BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan
usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu
bangsa demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia
menaruh harapan besar terhadap pendidikan dalam perkembangan masa depan bangsa
ini, karena dari sanalah tunas muda harapan bangsa sebagai generasi penerus
dibentuk.
Meski diakui bahwa pendidikan adalah investasi besar
jangka panjang yang harus ditata, disiapkan dan diberikan sarana maupun
prasarananya dalam arti modal material yang cukup besar, tetapi sampai saat ini
Indonesia masih berkutat pada problematika (permasalahan) klasik dalam hal ini
yaitu kualitas pendidikan. Rendahnya kualitas pendidikan suatu bangsa akan
berimplikasi pada rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) warga masyarakatnya.
Menurut data yang dipublikasikan oleh United Nations Development Programme
(UNDP) yang diberi judul Human Development Report, 1996, kualitas SDM
kita sangat memprihatinkan. Dalam laporan tersebut Indonesia berada pada
peringkat 102, jauh dibawah negara-negara anggota ASEAN seperti Singapura (34),
Brunei Darusalam (36), Thailand (52) dan Malaysia (53).
Problematika ini setelah dicoba untuk dicari akar
permasalahannya adalah bagaikan sebuah mata rantai yang melingkar dan tidak
tahu darimana mesti harus diawali. Kendati kurang lebih 13 tahun telah berlalu
sejak data diatas terungkap, kondisi pendidikan Indonesia masih tetap
memprihatinkan. Pendidikan di Indonesia sekarang ini dapat diibaratkan seperti
mobil tua yang mesinnya rewel dan sedang melintasi jalur lalu lintas di jalan
bebas hambatan. Betapa tidak, pada satu sisi dunia pendidikan di Indonesia saat
ini dirundung masalah yang besar dan
pada sisi lain tantangan menghadapi milenium ketiga semakin besar.
Dari aspek kualitas, pendidikan kita memang sungguh
sangat memprihatinkan dibandingkan dengan kualitas pendidikan bangsa lain. Dari segi
pengajaran, hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran
berbagai bidang studi (khususnya bidang studi IPA) di Sekolah Dasar terbukti
selalu kurang memuaskan berbagai pihak. Hal tersebut disebabkan oleh tiga hal.
Pertama, proses/hasil kerja lembaga pendidikan tidak cocok/pas dengan kenyataan
kehidupan yang diarungi oleh siswa. Kedua, pandangan-pandangan dan
temuan-temuan kajian (yang baru) dari berbagai bidang tentang pembelajaran dan
pengajaran tidak cocok lagi. Ketiga, berbagai permasalahan dan kenyataan
negatif tentang hasil pengajaran dan pembelajaran di sekolah.
Terkait dengan mutu
pendidikan khususnya pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) sampai saat ini masih jauh dari apa yang kita harapkan. Berdasarkan
hasil pengamatan terhadap aktivitas riil di lapangan (SDN Condong Catur) kegiatan belajar mengajar
di sekolah pada umumnya cenderung monoton dan tidak menarik, sehingga beberapa
pelajaran ditakuti dan selalu dianggap sulit oleh siswa, termasuk didalamnya
adalah IPA atau Sains. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hal, diantaranya;
adanya korelasi positif dengan perolehan NEM pelajaran tersebut yang
selalu menempati urutan terendah. Selain
itu, motivasi anak dalam belajar IPA menjadi rendah dikarenakan model
pembelajaran pembelajaran yang tidak menarik (ceramah).
Beberapa penyebab
lainnnya adalah pembelajaran di sekolah khususnya, sains lebih menekankan pada
aspek kognitif saja dengan menggunakan hafalan dalam upaya menguasai ilmu
pengetahuan, bukan mengembangkan keterampilan berpikir siswa, mengembangkan
aktualisasi konsep dengan diimbangi pengalaman konkret dan aktivitas
bereksperimen (Collete Chiapetta, dalam Zuhdan Prasetyo, 2007).
Dalam proses belajar siswa, tidak dipungkiri lagi bahwa
pembelajaran IPA di Sekolah Dasar belum sesuai dengan yang diharapkan.
Guru-guru di Sekolah Dasar kebanyakan belum memahami dengan benar bagaimana
mengajar IPA dengan benar, dan bagaimana agar belajar IPA dilakukan dalam
suasana menyenangkan. Berbagai macam keluhan dalam pembelajaran IPA di SD
seperti; malas belajar, membosankan (jenuh), kurang bergairah, tidak menarik,
dan keluhan-keluhan lain dari para siswa, adalah permasalahan mendasar yang
harus segera diatasi. Dalam ilmu psikologi, gejala ini disebabkan oleh
kurangnya motivasi belajar siswa. Hal demikianlah yang terjadi di SDN Condong
Catur Sleman DIY.
Atas dasar itu, tidak mengherankan dalam beberapa tahun
terakhir ini di Indonesia muncul berbagai falsafah dan metodologi pembelajaran
yang dipandang baru meskipun sebenarnya sudah ada sebelumnya. Beberapa
diantaranya adalah pembelajaran
konstruktivis, pembelajaran kooperatif, pembelajaran terpadu, pembelajaran aktif,
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL), pembelajaran
berbasis projek (project based learning), pembelajaran berbasis masalah
(problem based learning), pembelajaran interaksi dinamis, dan pembelajaran
kuantum (quantum learning).
Dibandingkan dengan falsafah dan metodologi pembelajaran
lainnya, falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum yang disebut terakhir
tampak relatif lebih populer dan lebih banyak disambut gembira oleh pelbagai
kalangan di Indonesia melalui seminar, pelatihan, dan penerapan tentangnya.
Walaupun demikian, masih banyak pihak yang mengenali pembelajaran kuantum
secara terbatas terutama terbatas pada bangun (konstruks) utamanya. Segi-segi
kesejarahan, akar pandangan, dan keterbatasannya belum banyak dibahas orang.
Ini berakibat belum dikenalinya pembelajaran kuantum secara utuh dan lengkap.
Model pembelajaran Quantum Teaching sebagai pengembangan
dari Quantum Learning adalah sebuah pilihan tepat bagi guru SD guna menumbuhkan
minat dan motivasi siswa dalam belajar IPA. Lebih dari itu, model pembelajaran
ini menjadikan pengajaran dan pembelajaran lebih menggairahkan. Penulis merasa
yakin bahwa landasan teori model pembelajaran ini sangat cocok untuk diterapkan
dalam proses pembelajaran IPA di SD. Lingkungan yang mendukung dan proses
pembelajaran yang menyenangkan dan menggairahkan dapat menciptakan serta
meningkatkan motivasi siswa SD untuk belajar IPA. Sehingga keluhan-keluhan
seperti bosan, jenuh, kurang bergairah dan tidak menarik yang selama ini sering
didengungkan dari siswa dalam proses pembelajaran IPA dapat teratasi melalui model
pembelajaran ini.
B. Masalah Yang Dihadapi
Fakta di lapangan mengatakan bahwa, pembelajaran IPA di
SD belum sesuai dengan yang diharapkan. Guru-guru di Sekolah Dasar kebanyakan
belum memahami dengan benar bagaimana mengajar IPA dengan benar, dan bagaimana
agar belajar IPA dilakukan dalam suasana menyenangkan. Berbagai macam keluhan
dalam pembelajaran IPA di SD seperti; malas belajar, membosankan (jenuh),
kurang bergairah, tidak menarik, dan keluhan-keluhan lain dari para siswa,
adalah permasalahan mendasar yang harus segera diatasi. Dalam ilmu psikologi,
gejala ini disebabkan oleh kurangnya motivasi belajar siswa.
Kenyataan yang seperti inilah yang mendasari akan
pentingnya seorang guru melakukan suatu upaya agar siswa memiliki motivasi yang
kuat dalam mempelajari IPA. Berkaitan dengan itu, model pembelajaran Quantum
Teaching menjadi pilihan tepat bagi guru SD guna menumbuhkan minat dan motivasi
siswa dalam belajar IPA. Lebih dari itu, model pembelajaran Quantum Teaching
menjadikan pengajaran dan pembelajaran lebih menggairahkan
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana
tersebut di depan, maka rumusan permasalahan yang diajukan dalam proposal ini
adalah :
Bagaimana upaya meningkatkan
motivasi belajar kelas IV SD dengan model pembelajaran Quantum Teaching dalam
pelajaran IPA?
D. Pemecahan Masalah
Proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala
sesuatunya berarti setiap kata, pikiran,tindakan, dan asosiasi dan sampai
sejauh mana kita menggubah lingkungan, presentasi dan system pengajaran, sejauh
itu pula proses belajar berlangsung. Quantum Teaching adalah penggubahan
belajar yang meriah dengan segala nuansanya. Quantum Teaching berfokus pada
hubungan dinamis dalam linkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan
kerangka untuk belajar. Asas utama Quantum Teaching bersandar pada konsep; Bawalah
Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka. Artinya
bahwa pentingnya seorang guru untuk masuk ke dunia siswa sebagai langkah
pertama dalam proses pembelajaran.
Penulis merasa
yakin bahwa landasan teori model pembelajaran ini sangat cocok untuk diterapkan
dalam proses pembelajaran IPA di SD. Lingkungan yang mendukung dan proses
pembelejaran yang menyenangkan dan menggairahkan dapat menciptakan serta
meningkatkan motivasi siswa SD untuk belajar IPA. Sehingga keluhan-keluhan
seperti bosan, jenuh, kurang bergairah dan tidak menarik yang selama ini sering
didengungkan dari siswa dalam proses pembelajaran IPA dapat teratasi melalui
model pembelajaran ini.
a. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam
proposal penelitian ini adalah :
“Melalui Model Pembelajaran
Quantum Teaching” dapat meningkatkan motivasi belajar IPA bagi siswa SD
BAB II
Tinjauan Pustaka
- Istilah IPA (sains)
Secara harfiah: ilmu pengetahuan alam
adalah ilmu tentang alam dan peristiwa yang ada di dalamnya (Webster’s: New Lollegiate
Dictionary, 1981). Carin (1985) mendefinisikan IPA sebagai sistem pengetahuan
alam semesta melalui pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi dan
eksperimen. Sementara itu Hungerford dan Volk (1990) mendefinisikan IPA sebagai
:
1.
Proses
menguji informasi yang diperoleh melalui metode empiris,
2.
Informasi
yang diberikan oleh suatu proses yang menggunakan pelatihan yang dirancang
secara logis, dan
3.
Kombinasi
antara proses berfikir kritis yang menghasilkan produk informasi yang sahih.
Pembelajaran IPA untuk anak-anak
didefinisikan oleh Paolo & Marten (dalam Iskandar, 1996) sebagai: (1)
mengamati apa yang terjadi, (2) mencoba memahami apa yang diamati, (3)
mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, dan (4)
menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan
tersebut benar. Dengan demikian pengajaran IPA di kelas IV SD sudah membuka
kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara ilmiah.
Secara
umum, Prinsip Pembelajaran IPA Di SD adalah sebagai berikut.
1. Prinsip Motivasi : motivasi adalah daya dorong seseorang
untuk melakukan sesuatu kegiatan. Motivasi ada yang berasal dari dalam atau
intrinsik dan ada yang timbul akibat rangsangan dari luar atau ekstrinsik.
Motivasi intrinsik akan mendorong rasa ingin tahu, keinginan mencoba, mandiri
dan ingin maju.
2. Prinsip Latar : pada hakekatnya siswa telah memiliki
pengetahuan awal. Oleh karena itu dalam pembelajaran guru perlu mengetahui
pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman apa yang telah dimiliki siswa sehingga
kegiatan belajar mengajar tidak berawal dari suatu kekosongan.
3. Prinsip Menemukan : pada dasarnya siswa memiliki rasa ingin
tahu yang besar sehingga potensial untuk mencari guna menemukan sesuatu. Oleh
karena itu bila diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi tersebut siswa
akan merasa senang atau tidak bosan.
4. Prinsip Belajar Sambil
Melakukan (learning by doing) : Pengalaman yang diperoleh melalui bekerja merupakan hasil belajar yang
tidak mudah terlupakan. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar sebaiknya
siswa diarahkan untuk melakukan kegiatan atau ”Learning by doing”
5. Prinsip Belajar
sambil Bermain : bermain
merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan suasana gembira dan menyenangkan,
sehingga akan dapat mendorong siswa untuk melibatkan diri dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu dalam setiap pembelajaran perlu diciptakan
suasana yang menyenangkan lewat kegiatan bermain yang kreatif.
6. Prinsip Hubungan
Sosial : dalam beberapa
hal kegiatan belajar akan lebih berhasil jika dikerjakan secara berkelompok.
Dari kegiatan kelompok siswa tahu kekurangan dan kelebihannya sehingga tumbuh
kesadaran perlunya interaksi dan kerja sama dengan orang lain.
Dari
prinsip-prinsip tersebut di atas nampak bahwa semuanya dalam rangka menciptakan
suasana pembelajaran yang membuat siswa senang sehingga mereka akan terlibat
aktif dalam pembelajaran. Untuk menunjang penerapan prinsip-prinsip tersebut di
atas guru dalam mengelola pembelajaran perlu :
1. Memanfaatkan
lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, karena belajar akan bermakna apabila
berhubungan langsung pada permasalahan
lingkungan sekitar siswa.
2. Menggunakan Media dan
sumber belajar yang bervariasi dan sesuai dengan tahap perkembangan serta
Kreatif menghadirkan alat bantu pembelajaran
3. Menyajikan kegiatan
yang bervariasi sehingga tidak membuat siswa jenuh.
- Motivasi
Memotivasi adalah salah satu prasarat
yang amat penting dalam belajar.
1. Pengertian Motivasi (Motivation)
Motif
berasal dari akar kata bahasa latin “movere” yang kemudian menjadi “motion”
yang artinya gerak atau dorongan untuk bergerak. Jadi, motif merupakan daya
dorong, daya gerak, atau penyebab seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan
dengan tujuan tertentu. Hal ini sejalan
dengan pengertian yang dikemukakan oleh Woodworth dan Marquis dalam bukunya
Psychology, hlm. 337, yaitu motif adalah suatu sel yang menjadikan individu
cendrung untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu dan untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu.
Pengertian lain dikemukakan oleh Arkinson, hlm. 314,
yakni motivasi mengacu pada factor-faktor yang menggerakkan tingkah laku.
Sartain dalam bukunya Psychology Understanding Of Human Behaviour mengatakan bahwa motif adalah
suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu orgasme yang mengarahkan tingkah
laku.
2.
Macam-macam
Motivasi
Menurut sifatnya, motivasi dibedakan atas tiga macam
(Prof. Dr. Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, 2003.
hlm. 63), yaitu;
a.
Motivasi
Takut (fear motivation)
Artinya, individu melakukan kegiatan karena takut.
b.
Motivasi
insentif (incentive motivation)
Individu melakukan suatu perbuatan untuk mendapatkan
sesuatu insentif (hadiah, penghargaan, penghargaan, tanda jasa, kenaikan
pangkat, dan sebagainya).
c.
Sikap
(attitude motivation atau self motivation)
Motivasi ini lebih bersifat intrinsic, muncul dari dalam
individu. Seseorang yang memiliki sifat yang positif terhadap sesuatu akan
menunjukan motivasi yang besar terhadap hal tersebut. Motivasi ini dating dari
dirinya sendiri karena adanya rasa senang atau suka serta factor-faktor subyektif
lainnya.
3.
Fungsi
dan Tujuan Motivasi
Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar, menurut
Cecco, 168. hlm. 159 (Abd. Rachman, Psikologi Pendidikan, 1989 hlm. 155), ada
empat fungsi motivasi;
a.
Fungsi
membangkitkan (Arousal function)
b.
Fungsi
harapan (exepectancy function)
c.
Fungsi
insentif (incentive function)
d.
Fungsi
disiplin (disciplinary function)
Sedangkan tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau
mengacu para siswanya agar timbul keinginan atau kemauan untuk meningkatkan
prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang
diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah.
- Belajar
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat
orang belajar maka responya menjadi lebih baik dan sebaliknya bila tidak
belajar responya menjadi menurun. Sedangkan menurut Gagne belajar adalah
seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati
pengolahan informasi, menjadi kapasitas baru (Dimyati, 2002-10). Sedangkan
menurut kamus umum bahasa Indonesia belajar diartikan berusaha (berlatih dsb)
supaya mendapat suatu kepandaian ( Purwadarminta : 109 )
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Perencanaan Penelitian
1.
Objek Penelitian
Penelitian ini akan diadakan
di SD Kanisius Sengkan, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Alasan mengambil lokasi atau tempat ini dengan pertimbangan;
sekolah tersebut mudah dijangkau peneliti, relasi yang cukup baik dengan pihak
sekolah, sehingga memudahkan dalam mencari data, peluang waktu yang luas dan
subyek penelitian yang sangat sesuai dengan target peneliti.
2. Subjek penelitian
Subyek dalam peniltian ini adalah siswa kelas IV SD Kanisius Sengkan,
Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan jumlah siswa 32
orang (18 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki). Pertimbangan mengambil
subyek penilitian tersebut adalah, dimana perkembangan siswa kelas IV sangat
cocok dengan metode Quantum Teaching dalam pembelajaran IPA. Selain itu kondisi
siswa kelas IV SD Kanisius Sengkan yang berasal dari latar belakang keluarga
yang berbeda dan memiliki karakteristik yang berbeda pula.
3. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan kami lakukan Selama tiga bulan yakni pada bulan
Januari, Februari sampai Maret 2009.
B. Prosedur
Perencanaan
Penelitian ini akan dilakukan secara bersiklus dengan tindakan yang
dilakukan terhadap atau beranjak dari kondisi awal. Langkah-langkah yang akan
kami lakukan adalah, sebagai berikut;
1. Planning
Dalam hal ini dijabarkan dalam bentuk perencanaan (rencana) guru
sebelum melakukan suatu tindakan. Rencana ini meliputi;
a.
Tujuan
yang akan dicapai dalam proses kegiatan belajar IPA
b.
Kegiatan
yang akan dilakukan dalam proses kegiatan belajar IPA
c.
Menentukan
metode yang ingin dipakai dengan mempertimbangkan kondisi siswa
d.
Menyiapkan
media dan perlengkapan yang diperlukan dalam kegiatan belajar
e.
Menyiapkan
materi yang akan diajarkan
2. Action
Merupakan
pelaksanaan tindakan yangdilakukan untuk memotivasi siswa dalam belajar IPA.
Upaya-upaya yang dilakukan guru untuk meningkatkan motivasi siswa dengan model
pembelajaran Quantum Teaching meliputi;
a.
Menjalin
kebersamaan dan saling memahami.
b.
Memberikan
pengalaman kepada siswa dan memanfaatkan hasrat alami untuk menjelajah dunia
tentang konsep IPA
c.
Menanamkan
hasrat alami siswa untuk memberikan identitas mengurutkan, mengidentifikasi
materi yang dipelajari siswa.
d.
Memberikan
peluang untuk menterjemahkan dan menerapkan pengetahuan mereka kedalam
pembelajar yang lain ke dalam kehidupan mereka.
e.
Menguatkan
koreksi siswa dalam bentuk pengulangan sehingga mereka benar-benar memahami
konsep-konsep yang baru mereka pelajari.
f.
Merayakan
atas apa yang mereka lakukan setelah mereka belajar.
3. Observation
Observasi ini
dilakukan terhadap proses maupun hasil dari tindakan yang dilakukan guru
terhadap pengaruh yang diperoleh dari hasil / tindakan alat ukur, baik yang
bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Dalam penelitian ini, alat ukur yang
digunakan peneliti adalah berupa angket, yang penyusunannya telah terlampir.
4. Reflection
Refleksi
hasil dari tindakan baru dapat kita peroleh setelah kita melakukan pengukuran
terhadap proses maupun hasil dan tindakan kita. Dari hasil pengukuran itu kita
peroleh suatu gambaran tentang seberapa besar pengaruh tindakan kita untuk
meningkatkan motivasi siswa khususnya dalam belajar IPA. Selain itu kita juga
akan dapat menemukan suatu kekurangan-kekurangan yang ada dan memperoleh
poin-poin penting tentang unsur-unsur penting yang perlu diperbaiki atau
ditingkatkan. Dengan demikian, kita dapat melakukan suatu tindakan yang akan
kita lakukan pada siklus kedua, dan selanjutnya sampai benar-benar kita nanti
akan memperoleh hasil yang maksimal dari tindakan atau usaha untuk meningkatakan
motivasi siswa.
X. JADWAL PENELITIAN
Tabel 1. Jadwal kegiatan Penelitian
No
|
Rencana Kegiatan
|
Waktu (Minggu ke)
|
||||||||||||
1.
|
Persiapan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
|
Menyusun konsep
pelaksanaan
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Menyusun instrumen
|
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Menyusun LKS
|
|
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Menyusun strategi penelitian
|
|
|
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Pelaksanaan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Menyiapkan kelas dan alat
|
|
|
|
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Melakukan tindakan
Siklus I
|
|
|
|
|
|
X
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
Melakukan tindakan
siklus II
|
|
|
|
|
|
|
|
X
|
X
|
|
|
|
|
3.
|
Penyusunan laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Menyusun konsep laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
X
|
|
|
|
|
mendiskusikan hasil
penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
X
|
|
|
|
Perbaikan laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
X
|
|
|
|
Penggandaan
dan pengiriman hasil
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
X
|
|
XI. PERSONALIA PENELITI
Penelitian ini melibatkan peneliti dengan identitas
sebagai berikut:
Nama
: Ferdinandus
Husen Pantar
NIM
: 06108249024
Pekerjaan
: Mahasiswa
Fakultas /
Jurusan : FIP / PGSD
Universitas : UNY
Tugas dalam penelitian : Pengumpulan dan Analisis Data
terima kasih kang artikelnya...
BalasHapusbisa buat referensi untuk saya...
sama-sama
Hapus