BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fakta
menunjukan penyelenggaraan pendidikan di sekolah merupakan bagian dari
aktivitas-aktivitas rantai panjang birokrasi.Hal ini ditandai oleh
besarnya peran kepala daerah kabupaten/kota dan dinas pendidikan
setempat mengenai praktek penyelenggaraan sistem pendidikan .Meskipun
ada persyaratan yang harus oleh calon kepala sekolah baik yang bersifat
administratif maupun persyratan lainnya. Tetapi, pengangkatan kepala
sekolah pada semua jenjang dan jenis akan menjadi otoritas penuh dari
kepala daerah atas usul-usul kepala dinas pendidikan .Manajemen
penyelenggaraan dan kebijakan pendidikan oleh kepala daerah dan dinas
pendidikan memerlukan sekolah untuk semua jenjang dan jenis pukul rata
,dan telah banyak menghasilkan keragaman jrnis sekolah.
Perbedaan manejemen berbasis sekolah
dapat terjadi atas dasar pengakuaan masyarakat terhadap sekolah itu
misalnya 1. Peserta didik lulus terbaik atau paling tidak orang tuanya
merasa anaknya mempunyai kemampuan yang baik memilih sekolah dasar (SD)
tertentu,2. Peserta didik lulus SD terbaik memilih sekolah menengah
pertama (SMP) dan, 3.anak lulusan SMP yang terbaik memilih sekolah
menengah atas (SMA)
tertentu.Sehingga semua sekolah tersebut menjadi sekolah favoritpilihan
bagi peserta didik terbaik.Model pengangkatan kepala sekolah yang
demikian ini dan model perlaku sama rata pada menejemen sekolah
menunjukan bahwa memenjemen pendidikan dilaksanakan masih secara
sentralistik.
Tujuan
Implementasi MBS meningkatkan lingkungan belajar bagi guru dan
lingkungan belajar bagi peserta didik yang kondusif bagi pembelajar
sekaligus meningkatkankan mutu lulusan atau output.Bagaimana MBS itu di
implementasikan penting menjadi kajian, oleh karena itu pembahasan pada
bagian ini fokus kenapa manajemen berbasis sekolah menjadi
pilihan..Pembahasan ini meliputi prinsip dan esensi MBS dab
karakteristik manajemen berbasis sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Kenapa Manajemen Berbasis sekolah menjadi pilihan?
2. Bagaimana prinsip dan esensi MBS?
3. Bagaiman Karakteristik MBS?
4. Bagaimana kemandiriaan ,otonomi dan pemberdayaan manajemen sekolah?
5. Bagaimana Kemitraan sekolah dengan pihak-pihak berkepentingan?
6. Bagaimana proses perencanaan dan pemilihan kemitraan?
7. Bagaimana Partisipasi dalam penerapan MBS?
8. Bagaimana Keterbukaan ,transparansi dan mengembangkan sikap demokratis?
9. Bagaimana Akuntabilitasnya?
10. Bagaimana Pendekatan sistem dalam menajemen sekolah?
11. Apa Saja Evaluasi diri mengukur potensi?
12. Bagaimana menjamin kualitas management sekolah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaiman kemampuan profesional pemimpin pendidikan menerapkan model (MBS)
2. Untuk memberi pengetauhan dan manfaat terhadap semua orang yang membaca makalah ini.
3. Untuk memenuhi salah satu tugas mandiri etika profesi keguruaan.
D. Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini kami menggunakan metode Library research yang mana kami ,mencari dari berbagai macam sumber dari buku-buku yang sesuai dengan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAAN
A.Kenapa Manajemen Berbasis sekolah Menjadi Pilihan?
Setelah
implementasi desentralisasi pemerintah yang dikenal dengan otonomi
daerah khusus dalam penyelenggaraan pendidikan mulai diperkenalkan model
manajemen berbasi sekolah[1](MBS)
Penerapan model MBS merupakan salah satu gagasan yang diterapkan
menajemen sekolah untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan
disekolah. Gagasan MBS diindonesia semakin mengemuka setelah
dikeluarkannya UU No.22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dengan
prinsip disentralisasi pemerintah dan PP No.25 tentang kewenangan
pemerintah dan provinsi sebagi daerah otonomi yang memberi syarat
terjadinya perubahan kewenangan dalam pengelola pendidikan di daerah
provinsi dan kabupaten /kota maupun disekolah yang melahirkan wacana akuntabilitas sekolah. Sejak itu MBS , menjadi kata kunci dalam reformasi pendidikan.
Tujuan Implementasi MBS
meningkatkan lingkungan belajar bagi guru dan lingkungan belajar bagi
peserta didik yang kondusif bagi pembelajar sekaligus meningkatkankan
mutu lulusan atau output.Bagaimana MBS itu di implementasikan penting
menjadi kajian, oleh karena itu pembahasan pada bagian ini fokus kenapa
manajemen berbasis sekolah menjadi pilihan..Pembahasan ini meliputi
prinsip dan esensi MBS dab karakteristik manajemen berbasis sekolah.
Manajemen berbasis sekolah (School based management)
menurut Chapman (1990) adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan
untuk mendesain pengelola sekolah dengan memberikan kekuasaan dan
peningkatan partisipasi sekolah dan masyarakat dalam upaya perbaikan
kinerja sekolah.Tujuan MBS mewujudkan tata kerja yang lebih baik dalam
empat hal yakni:
1. Meningkatkan efisensi pengguna sumber daya dan petugas staff
2. Meningkatkan profesionalisme guru dan tenaga kependidikan di sekolah
3. Munculnya gagasan baru dalam implementasi kurikulum,penggunaan teknologi pembelajaran dan pemanfaatan sumber-sumber belajar,dan
4. Meningkatnya otonomi sekolah ditandai dengan mutu partisipasi masyarakat dan Stakeholders mempunyai keterlibatan yang tinggi.
Pada
intinya kenapa manajemen berbasis sekolah menjadi pilihan adalah
manfaat implementasi MBS yang dipandang mampu meningkatkan kinerja
sekolah layanan belajar semakin berkualitas,dan kepuasan masyarakat dan
kualitas pendidikan semakin meningkat.Dari uraiaan diatas dapat
ditegaskan bahwa tujuan MBS dapat meningkatkan kualitas sekolah melalui
poengembangan manjemen yang transparan ,pembelajaran aktif
–kreatif-efektif dan menyenangkan (PAKEM) dan peran serta masyarakat
dalam lingkungan sekolah yang sayang anak dan ramah anak dalam rangka
disentralisasi pendidikan dan otonomi penyelenggaraan sekolah.
1. Prinsip dan Esensi MBS
MBS[2]
merupakan inovasi pengelolaan sekolah yang pada dewasa ini sedang
menjadi perhatiaan para pakar pendidikan ,birokasi pendidikan mulai
tingkat pusat,provinsi,dan kabupaten/kota serta para pengelola sekolahb
.Bahkan akhir-akhir ini telah menjadi perhatiaan lembaga swadaya
masyarakat (LSM) yang peduli trhadap kualitas pendidikan.Banyak
terminologi yang pada prinsipnya memiliki makna sama dengan MBS, sepert site
based management ,participatory decision making, school based autonomy,
shared decision making, school empowerment, responshibel autonomy atau
school based governed. MBS merupakan suatu bentuk pengatur dimana
kekuasaan pengambilan kepurtusan sekolah bergeser dari pemerintah pusat
bukan kepemerintah daerah .Tetapi sekolah sendiri sebagai tempat yang
paling dekat dengan proses belajar mengajar.
Format model MBS adalah “Back to basic education” yaitu kembali kejati diri pendidikan sebagai proses penanaman nilai (value)
kemanusiaan yang baik.Karena layanan pendidikan dengan program MBS
harus terus membalik sehingga dapat menciptakan pendidikan itu menjadi
konsisten antara keluarga,masyarkat dan sekolah. Secara vertikal
strategi pengembangan MBS dapat dilakukan dengan atas bawah (top down) dan untuk ini membutuhkan “political will”, sedangkan strategi lainnya adalah bawah atas (bottom up)
yang datangnya dari masyarakat dan sekolah sebagi kebutuhan yaitu
kebutuhan akan mutu pendidikan dan kebutuhan menengah persaingan
datangnya daribawah .
Keterlibatan
itu tidak berati banyak jika keputusan yang diambil tidak menjadi ikim
pembelajaran lebih baik dan hasil yang lebih bermutu MBS harus dapat
menghasilkan berbagai perubahan yang pada akhirnya “an ultimate goal”,
adalah mutu lulusan yang meningkat. Perubahan-perubahan yang ada
merupakansasaran antara ,tanpa muncul perubahan pada sasaran antara
perubahan pada tujuan akhir mungkin terwujud. MBS dipandang meningkatkan
kepuasan kerja guru,khususnya ketika para guru memainkan peran yang
lebih menentukan ketimbang sekedar memberi saran.
Dalam ilmu manjemen pendidikan menegaskan bahwa pengembangan sebagi suatu entitas sistem bukan hal yang baru. Penggunaan model “school based mangement” pada
perinsipnya sekolah memperoleh delegasi kewenangan yang bertumpu pada
sekolah dan masyrakat disertakan secara optimal,dengan sendirinya akan
jauh dari birikrasi yang sentralistik.Kemudian menjadikan sekolah
memperoleh kewajiban ,kewenangan dan tanggung jawab yang tinggi dalam
meningkatkan kinerja sekolah.
Pada prinsipnya model menajemen berbasis sekolah adalah reformasi manajemen sekolah dilakukan untuk memperoleh kewajiban (responsibility),wewenang(autority), profesionalisme, dan tanggung jawab (accunyability) yang tinggi juga transparan untuk meningkatkan kinerja sekolah.
Hal
ini akan mendukung pengembangan keunggulan kompetitif dan komparatif
masing-masing sekolah .Prinsip dasar pada program MBS adalah kebebasan
memilih (freedom of choice)
dan membutuhkan kecerdasan.Memiliki tanggung jawab sosial yang lebih
luas dan mampu melihat fenomena .Ukurannya bukan seberapa besar
kemampuan menghimpun dana atau menumpukan kekayaan sekolah.Tetapi
sekolah mampu menyediakan prohram-program yang lebih baik.
Prinsip
umum yang patut menjadi pedoman pelaksanaan model manajemen bersabasis
sekolah menurut Satori(2001:7) adalah (1). Memiliki visi dan misi dan
strategi kearah pencapiaan mutu pendidikan, khususnya mutru peserta
didik sesuai dengan jenjang sekolah masing-masing,(2), berpijak pada "power Sharing”,berbagai
kewenangan ,pengelolaan pendidikan sepatutnya berdasarkan pada
keinginan saling mengisi ,saling membantu dan menerima berbagai
kekuasaan atau kewenangan sesuai fungsi dan peran masing-masing.(3),
adanya profesionalisme semua bidang dan berbagai komponen baik para
praktisi pendidikan,pengola dan manager pendidikan lainnya termasuk
profesionalismeDewan pendidikan dikabupaten/kota maupun komoite sekolah
distuaan pendidikan ,(4), Meningkatkan partisipasi masyarkat yang kuat
termasuk peserta orang tua didik ,(5), komite sekolah sebai institusi
dapat menopang keberhasilan visi dan misi sekolah,(6) adanya
transparansi dan akuitabilitas manajemen sekolah baik dilihat dari
akuitabilitas manjement maupun akuntabilitas finansial.
Implementasi
MBS akan mendorong sekolah dan masyarakat lebih bertanggung jawab
melaksanakan program pendidikan disekolah. Implementasinya MBS
sesuai dengan konsepnya,akam dapat meningkatkan kualitas melalui
managemen yang transparan. Pembelajaran yang aktif kreatif,efektif dan
menyenangkan menggunakan alat peraga dan media pendidikan ,bahan-bahan
yang digunakan dilaboratorium dan bengkel kerja ,dan melakukan
pertumbuhan jabatan guru maupun tenaga kependidikan guru meningkatkan
kinerja sekolah.
2. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah sebagai terjemahaan dari school Based Management[3]
,oleh beberapa pakar diartikan sebagi pengaliuhan dalam pengambilan
keputusan dari tingkat pusat sampai ketingkat sekolah.Pemberiaan
kewenangan dalam pengambilan keputusan dipandang sebagi otonomi
ditingkat sekolah dalam pemberdayaan sumber-sumber (resource)
sehingga sekolah mampu menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas,
memanfaatkan, mengendalikan ,dan mempertanggung jawabkan kepada setiap
yang berkepentingan(stakeholders).
Setiap sekolah tentu akan memiliki ciri khas atau karakteristik[4]
sendiri, dalam konteks menajemen pendidikan diindonesia sebelum
kebujakan disentralisasi pemerintah,beberapa sekolah diindonesia (dalam
jumlah yang sedikit) sudah melaksanakan model manjemen Berbasis Srkolah
(MBS). Sekolah-sekolah dengan jumlah yang sedikit ini ,disebut sebagai
pelopor.Dalam perkembangannya walaupun secara kuantitatif jumlah sekolah
yang menerapkan MBS amat sedikit sebenarnya sekolah tersebut cukup
hebat.Kepala sekolah yang menerapkan MBS tersebut juga termasuk berani
kalau kita melihat keadaan lingkungan dan pradigma sistem manajemen
pendidikan saat itu yang yang menerapkan pradigma birokratik.Berdasarkan
pengalaman sejumlah sekolah tersebut ternyata, proses MBS tidak dapat
disebut baru diindonesia.Tetapi pelaksanaany belum dinyatakan sebagai
penerapan MBS karena belum ada aturan pada saat itu.Namun ciri dan
karakteristik manajemennya yang sudah menerapkan MBS.
Penerapan
MBS merupakan langkah koreksi pemerintah terhadap kelemahan sistem
penyelenggaraan pendidikan sentralistik. Pengalaman penerapan model MBS
di Amerika Serikat menurut Edward E. Lawler (1994) ternyata dapat
meningkatkan kualitas belajar-mengajar, disebabkan adanya mekanisme yang
lebih efektif dan lebih cepat dalam pengambil keputusan, memberikan
dorongan semangat kerja baru sebagai motovasi berprestasi para kepala
sekolah dalam melakukan tugasnya sebagai manajer sekolah.
Dari
pengalaman berbagai negara yang sukses menerapkan model MBS tampak
bahwa ciri sekolah tersebut dicerminkan oleh visi,misi,tujuan,program
prioritas,saran-saran yang akan dicapai ,sarana dan prasarana,mutu
sumber daya manusia ,dikungan biaya,kepemimpinan dan dukungan stakeholders.Jauh dari praktik birokrasi sentralistik adalah penting,hal ini sebagi wujud dari reformasi pendidikan.
MBS
diselenggarakan melalui beberapa model ,yaitu model (1) peningkatan
peran guru, (2) peningkatan wawasan pengajaran melalui srudy penelitian
dan kajian pustaka, (3), penyamaan dari semua pihak dalam proses
perubahan untuk memfokuskan arah baru merealisasikan penyelenggaraan
program dan kegiatan dengan sistem MBS. Penerapan MBS pun dapat
dilakukan pada tiga tingkatanya yaitu penuh(tinggi) ,tingkat
menengah(sedang), dan minimal(rendah). Model MBS menurut pandangan Eric
Digest (1995) mengembangkan dua dimensi pemahaman (1) the governace reform in school mangement yaitu menyangkut reformasi manajemen sekolah yang menyangkut pentingnya pembangunan otonomi sekolah untuk merespon aspirasi stakeholders-nya dan (2) an overall pushg for curriculum and intructional reform yaitu menyangkut reformasi pengembangan kurikulum dan pengajaran ,yaitu pengembangan inivasi dalam proses belajar mengajar.
Karakteristik
sekolah yang dianggap menyumbang kepada kualitas ini menurut Scheerens
(2003:121) adalah (1) kepemimpinan dalam pengertian enterpreneurship (2)
kolegalitas(3) kapasitas untuk evaluasi diri dan pembelajaran (4)
kegiatan pemasaran sekolah yang jelas (5) keterlibatan oran tua peserta
didik yang kuat (6) posisi pada jangkauaan (boundary spanning)
dan (7) dukungan agen perubahan eksternal .Model MBS memiliki potensi
besar mnciptakan kepala sekolah dan wakilnya sebagai pimpinan memiliki
responsivitas yang tinggi. Guru mata pelajran mengelola dan memimpin
pembelajaran dengan kualitas tinggi.
B. Kemandirian, Otonomi dan Pemberdayaan Manajemen Sekolah [5]
Konsep model MBS dalam prekteknya menggambarkan sifat-sifat otonomi
dan kemandiriaan manajemen sekolah yang merujuk kepada perlunya
memperhatikan kondisi dan potensi sekolah.Sifat-sifat ini dengan
mengakomodasikan kebijakan –kebijakan strategi pemerintah maupun
pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam program pembangunan
atau pengembangan pendidikan[6]
.Misalnya pemberdayaan dan otonomi dalam hal menentukan ,standar
kopentensi peserta didik,standar kurikulum,standar kelembagaan ,standar
materi pelajaran pokok,standar penguasaan minimum,standar pelayanan
minimum,standar guru dan tenaga kependidikan ,penetapan kalender
pendidikan dan jumlah jam belajar yang efektif setiap semeter dan setiap
tahun dan lain yang diperlukan.
Otonomi
sekolah membentuk komitmen yang kuat dari semua unsurterkait sekolah
yaitu personal sekolah ,instansi yang berkaitan dengan sekolah,orang tua
peserta didik ,peserta didik dan masyarakat luas dalam mengambil
keputusan pendidikan disekolah .Otonomi menunjukan peranan antara para
profesional,orang tua dan masyarakat saling melengkapi (complementer)
memenuhi tuntutan kualitas memenangkan persaingan antar sekolah.
1. Kemitraan sekolah dengan pihak-pihak Berkepentingan
Kemitraan
sekolah dengan pihak ketiga adalah suatu hubungan kerja sama antar
sekolah dengan mitranya ,seperti perseorangan,perusahaan,yayasan
organisasi nirlaba , lembaga pendidikan ,universitas,asosiasi dan
badan-badan bilateral dan multilateral yang bertujuan secara
bersama-sama memberikan dampak perubahan yang lebih baik pada
penyelenggaraan pendidikan . Pada dasarnya banyak pihak yang bersedia
untuk membantu sekolah ,karena sekolah merupakan institusi yang
memberikan pembelajaran pada anak-anak mereka dan masyarakat merupakan
pengguna akhir dari hasil pembelajaran tersebut.
Kemitraan
antara sekolah dengan masyarakat akan dapat dilakukan jika(1) adanya
pemahaman dan presepsi yang sama antara pemerintah kabupaten/kota dinas
pendidikan ,dan sekolah tentang pola-pola kemitraan dengan pihak yang
berkepentingan ,(2) adanya lingkungan yang kondusif bagi masyarakat
khususnya pengusaha secara kelembagaan maupun individu melakukan
kemitraan dengan institusi pendidikan ,(3) terbukanya kesempatan bagi
swasta dan masyarakat berperan dalam menyediakan ruang yang cukup untuk
menjalin kemitraan dengan sekolah(4) pemberdayaan potensi satuaan
pendidikan dan potensi masyarakat melakukan kemitraan dan (5) peraturan
/kebijakan yang mendorong terciptanya kemitraan pemerintah-swasta dan
masyrakat dengan sekolah.
2. Proses Perencanaan dan Pemilihan kemitraan
Menyusun
rencana kegiatan lebih merupakan proses yang dinamis ketimbang proses
yang birokratis .Perencanaan kegiatan adalah proses perencanaan
konsultatif yang sepenuhnya melibatkan mitra dan para stakeholder (dewan
pendidikan,komite sekolah,pengawa dan komunitas sekitar).Perencanaan
dapat berlangsung dalam rapat kerja kelompok kecil dan dapat selesai
dalam satu dua jam,atau dalam beberapa hari.Pendekatan ini mempunyai dua
manfaat kunci yaitu dapat mengumpulkan informasi dari smeua sumber
utama ,seta juga mengikat kepeduliaan dan keterlibatan kelompok stakeholder
utama sejak awal.Faktor kunci dalam pembinaan kemitraan (juga dalam
menghindari kegagalan) adalah meninjau secara teratur hubungan kerja
dengan para toko kunci yang terlibat.Proses pembentukan kemitraan
,penting menjamin berhasilnya kemitraan.
3. Partisipasi dalam Penerapan MBS
Partisipasi
dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan memungkinkan lahirnya
kebijakan dan keputusan yang baik.Karena itu perlu komunikasih intensif
dan terbuka antara pihak-pihak berkepentingan seperti komite
sekolah,Dinas pendidikan setempat,orang tua peserta didik,kepala
sekolah,wakil kepala sekolah,guru-guru,tenaga kependidikan ,karyawan
sekolah,anak didik,dan pihak lain yang berkepentingan.Antara lain
direfleksikan pada rumusan visi,misi,tujuan dan program-program
prioritas sekolah.
Oleh
karena itu,keputusan partisipatif yang diambil pada tingkat sekolah
akan mendorong munculnya inisiatif dan kreativitas warga
sekolah.Pengambilan keputusan tidak bisa lagin mengandalkan kekuasaan
atas nama jabatan ,tetapi harus mengikut sertakan orang-orang yang punya
kaitan dengan penetuaan kepurtusan dengan langkah-langkah yang benar.
Langakh
langkah yang dilakukan antara lain adalah (1) meningkatkan peran serta
komite sekolah,tokoh masyarakat dalam manjemn sekolah untuk mendukung
kinerja sekolah,(2) program sekolah disusun bersama kepala sekolah
,guru,dan komite sekolah yang dilaksanakan dengan mengutamakan
kepentingan KBM,(3) menerapkan prinsip efektifitas dan efisien dalam
penggunaan sumber daya sekolah(anggaran,peresonal,dan fasilitas),(4)
kepala sekolah mampu mengambil keputusan sesuia dengan kebutuhan dan
kondisi lingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau
kebiasaan.(5) kepala sekolah,guru,konselor,karyawan sekolah,dan komite
menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada
masyarakat.dll.
4. Keterbukaan,Transparansi dan mengembangkan sikap Demokratis
Keterbukaan
dan transparan menggambarkan(1) tersedianya informasi yang memadai pada
setiap proses penyusunan dan pelaksanaan kebijakan ,(2) adanya skses
pada informasi cukup mudah dijangkau,bebas diperoleh dan tepat waktu
,(3) adanya peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan informasi,(4)
tersedianya pusat informasian layanan pendidikan seperti media
,webset,papan pengumuman ,dll.keterbukaan dan transparan yang demikian
ini memang masih belum tampak secara jelas pada kantor dinas pendidikan
kabupaten/kota dan juga pada stuan pendidikan.
Penerapan
Model MBS yang benar dan tepat akan dapat meningkatkan budaya
mutu.Dengan demikian transparan dapat ditegaskan sebagi kemampuan warga
untuk memperoleh dan mengerti informasi tentang pelayanan sekolah
,proses anggaran dan keputusan biaya.Kepala sekolah dapat
mengidentifikasih secara tepat siapa sebenarnya pembuat keputusan serta
apa peran mereka dalam pengambil keputusan.Demokrasi dalam pendidikan
dilihat dari sudut yang sederhana adalah pemberdayaan suara masyrakat
melalui perwakilannya pada organisasi komite sekolah pada tingkat
sekolah dan melalui dewan pendidikan pada tingkat kabupaten/kota .Kamus
besar bahasa indonesia (1996) mengemukakan demokrasi adalah gagasan atau
pandangan hidup yang mengutamakan perasaan ghak dan kewajiban serta
perlakuaan yang sama atau menjamin kemerdekaan dan persamaan
mengemukakan pendapat sebagai suatu keseluruhan yang utuh.Karena itu
mendemokrasikan adalah membuat suasana menjadi demokratis dalam proses
pembuatan dan kebijakan keputusan.
5. Akuntabilitas
Konsep
manajemen berbasisi sekolah adalah gagasan yang menempatkan kewenangan
pengelola sekolah dalam stu keutuhan entitas sistem untuk membuat
keputusan .Artinya, sekolah sebagi institusi sosial memiliki keweangan
mengambil keputusan dalam prespektif peran sekolah yang sesungguhnya.
Accuntability
berarti kewajiban pembuat keputusan untuk a.tanggapan atas kebutuhan
/hak pengguna jasa layanan pendidikan dan, b. kemampuaan pengguna jasa
untuk meminta pertanggung jawaban kepada pembuat kebijakan atau menejer
ats janji atau keputusan mereka.Setiap anggota didorong untuk terbuka
,kreatif,inovatif sehingga memungkinkan mencapai visi dalam sistem
sekolah.Akuntabilitas sekolah berkaitan dengan adanya pengguna dana yang
dikeluarkan dan hasil atau dampak yang diperoleh dari kegiatan yang
dilaksanakan dengan dana tersebut.
Akuntabilitas
menunjukan adanya tanggung gugat yaitu(1) adanya kesesuaiaan antara
pelaksana dengan standar prosedur pelaksanaan.(2) adanya sangsi yang
disepakati atas kesalahan atau kelalaian atas pelaksanaan dan ,(3)
adanya mekanisme pertanggung jawaban ,laporan secara berkala,laporan
pertanggung jawaban ,sistem pengawasan ,sistem reward dan punishemt.
C. Pendekatan Sistem dalam Manajemen Pendidikan
Sistem
pendidikan dindonesia yang berkaitan dengan Menejement kelembagaan
telah diatur dalam berbagi peraturan dan perundang –undangan seperti
UUSPN No.20 tahun2003 dan PP No. 19 tahun 2005 serta peraturan
pemerintah yang menyertainya.Mengenai guru dan dosen diatur dalam UU No.
14 tahun 2005 serta peraturan pemerintah yang menyertainya.Semua
peraturan dan perundan-undangan ini membimbing manajemen pendidikan dan
manajemen sekolah kerah yang lebih berkualitasa dan
komperatif.Membimbing tenaga pendidik dan tenaga kependidikan menjadi
lebih profesioanal melaksanakan tugas dan tanggungjwabnya.
Sistem
sebagi satu kesatuan item yang berinteraksi atau tergantung satu sama
lain dalam bentuk kesatuaan yang utuh semakin penting dipahami berkaitan
dengan implementasi MBS[7]
di sekolah.Karena, sistem merupakan hubungan yang khas diidentifikasih
sifatnya harmonis dan terpadu dalam struktur organisasi antara sekolah
dan dinas pendidikan ,sekolah dengan masyarakat sekitar ,dan internal
sekolah itu sendiri.Karena tiap sub sistem mempunyai interaksi,maka
setiap sistem harus ada dan didukung oleh sub sistembaik intern maupun
ekstern.Sehingga mekanisme sistem berjalan normal dan diharapkan dapat
mengarah kemanjamen sekolah dan layanan belajar yang lebih baik.Para
pemimpin pendidikan pada pemerintah kabupaten/kota,kepala sekolah dan
guru mempunyai kesatuaan pemahaman dan presepsi terhadap strategi dan
sistem yang digunakan dalam penerapan MBS.
1. Evaluasi Diri Mengukur potensi
Perkembangan
ilmiah manajemen pendidikan adalah kemampuaan mengukur potensi dengan
melakukan evaluasi diri.Scheerens (2003:112) mengatakan perkembangan
ilmiah mengimbangi kecenderungan ini ,pada suatu sisi melalui perluasan
metodelogi evaluasi pendidikan ,dan sisi lain melalui konseptualisasi
dan penelitian efektifitas sekolah dan peningkatan mutu sekolah.Ada
empat kategori utama aktor evaluasi diri bagi lembaga sekolah (1)
kontraktor atau pengguna meski bukan satu-satunya kategori pengguna
pemberi dana dan pemrakarsa evaluasi (2) staf (personal) yang melakukan
evaluasi, (3) individu-individu dalam situasi obyek ,yang memberikan
data ,dan (4) klien atau pengguna atau audiens hasil evaluasi. Evaluasi
diri sekolah (school self avaluation)
adalah jenis evaluasi sekolah internal dimana kaum profesional yang
bertanggung jawab atas program atau pelayanan intin sekolah melakukan
evaluasi terhadap dirinya.
Tujuan
evaluasi diri mengupayakan untuk mengukur ketercapaiaan program
sekolah,yaitu sejauh mana kebijakan dapat diimplementasikan
.Implemetasi evaluasi diri dalam melaksanakan strategi penerapan program
sekolah yang menggunakan model MBS terkait dengan perorangan ,kepala
sekolah,guru ,tenaga kependidikan,pegawai,pembiayaan dan kondisi sekolah
itu sendiri bartitik tolak pada tujuan ,penguasaan keterampilan ,sikap
dan konsepo diri , kebiasaan, hasil dan proses.
2. Menjamin Kualitas Sekolah
Karakteristik
mutu pendidikan mencangkup input,proses,output,cost,proses belajar
mengajar,dan pelayanan.Persyaratan yang menjamin kualitas manajemen MBS
menurut Moharman(1993) adalah adanya kebutuhan untuk berubah dari
sebelumnya kearah yang lebih baik.Adanya redesain organisasi
pendidikan,dan proses perubahan sebagi proses belajar.Persyartan yang
harus dipenuhi dalam strategi penerapan MBS agar mampu menjamin kualitas
manajemen sekolah antara lain:
1. Sistem
pemilihan dan penempatan kepala sekolah dan guru atas dasar profesional
baik dari latar belakang pendidikan maupun pengalaman kerjanya.
2. Profesionalisasi
bukan hanya mengelola pada jenjang dan jenis pendidikan saja dalam
suatu sistem ,tetapi juga pemimpin kantor pendidikan tingkat
Departemen,provinsi,kabupaten/sekolah didukung oleh latar belakang
pendidikan yang relevan dengan bidang tuigasnya pada suatu sistem yang
kait mengait
3. Mengakomodir aspirasi orang tua peserta didik dan stakeholders
4. Dukungan dan partisiupasi yang kuat dari lingkungan masyarakat dan orang tua peserta didik
5. Kemampuan mengadakan.mengalokasikan dan menggunakan anggaran secara tepat atas dasar kebutuhan pembelajaran
6. Pelayanan belajar yang berkualitas
7. Kesejahteran guru dan personel sekolah yang memadai
8. Dan
perolehan hasil belajar yang tinggi diukur dari nilai kelulusan peserta
didikk menggunakan standar evaluasi yang dipersyratkan.
Implementasi
MBS tentu perlu memperhatikan kemungkinan-kemungkinan negatif maupun
positif bagi sekolah untuk mau mengadopsinya.Martimore(1991:9)
mengemukakan manajemen berbasis sekolah jika diterapkan dengan tepat
dapat membuat sekolah menjadi efektif dan berkualitas yang mampu
mendorong belajar bagi semua peserta didik baik yang “fast leaners”
maupun yang “slow leaners”(suyanto,2001)
.Sekolah yang tidak efektif hanya mampu mendorong belajar peserta didik
pandai saja,sebaliknya peserta didik yang kurang beruntung(slow learns) tidak akan mendapatkan kemempuaan untuk berkembang secara optimal secara kemampuaannya.
Tujuan
evaluasi diri mengupayakan untuk mengukur ketercapaiaan program
sekolah,yaitu sejauh mana kebijakan dapat diimplementasikan
.Implemetasi evaluasi diri dalam melaksanakan strategi penerapan program
sekolah yang menggunakan model MBS terkait dengan perorangan ,kepala
sekolah,guru ,tenaga kependidikan,pegawai,pembiayaan dan kondisi sekolah
itu sendiri bartitik tolak pada tujuan ,penguasaan keterampilan ,sikap
dan konsepo diri , kebiasaan, hasil dan proses.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tujuan
Implementasi MBS meningkatkan lingkungan belajar bagi guru dan
lingkungan belajar bagi peserta didik yang kondusif bagi pembelajar
sekaligus meningkatkankan mutu lulusan atau output.Bagaimana MBS itu di
implementasikan penting menjadi kajian, oleh karena itu pembahasan pada
bagian ini fokus kenapa manajemen berbasis sekolah menjadi
pilihan..Pembahasan ini meliputi prinsip dan esensi MBS dab
karakteristik manajemen berbasis sekolah
Pada
intinya kenapa manajemen berbasis sekolah menjadi pilihan adalah
manfaat implementasi MBS yang dipandang mampu meningkatkan kinerja
sekolah layanan belajar semakin berkualitas,dan kepuasan masyarakat dan
kualitas pendidikan semakin meningkat.Dari uraiaan diatas dapat
ditegaskan bahwa tujuan MBS dapat meningkatkan kualitas sekolah melalui
poengembangan manjemen yang transparan ,pembelajaran aktif
–kreatif-efektif dan menyenangkan (PAKEM) dan peran serta masyarakat
dalam lingkungan sekolah yang sayang anak dan ramah anak dalam rangka
disentralisasi pendidikan dan otonomi penyelenggaraan sekolah
Kemitraan
antara sekolah dengan masyarakat akan dapat dilakukan jika(1) adanya
pemahaman dan presepsi yang sama antara pemerintah kabupaten/kota dinas
pendidikan ,dan sekolah tentang pola-pola kemitraan dengan pihak yang
berkepentingan ,(2) adanya lingkungan yang kondusif bagi masyarakat
khususnya pengusaha secara kelembagaan maupun individu melakukan
kemitraan dengan institusi pendidikan ,(3) terbukanya kesempatan bagi
swasta dan masyarakat berperan dalam menyediakan ruang yang cukup untuk
menjalin kemitraan dengan sekolah(4) pemberdayaan potensi satuaan
pendidikan dan potensi masyarakat melakukan kemitraan dan (5) peraturan
/kebijakan yang mendorong terciptanya kemitraan pemerintah-swasta dan
masyrakat dengan sekolah.
Sistem
pendidikan dindonesia yang berkaitan dengan Menejement kelembagaan
telah diatur dalam berbagi peraturan dan perundang –undangan seperti
UUSPN No.20 tahun2003 dan PP No. 19 tahun 2005 serta peraturan
pemerintah yang menyertainya.Mengenai guru dan dosen diatur dalam UU No.
14 tahun 2005 serta peraturan pemerintah yang menyertainya.Semua
peraturan dan perundan-undangan ini membimbing manajemen pendidikan dan
manajemen sekolah kerah yang lebih berkualitasa dan
komperatif.Membimbing tenaga pendidik dan tenaga kependidikan menjadi
lebih profesioanal melaksanakan tugas dan tanggungjwabnya.
Karakteristik
mutu pendidikan mencangkup input,proses,output,cost,proses belajar
mengajar,dan pelayanan.Persyaratan yang menjamin kualitas manajemen MBS
menurut Moharman(1993) adalah adanya kebutuhan untuk berubah dari
sebelumnya kearah yang lebih baik.Adanya redesain organisasi
pendidikan,dan proses perubahan sebagi proses belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.H.Syamsul Sagala,M.Pd.(2009).Kemampuan profesional guru dan tenaga kependidikan.Bandung:Alfabeta.
Prof.Dr.H.Nanag Fattaha(2007).Konsep manajemen berbasis sekolah dan dewan sekolah.bandung:Cv.pustaka Bani quraisy.
Pidarti,M.(1988).Manajemen Pendidikan indonesia.Jakarta:Bina Aksara
Rasyidin,W.(1992). Dasar-dasar kependidikan:Dasar Pengembangan sistem intruksional dalam pendidikan disekolah.Jakarta:Depdikbud.
Satori,Djaman ,1999,Manajemen Berbasis Sekolah (school Based Management),Basic Education Project ,Jawa Barat Bandung.
[1] Satori,Djaman ,1999,Manajemen Berbasis Sekolah (school Based Management ),Basic Education Project ,Jawa Barat Bandung hal-4
[2] Dr.H.Syaiful Sagala,M.Pd,2009,Kemampuaan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Hal 87-90.
[3] Prof.Dr.H.Nanang Fattah,(2007),Konsep Manajemen berrbasis sekolah dan Dewan sekolah. Hal 16
[4] Dr.H.Syaiful sagala,(2009).Kemampuaan profesional guru dan tenaga kependidikan. Hal.90-94
[5] Dr.H.Sayful Sagala ,M.Pd, Kemempuaan profesioan Guru dan Tenaga Kependidikan
[7] Pidarta ,M.(1988).Manajemen Pendidikan Indonesia .Jakarta :Bina Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar