Cari Blog Ini

Jumat, 16 Desember 2011

MAKALAH TENTANG KHITBAH


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Perlu kita renungkan, mengapa Islam banyak berbicara tentang pernikahan, mulai dari syarat dan prosesi pernikahan itu sendiri. Hal ini karena Islam sendiri sebagai agama yang rasional menganggap bahwa nikah adalah fitroh (naluri ) manusia. Setiap manuia normal pasti mendambakanya. Dan Islam sebagai yang kita kenal tidak ingin merusak apalagi memperkosa gharizah (fitrah/naluri) manusia. Hanya saja hubungan antara pria dan wanita ini jika tidak diatur, tidak ubahnya bagai binatang, bahkan akibatnya lebih memprihatinkan; maka Islam mengaturnya dengan pernikahan.
Dalam Islam ada fase yang harus di jalankan oleh seseorang yang akan menikah/melangsungkan pernikahan, fase itu adalah peminangan (khitbah). Tentu saja dalam hal ini khitbah mempunyai perbedaan yang sangat mendasar dengan istilah tunangan atau perbedaan pendapat para ulama' madzhab tentang hukum dan cara peminangan (khitbah).

B.     RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari latar belakang masalah, maka perumusan masalah penelitian dapat dijabarkan dalam bentuk pernyataan dasar sebagai berikut :
1.      Apa pengertian peminangan (khitbah) ?
2.      Bagaimana cara peminangan (khitbah)?
3.      Bagaimana para ulama' madzhab memberikan pendapatnya perihal melihat wanita demi kepentingan peminangan (khitbah) diatas?







BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Peminangan (Khitbah)
Kata "meminang" berasal dari kata "pinang", "meminang" adalah kata kerja. Yang dalam bahasa arab disebut dengan Khitbah.
Menurut ethimologi meminang adalah meminta untuk dijadikan istri (baik untuk diri sendiri ataupun orang lain).[1] Menurut terminology peminangan ialah kegiatan upaya kea rah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dan seorang wanita.[2] Atau seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang umum yang berlaku di tengah-tengah masyarakat.[3]
Islam juga sudah menganjurkan bagi setiap muslim untuk melakukan khitbah. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur'an surat Al-Baqarah : 235
Ÿwur yy$oYã_ öNä3øn=tæ $yJŠÏù OçGôʧtã ¾ÏmÎ/ ô`ÏB Ïpt7ôÜÅz Ïä!$|¡ÏiY9$# ÷rr& óOçF^oYò2r& þÎû öNä3Å¡àÿRr& 4 zNÎ=tæ ª!$# öNä3¯Rr& £`ßgtRrãä.õtGy `Å3»s9ur žw £`èdrßÏã#uqè? #ŽÅ  HwÎ) br& (#qä9qà)s? Zwöqs% $]ùrã÷è¨B 4 Ÿwur (#qãBÌ÷ès? noyø)ãã Çy%x6ÏiZ9$# 4Ó®Lym x÷è=ö6tƒ Ü=»tFÅ3ø9$# ¼ã&s#y_r& 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ãNn=÷ètƒ $tB þÎû öNä3Å¡àÿRr& çnrâx÷n$$sù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# îqàÿxî ÒOŠÎ=ym ÇËÌÎÈ  

"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu[4] dengan sindiran[5] atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf[6]. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Dan surat An-Nisa' : 3
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ  
"dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya".
Dan sebuah Hadits
قال أبو عيسى حديث أبي هريرة حديث حسن صحيح –إلى ان قال- جاءت فاطمة بنت قيس النبي صلى الله عليه و سلم فذكرت له أن أباها جهم بن حذيفة و معاوية بن أبي سفيان فخطباها فقال أما أبو جهم فرجل لا يرفع عصاه عن النساء وأما معاوية فصعلوك لا مال له ولكن انكحي أسامة بن زيد

"Datang Fatimah binti Qois kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian ia menceritakan kepada beliau bahwa Abu Jahm Bin Hudzaifah dan Mu'awiyah bin Abi Sufyan telah meminagnya. Maka berkatalah Nabi SAW : " Abu Jahm adalah orang yang tidak pernah mengangkat tongkatnya dari orang-orang perempuan ( suka memukul ). Akan halnya Mu'awiyyah, maka ia adalah orang miskin yang tak berharta. Tetapi, kawinlah kamu dengan Usamah bin Zaid"[7].
Peminagan merupakan pendahuluan pernikahan, disyari'atkan sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan agar waktu memasuki pernikahan didasarkan kepada penelitian dan pengetahuan serta kesadaran masing-masing pihak.
Adapun wanita yang boleh dipinang adalah memenuhi syarat-syarat berikut :
a.       Tidak dalam pinangan orang lain
b.      Pada waktu dipinang tidak ada penghalang syar'i yang melarang dilangsungkanya pernikahan.
c.       Tidak dalam masa iddah karena Thalak raj'i.
d.      Apabila wanita dalam masa iddah karena thalak ba'in, hendaklah meminang dengan cara sirri

  1. Hukum Peminangan (Khitbah) Menurut Ulama' Madzhab
Mengenai khitbah nikah yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, maka jumhur fuqoha’ mengatakan bahwa hal itu tidak wajib, sedang Daud Ad-Dhoriri berpendapat bahwa hal itu tetap wajib.
Silang pendapat ini disebabkan, apakah pebuatan Nabi SAW, yang berkenaan dengan hal itu diartikan wajib ataukah sunnah.
Selanjutnya hukum melihat wanita waktu peminangan, dalam hal ini ulama; madzhab juga ada silang pendapat, imam malik berpendapat bahwa yang boleh dilihat pada waktu khitbah adalah bagian wajah dan kedua telapak tangan. Sedangkan fuqoha’ yang lain membolehkan melihat seluruh bagian tubuh kecuali dua kemaluan, sementara fuqoha’ yang lain melarang melihat sama sekali.
Sedang imam Abu Hanifah membolehkan melihat dua telapak kaki, muka dan kedua telapak tangan.
Silang pendapat ini disebabkan karena dalam masalah ini terdapat suruhan khitbah nisa’ secara mutlak, terdapat pula larangan secara mutlak dan ada pula suruhan yang bersifat terbatas, yakni pada muka dan telapak tangan, firman Allah :
ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها ( النور : 31)
Artinya : “Dan janganlah mereka (kaum wanita)menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa Nampak padanya (Q.S. An-Nuur : 31 )
Yang dimaksud dengan perhiasan yang biasa Nampak adalah muka dan kedua dua telapak tangan. Di samping itu juga diqiyaskan dengan kebolehan membuka muka dan dua telapak tangan pada waktu berhaji, bagi kebanyakan fuqoha’.
Akan halnya fuqoha’ yang melarang melihat sama sekali, maka mereka berpegang dengan aturan pokok, yaitu larangan melihat wanita.












BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Dari materi diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
·         Kata "meminang" berasal dari kata "pinang", "meminang" adalah kata kerja. Yang dalam bahasa arab disebut dengan Khitbah.
·         meminang adalah meminta untuk dijadikan istri (baik untuk diri sendiri ataupun orang lain)
·         Mengenai khitbah nikah yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, maka jumhur fuqoha’ mengatakan bahwa hal itu tidak wajib, sedang Daud Ad-Dhoriri berpendapat bahwa hal itu tetap wajib.























DAFTAR PUSTAKA

Sunan turmudzi, juz 3. Hal. 440 maktabah shameela
Azizy. A. Qodri. Ph. D. Reformasi Bermadzhab. Teraju, 2003Usman AM. Sutrisno Drs. KH., Mutiara Dakwah Asy-Syifa’. Pustaka amanah 2009



[1] Dep.Dikbud, op. cit., h. .556.
[2] H. Abdurrahman, op.cit., h. 113
[3] Sayyid Sabiq, op. cit., h. 20
[4] Yang suaminya telah meninggal dan masih dalam 'iddah.
[5] Wanita yang boleh dipinang secara sindiran ialah wanita yang dalam 'iddah karena meninggal suaminya, atau karena Talak bain, sedang wanita yang dalam 'iddah Talak raji'i tidak boleh dipinang walaupun dengan sindiran.
[6] Perkataan sindiran yang baik
[7] Sunan turmudzy, op. cit. juz 3. h.440 ( shameela)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar