Cari Blog Ini

Sabtu, 03 Desember 2011

Eugenetika dan Darwin



Eugenetika/Eugenic , merupakan ilmu yang mempelajari perbaikan keturunan lewat pembiakan selektif. Secara ilmu memang Eugenetika hadir pada abad 19 namun secara konsep, sudah lama hadir di dalam aneka ragam budaya, contohnya perkawinan sesama kasta di India untuk memelihara sistem kasta. Kemudian suku-suku Amerika dan Afrika juga memilih mempelai perempuan berdasarkan fisik yang dianggap bagus oleh sang pria. Ini semua bertujuan agar anaknya mempunyai fisik yang juga bagus dan tidak cacat. Dan Eugenetika merupakan ilmu yang mempelajari genetika makhluk hidup dan tidak ada hubungannya dengan proses evolusi (dimana Darwin lebih mempelajari perubahan bentuk fisik).
Mengenai Eugenetika, Darwin berpendapat sbb:



The advancement of the welfare of mankind is a most intricate problem: all ought to refrain from marriage who cannot avoid abject poverty for their children; for poverty is not only a great evil, but tends to its own increase by leading to recklessness in marriage. On the other hand, as Mr. Galton has remarked, if the prudent avoid marriage, whilst the reckless marry, the inferior members tend to supplant the better members of society. Man, like every other animal, has no doubt advanced to his present high condition through a struggle for existence consequent on his rapid multiplication; and if he is to advance still higher, it is to be feared that he must remain subject to a severe struggle. Otherwise he would sink into indolence, and the more gifted men would not be more successful in the battle of life than the less gifted. Hence our natural rate of increase, though leading to many and obvious evils, must not be greatly diminished by any means. There should be open competition for all men; and the most able should not be prevented by laws or customs from succeeding best and rearing the largest number of offspring. Important as the struggle for existence has been and even still is, yet as far as the highest part of man's nature is concerned there are other agencies more important. For the moral qualities are advanced, either directly or indirectly, much more through the effects of habit, the reasoning powers, instruction, religion, &c., than through natural selection.- Charles Darwin; The Descent of Man, 1871
Dalam kata-kata yang diwarnai orange, Darwin menyebutkan ttg pendapat Francis Galton yang mengatakan “ jika orang-orang inferior menikah dan punya keturunan lebih banyak, sementara yang lebih superior sedikit yang menikah, ditakutkan orang inferior akan menggantikan orang superior”. Atas pendapat Galton tsbt, Darwin menyanggahnya (tulisan biru) bahwa walaupun manusia melahirkan banyak keturunan dan menghasilkan banyak kejahatan tapi tetap saja proses berkembang biak tidak boleh dikurangi dengan cara apapun. Setiap orang yang mampu memberikan keturunan (most able) tidak boleh dihalangi oleh peraturan ataupun kebiasaan dalam menghasilkan keturunan.

Sedangkan pada tulisan merah , Darwin menegaskan bahwa walaupun perjuangan untuk mempertahankan eksistensi manusia itu penting, masih ada hal-hal lain yang lebih penting. Kualitas moral manusia mengalami kemajuan berkat pengaruh kebiasaan, kekuatan akal budi, instruksi, agama, dll, daripada seleksi alam.

Dari pernyataan diatas jelas bahwa:
  • Darwin tidak sependapat dengan Galton ttg konsep superioritas ras.
  • Darwin tidak menyetujui pemusnahan manusia ataupun perkembangbiakan yang diseleksi.
  • Darwin menyatakan bahwa masih ada hal-hal penting lainnya daripada mencoba mempertahankan keberadaan superioritas , hal-hal tsbt salah satunya adalah agama.
Jika Galton mencomot pernyataan Darwin utk menjustifikasi teorinya sendiri (Galton-red) apakah itu berarti kesalahan Darwin? Tentu tidak sbb Galton menyalahgunakan dan menyelewengkan pernyataan Darwin. Sebagaimana ayat-ayat Kitab Suci sering diselewengkan oleh para teroris Al Qaeda. Apakah Kitab Suci yang disalahkan? Tentu tidak kan, yang salah adalah oknum-oknumnya! Dan sudah jelas dari pernyataan diatas, Darwin tidak setuju dengan Galton.

Sterilisasi

Sekarang permasalahannya, Eugenetika juga dikaitkan dengan pemusnahan individu yang tidak ‘sempurna’ seperti yang dilakukan Nazi. Dan teori Darwin dikaitkan dengan Naziisme seperti pendapat Dr. Richard Weikart; dalam bukunya From Darwin to Hitler. Apakah benar begitu? Saya sudah membaca bab 11 “Mein Kampf” yang berjudul Nation and Races baik yang berbahasa Inggris maupun Indonesia. Dalam bab itu tidak ditemukan adanya referensi bahwa Hitler menggunakan teori evolusi sebagai dasar pembantaian orang-orang inferior. Hitler yang mengutamakan superioritas ras lebih berkiblat pada Eugenetika dan seperti sdh dijelaskan diatas, eugenetika tidak ada kaitannya dengan evolusi.
Dr. Weikart pun tidak bisa menemukan adanya hubungan langsung antara teori Darwin dengan pemahaman Hitler sehingga pendapat bahwa evolusi menjadi landasan pemurnian ras yang dilakukan Nazi adalah muskil.

Mengenai sterilisasi dan pemusnahan orang-orang yang tidak “sempurna”, dapat dijelaskan dari pernyataan Dr. Karl Brandt, dokter personal Hitler. Ia mengatakan bahwa ide pemurnian ras dilandaskan dari pendapat beberapa tokoh seperti Hinton J.P. and Caloutt Josefine yang menerbitkan buku Sterilization, A Christian Approach, tahun 1935.
Berikut kutipannya :

“In England too, eugenics have already been recognized by a part of the Church. A comprehensive work has been published by Hinton. We consider it a sin against the idea of personality and conscience "to insist upon the propagation of degenerate and sick life, if means are available to oppose such a calamity. It seems blasphemy to imagine that the birth of sick children could be at all God's will and Divine providence".

Death as the end of the life of the individual has therefore nothing to do with sin. It does not belong to the category of moral but of natural evaluation. In the compass of natural evaluation death is a relative evaluation. It is judged by the life of the person concerned. If the natural evaluation has been positive, death is a negative solution, because it destroys something that is good.
If the natural evaluations have been negative (incurable painful disease), death is a positive solution, because it does away with something that is bad. Ethical evaluation is not affected by the disintegration of the body. If a man led an evil life he has been spiritually dead already before his physical death. If he has lived a moral life he will have a share in eternal life, more or less in proportion to the standard of his morality.


Buku ini mengatakan bahwa merupakan suatu penghinaan thdp Tuhan bila masyarakat membiarkan kelahiran anak yang cacat karena tidak mungkin Tuhan berkehendak demikian. Dan kematian orang-orang yang memiliki cacat atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan merupakan sebuah solusi yang positif.

Dari buku ini bisa disimpulkan bahwa adanya pandangan sebagian kecil masyarakat Kristen yang menginginkan adanya manusia yang sempurna. Paham inilah yang dianut Nazi dan NAZI pun menganggap diri mereka sebagai “Positive Christian” yang bertugas untuk memurnikan ajaran Kristen dari cengkraman liberalisme. Karenanya sterilisasi yang dilakukan NAZI lebih mengacu pada pemahaman agama yang salah akan kesempurnaan manusia yang diciptakan oleh Tuhan.

Sehingga dapat disimpulkan:
  • Nazi lebih berkiblat pada teori eugenetika yang menekankan pada hasil keturunan dapat dikontrol.
  • Nazi juga memakai pemahaman yang salah dari sekelompok tokoh Kristen
  • Nazi tidak memakai teori evolusi sebagai dasar ajaran supremasi rasial.
Seperti pada post saya sebelumnya, Konsep superioritas ras sudah lama terbenam dalam sebagian kalangan masyarakat Eropa dan merupakan suatu bentuk arogansi masyarakat yang menganggap dirinya lebih beradab daripada ras lain. Tidak ada bukti langsung yang dapat menghubungkan bahwa teori evolusi dipakai sebagai dasar rasisme. Para oknum hanya bisa mencomot sebagian kata-kata Darwin lalu diinterpretasikan seenaknya, untuk menjustisifikasi tujuan mereka. Konsep rasisme banyak diadopsi dari eugenetika dan pemahaman agama yang keliru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar