinci.[3]

Dengan demikian, ushuk fiqh adalah ilmu pengetahuan yang objeknya adalah dalil-dalil hukum atau sumber hukum dengan seluk-beluknya dan metode penggaliannya. Metode tersebut harus ditempuh oleh ahli hukum islam dalam mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya. Seluk-beluk tersebut antara lain menertibkan dalil-dalil dan menilai kekuatan dalil-dalil tersebut.

Sekarang ini, Istinbath hukum yang lebih relevan adalah istinbath dengan maksud syariat (roh Hukum), bahkan cenderung menggunakan kaidah fiqhiyah, seperti yang dilakukan o;eh para perumus Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Dalam merumuskannya, mereka mengacu pada kaidah-kaidah fiqhiyah sebagai suatu kerangka teori.

 



[1] Hanafi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Widjaya, 1989), 13.

[2] Ibid.,

[3] Abdul Wahab Kholaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Pustaka Amani, 2003), 12.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar