MediaMuslim.Info – Al Qur’an yang
ada pada umat Islam saat ini, alhamdulillah, tidak berubah-ubah dan tidak
terusakan oleh musuh-musuh Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang ingin menghancurkan
satu-satunya Agama Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang mulia ini “Islam”. Dalam
upaya penjagaan terhadap isi Al-Qur’an, telah menoreskan sejarah panjang yang
perlu kita ketahui. Sejarah penulisan dan penghimpunan Al Qur’an dapat dibagi
secara metodelogi sejarah menjadi tiga periode.
Periode pertama
Periode pertama terjadi pada masa Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam, dengan lebih banyak berpegang kepada hafalan ketimbang tulisan. Masa itu para sahabat terkenal memiliki daya ingat yang kuat dan hafalan yang cepat, tetapi sedikit yang mampu menulis, sarananya pun jarang. Ayat-ayat Al Qur’an ketika itu tidak dihimpun dalam satu mushaf, bahkan setiap kali turun para sahabat menghafalkannya langsung, dan menuliskannya pada media yang mudah didapat, seperti pelepah kurma, lembaran kulit, pecahan batu, dan sebagainya. Para qurra’ lebih banyak jumlahnya.
Periode pertama terjadi pada masa Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam, dengan lebih banyak berpegang kepada hafalan ketimbang tulisan. Masa itu para sahabat terkenal memiliki daya ingat yang kuat dan hafalan yang cepat, tetapi sedikit yang mampu menulis, sarananya pun jarang. Ayat-ayat Al Qur’an ketika itu tidak dihimpun dalam satu mushaf, bahkan setiap kali turun para sahabat menghafalkannya langsung, dan menuliskannya pada media yang mudah didapat, seperti pelepah kurma, lembaran kulit, pecahan batu, dan sebagainya. Para qurra’ lebih banyak jumlahnya.
Dalam shahih bukhari diriwayatkan
dari Anas bin Malik, bahwa Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam mengutus 70 orang
yang disebut sebagai para qurra’. Di tengah perjalanan mereka dihadang oleh
sekelompok Bani Salim Ra’I dan Dzakwan dekat sumur Ma’unah. Mereka semuanya
dibunuh para penghadang tersebut.
Diantara para sahabat penghafal Al
Qur’an ialah: empat khulafa’ rasyidin, Abdullah bin Mas’ud, Salim Maula Abi
Hudzaifah, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abu Darda’, dan
lainnya.
Periode kedua
Periode kedua terjadi pada masa kekhalifahan Abu Bakar, yaitu tahun ke-12 H. Yang melatar belakangi prakarsa pada peiode kedua ini adalah terbunuhnya sejumlah qurra’ dalam peperangan Yamamah. Di antara mereka terdapat nama Slaim Maula Abi Hudzaifah, salah seorang yang dinyatakan Nabi boleh diambil ilmu-ilmu Al Qur’annya.
Periode kedua terjadi pada masa kekhalifahan Abu Bakar, yaitu tahun ke-12 H. Yang melatar belakangi prakarsa pada peiode kedua ini adalah terbunuhnya sejumlah qurra’ dalam peperangan Yamamah. Di antara mereka terdapat nama Slaim Maula Abi Hudzaifah, salah seorang yang dinyatakan Nabi boleh diambil ilmu-ilmu Al Qur’annya.
Abu Bakar memerintahkan untuk
mengumpulkan Al Qur’an. Dalam shahih Bukhari diriwayatkan bahwa setelah perang
Yamamah, Umar bin Khaththab pernah mengisyaratkan kepada Abu Bakar agar
melakukan penghimpunan Al Qur’an. Abu Bakar sementara waktu belum melakukannya,
namun Umar terus mendesaknya berulang kali, hingga Alloh Subhanahu wa Ta’ala
melapangkan dada Abu Bakar. Beliaupun memanggil Zaid bin Tsabit, kedia Zaid
datang di tempat itu hadir pula Umar, Abu Bakar mengatakan kepadanya:
“Sesungguhnya engkau adalah pemuda yang cerdik, kami tidak pernah menuduhmu
sesuatupun, dan engkau dahulu penulis wahyu Rasulullah, maka periksalah Al
Qur’an yang ada sekarang ini, dan himpunkanlah.”. Zaid menceritakan dirinya:
“Kemudian saya memeriksa Al Qur’an, dang mengumpulkannya dari pelepah-pelepah
kurma, pecahan-pecahan tulang, dan hafalan-hafalan orang lain.”. Setelah
terkumpul, Al Qur’an tersebut dipegang Abu Bakar sampai beliau wafat. Kemudian
dipegang oleh Umar bin Khaththab, dan dilanjutkan oleh Hafshah binti Umar. Hadits
yang panjang ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Kaum muslimin sepakat atas hasil
usaha Abu Bakar ini, dan menggolongkannya termasuk amal kebajikan beliau. Ali
bin Abi Tholib mengatakan: “Orang yang terbanyak kebajikannya terhadap mushaf
adalah Abu Bakar, beliaulah yang pertama menghimpun Kitab Alloh Subhanahu wa
Ta’ala”.
Periode ketiga
Periode ketiga ini terjadi pada masa khalifah Utsman bin Affan, tahun 25 H. yang melatar belakanginya adalah ketika diketahui perbedaan bacaan (qiro-at) di kalangan umat Islam, lantaran berkembangnya mushaf-mushaf yang ada pada para sahabat. Melihat kekhawatiran terjadinya fitnah, khalifah Utsman mengintruksikan agar mushaf-mushaf tersebut disatukan agar umat Islam tidak berbeda lagi ketika membaca Al Qur’an yang bisa menyebabkan perpecahan.
Periode ketiga ini terjadi pada masa khalifah Utsman bin Affan, tahun 25 H. yang melatar belakanginya adalah ketika diketahui perbedaan bacaan (qiro-at) di kalangan umat Islam, lantaran berkembangnya mushaf-mushaf yang ada pada para sahabat. Melihat kekhawatiran terjadinya fitnah, khalifah Utsman mengintruksikan agar mushaf-mushaf tersebut disatukan agar umat Islam tidak berbeda lagi ketika membaca Al Qur’an yang bisa menyebabkan perpecahan.
Dalam shahih Bukhari diriwayatkan,
setelah pembebasan Armenia dan Azerbaijan, Hudzaifah bin Yaman mendatangi
Utsman bin Affan. Hudzaifah dikejutkan oleh perbedaan-perbedaan umat Islam
dalam membaca Al Qur’an. Beliau katakan kepada Utsman: “Satukanlah umat ini
sebelum mereka bercerai-berai laksana berpecahnya Yahudi dan Nasrani”. Lantas
Utsman mengutus kepada Hafshah untuk menyampaikan pesan beliau yang berbunyi:
“Serahkan kepada kami seluruh lembaran-lembaran Al Qur’an yang ada padamu, untuk
kami pindahkan dalam suatu mushaf. Dan pasti lembaran-lembaran itu akan kami
kembalikan lagi kepadamu”. Hafshah pun melaksanakannya. Kemudian Utsman
memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Al Ash, dan
Abdurrahman bin Harits bin Hisyam supaya memindahkan isi lembaran-lembaran
tersebut ke dalam mushaf. Zaid bin Tsabit merupakan orang Anshar, sedang tiga
orang lainnya dari kaum Quraisy. Utsman menekankan kepada tiga orang tersebut:
“Bila kamu bertiga dan Zaid berbeda tentang sesuatu dari Al Qur’an, maka
tulislah Al Qur’an dengan bahasa kaum Quraisy, karena ia diturunkan dengan
bahasa mereka”. Para penghimpun tersebut melaksanakan penekanan Utsaman hingga
seluruh lembaran-lembaran itu selesai dipindahkan ke dalam mushaf, dan lembaran-lembaran
itupun dikembalikan lagi kepada Hafshah. Setiap bagian kawasan Islam ketika itu
diberi satu mushaf sebagai standar. Utsman setelah itu memerintahkan selain
mushaf standar ini agar dimusnahkan.
Utsman bin Affan tidak melakukan
penghimpunan Al Qur’an ini berdasarkan kemauannya sendiri, melainkan setelah
mengadakan musyawarah dengan para sahabat lainnya.
Ibnu Abi Daud meriwayatkan dari Ali
bin Abi Tholib, beliau berkata: “Demi Alloh Subhanahu wa Ta’ala, tidaklah
Utsman berbuat ini kecuali di hadapan kami (kalangan sahabat). Beliau berkata:
“Saya bermaksud menyatukan manusia (umat Islam) dalam satu mushaf, hingga tidak
terjadi lagi perpecahan dan perbedaan”. Kami menjawab: “Alangkah bagusnya yang
kau usulkan itu”.
Kata Mush’ab bin Sa’d: “Saya melihat
manusia jumlahnya banyak sekali ketika Utsman membakar mushaf-mushaf (selain
satu mushaf yang telah disatukan). Mereka dikagumkan oleh keputusan Utsman”.
Atau dengan kata lain: Tidak ada yang mengingkari hal itu, walaupun satu orang
(dari kalangan sahabat). Keputusan ini merupakan kebajikan Amirul Mukminin
Utsman bin Affan yang disepakati oleh kaum muslimin, serta penyempurnaan atas
penghimpunan yang telah dilakukan oleh khalifah Abu Bakar.
Yang membedakan antara kedua jenis
pengimpunan ini (periode dua dan tiga) adalah:
1.
Tujuan penghimpunan pada masa Abu Bakar merangkul seluruh Al Qur’an dalam satu mushaf agar tidak ada yang hilang sedikitpun, tapi tidak mengharuskan umat Islam atas satu mushaf, karena belum tampak pengaruh perbedaan qiro-at yang bisa menimbulkan perpecahan.
2.
Sementara tujuan penghimpunan Al Qur’an pada masa Utsman adalah menyatukan Al Qur’an seluruhnya pada satu mushaf, melihat kekhawatiran pertentangan qiro-at di kalangan umat Islam yang bisa memecah-belah mereka.
Tujuan penghimpunan pada masa Abu Bakar merangkul seluruh Al Qur’an dalam satu mushaf agar tidak ada yang hilang sedikitpun, tapi tidak mengharuskan umat Islam atas satu mushaf, karena belum tampak pengaruh perbedaan qiro-at yang bisa menimbulkan perpecahan.
2.
Sementara tujuan penghimpunan Al Qur’an pada masa Utsman adalah menyatukan Al Qur’an seluruhnya pada satu mushaf, melihat kekhawatiran pertentangan qiro-at di kalangan umat Islam yang bisa memecah-belah mereka.
Dengan upaya Utsman bin Affan ini,
tampak kemaslahatan umum kaum muslimin lebih terealisir ketika mereka dapat
bersatu di bawah satu kalimat, dan perpecahan serta permusuhan dapat dielakkan.
Bukti bersatunya kaum muslimin
sampai kini mereka masih tetap berpegang pada mushaf Al Qur’an standar tersebut
secara mutawatir, selalu mempelajarinya dan tidak pernah sedikit pun jatuh ke
tangan para perusak, tersentuh hawa nafsu. Sungguh, segala puji milik Alloh
Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan langit, bumi, dan seluruh alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar