Cari Blog Ini

Senin, 09 Januari 2012

IMPLEMENTASI METODE KONTEMPORER DALAM PEMBELAJARAN AL QUR’AN (Studi Komparatif Metode Iqra’ dengan Metode Tilawati)


IMPLEMENTASI METODE KONTEMPORER DALAM PEMBELAJARAN AL QUR’AN
(Studi Komparatif Metode Iqra’ dengan Metode Tilawati)

SKRIPSI

Oleh:

FIRMANDINI ISLAMY

02110138







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
Desember, 2006

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al Qur’an merupakan Kitab Suci yang diturunkan oleh Allah s.w.t kepada Nabi Muhammad s.a.w sebagai mu’jizat dan salah satu rahmat yang tiada taranya bagi alam semesta. Allah s.w.t. menurunkan KitabNya yang kekal Al Qur’an-agar dibaca oleh lidah-lidah manusia, didengarkan oleh telinga mereka, ditadaburi oleh akal mereka, dan menjadi ketenangan bagi hati mereka.[1] Selain itu Al Qur’an juga merupakan petunjuk kepada jalan yang benar/lurus. Sebagaimana yang tertuang dalam firman Allah Q.S. Al Isro’ ayat 9, yang berbunyi:
إنَّ هذا القرآنَ يَهْدِيْ للتيْ هِيَ أقوَمُ ويُبَشرُ المُؤْمنيْنَ الذيْنَ يَعْملوْنَ الصَّالِحَاتِ أنَّ لهُمْ أجْرًا كَبيْرًا (الإسراء:   )
Artinya: “Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal sholeh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (Q.S Al Isro’: 9) [2]
            Mengingat demikian pentingnya peran Al Qur’an dalam membimbing dan mengarahkan kehidupan manusia, maka belajar membaca, memahami dan menghayati Al Qur’an untuk kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari merupakan kewajiban bagi setiap insan muslim. Namun sayangnya, fenomena yang terjadi saat ini tidaklah demikian. Masih banyak kaum muslim baik dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua belum dapat membaca dan menulis huruf Al Qur’an (buta huruf Al Qur’an). Keadaan yang demikian inilah menimbulkan keprihatinan khususnya bagi muslimin di Indonesia.
            Hal tersebut disebabkan bukan karena minimnya lembaga-lembaga pendidikan Al Qur’an (TPA/TPQ), akan tetapi kurangnya peran serta maupun perhatian dari masyarakat. Khususnya dalam hal ini adalah orang tua yang seharusnya bertanggung jawab memberikan pembelajaran Al Qur’an kepada putra-putrinya sejak dini, karena orang tua adalah komponen yang bersinggungan langsung dengan anak. Selain adanya faktor eksternal tersebut, masih ada pula faktor internal yang dapat menghambat atau menjadi masalah dalam usaha untuk menciptakan generasi yang bebas dari buta huruf Al Qur’an. Yaitu tidak adanya tekad, semangat (ghiroh) ataupun keinginan dari dalam diri untuk belajar membaca dan menulis Al Qur’an. Padahal dalam aktifitas kita sehari-hari (ritual keagamaan) tidak lepas dari bacaan-bacaan Al Qur’an, misalnya saja bacaan sholat (surat-surat pendek), dzikir, bacaan-bacaan do’a untuk menghindarkan diri dari segala mara bahaya, serta bacaan tahlil dan yasin. Oleh karena itu hendaknya para orang tua menyisihkan waktunya untuk memantau perkembangan kegamaan anak serta mendidik anak untuk mengenal agama sedini mungkin. 
Sehubungan dengan hal tersebut Muhammad Tholhah Hasan mengutip pernyataan dari Prof. Muhyi Hilal Sarhan, yang menyatakan bahwa:
Agama Islam memberikan perhatian besar terhadap anak-anak pada periode ini (umur 1-5 tahun) mengingat akibatnya yang besar dalam hidup kanak-kanak baik dari segi pendidikan, bimbingan serta perkembangan jasmaniyah maupun infialiyahnya dan pembentukan sikap serta prilaku mereka dimulai pada periode ini dan bahkan pada umur 2 tahun mereka telah meletakkan suatu dasar untuk perkembangan mereka selanjutnya”.[3]
Zakiah Daradjat juga menyatakan bahwa “perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) umur 0-12 tahun”.[4] Hal tersebut senada dengan sabda Nabi s.a.w.:
اطلب العلم من المهد الى اللحد
Artinya: “Belajarlah (carilah ilmu) sejak engkau dalam buaian (ayunan) sampai ke liang lahat.” [5]
Maksudnya, “semua apa saja yang dipelajari anak di waktu kecil mempunyai kesan/pengaruh yang amat dalam baginya dan sulit untuk dihilangkan, kalaupun ingin dihilangkan harus dengan melalui proses yang lama”.[6]
            Untuk mengantisipasi ataupun meminimalisir buta huruf Al Qur’an, kita sebagai umat Rasulullah s.a.w hendaknya dapat melakukan langkah-langkah positif untuk mengembangkan pembelajaran Al Qur’an. Dan juga untuk membangkitkan semangat (ghiroh) dan tekad saudara kita khususnya kaum muslim yang belum dapat baca tulis Al Qur’an untuk belajar lebih giat lagi dalam memahami serta mentadaburi kandungan-kandungan Al Qur’an baik yang tersurat maupun yang tersirat. Misalnya dengan menggunakan metode serta tehnik belajar baca tulis Al Qur’an yang sesuai, praktis, efektif dan efisien.
            Dan seperti yang telah diketahui bahwasannya di Indonesia banyak terdapat metode-metode yang digunakan dalam rangka pembelajaran Al Qur’an. Misalnya; metode Qa’idah Baghdadiyah, metode Jibril, metode Iqra’, metode Qiro’ati, metode Al Barqy, metode Tilawati, dan masih banyak lagi yang lainnya. Maka tugas seorang pendidik, guru, ustadz/ustdzah-lah untuk menentukan metode yang tepat agar peserta didik dapat lebih mudah untuk belajar baca tulis Al Qur’an.
            Berkenaan dengan penggunaan metode-metode pembelajaran Al Qur’an tersebut, pada awalnya Madrasah Diniyah Al Husna menggunakan metode Iqra’ yang kemudian dipadukan dengan metode yang baru saja disosialisasikan yaitu metode Tilawati. Dimana masing-masing metode tersebut terdiri dari beberapa jilid yang ditambah dengan buku panduan ghorib dan musykilat (bacaan-bacaan yang dianggap sulit). Maka dengan perpaduan dua metode tersebut diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran Al Qur’an, atau bahkan dapat menemukan inovasi (pembaharuan) dengan cara membandingkan kedua metode tersebut.   
            Dengan demikian apabila pembelajaran Al Qur’an dengan menggunakan metode yang sesuai dapat diterapkan secara konsekuen, diharapkan target dalam memberantas buta huruf Al Qur’an dan serta menciptakan generasi Qur’ani dapat terwujud. Maka dari pokok permasalahan yang telah dipaparkan di atas, penulis terdorong untuk mengadakan penelitian mengenai ”Implementasi Metode Kontemporer Dalam Pembelajaran Al Qur’an” (Studi Komparatif Metode Iqra’ dengan Metode Tilawati).


B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, serta agar penelitian dapat mencapai hasil yang diharapkan, maka dapat penulis rumuskan permasalahan pokok sebagai berikut:
1.      Bagaimana implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati dalam pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
2.      Apa persamaan serta perbedaan implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
3.      Apa faktor-faktor yang mendukung serta menghambat implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
C.    Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian, tentunya memiliki tujuan yang digunakan sebagai pedoman dan tolak ukur dari suatu penelitian. Sehingga dalam penelitian ini juga mempunyai tujuan yang berdasarkan dari rumusan masalah yang telah diuraikan di atas. Adapun tujuan penelitiannya adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati dalam pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
2.      Untuk mengetahui persamaan serta perbedaan implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung serta menghambat implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
D.    Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi (sumbangsih) kepada masyarakat luas, khususnya bagi umat muslim yang masih belum bisa baca tulis Al Qur’an (buta huruf Al Qur’an). Dan adapun manfaat dari penelitian ini antara lain yaitu:
1.      Bagi Lembaga (Madrasah)
Memberikan kontribusi dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
2.      Bagi Guru (ustadz/ustadzah)
Dapat menambah wawasan para ustadz/ustadzah dalam menggunakan berbagai metode pembelajaran Al Qur’an, meningkatkan profesionalisme dalam pembelajaran Al Qur’an serta kreatifitas dan inovatif dalam memilih metode pembelajaran Al Qur’an
3.      Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam pengembangan metode pembelajaran Al Qur’an yang variatif dan merupakan wujud aktualisasi dari peneliti sebagai mahasiswa sebagai bentuk pengabdiannya terhadap lembaga pendidikan
4.      Bagi Khalayak Umum
Sebagai sarana da’wah/syi’ar kepada masyarakat dalam rangka memberantas buta huruf Al Qur’an, serta sebagai bahan informasi yang bermanfaat guna menuju jalan yang diridhoi Allah s.w.t.

5.      Bagi Wali Santri (Orang Tua)
Sebagai media untuk mempererat jalinan tali kasih sayang berupa dukungan, semangat dan perhatian orang tua kepada putra-putrinya guna mencetak generasi yang shalih dan shalihah.
E.     Batasan Penelitian
Dalam hal ini penulis membatasi obyek penelitiannya yang telah disesuaikan dengan tujuan penelitian, sehingga penyajian analisa dapat ditulis dengan tepat. Maka penulis membatasi obyek penelitian ini yang berkisar pada:
1.      Memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran Al Qur’an dengan menggunakan metode Iqra’ dan metode Tilawati
2.      Pencarian informasi tentang persamaan dan perbedaan antara metode Iqra’ dan metode Tilawati
3.      Pencarian informasi terhadap faktor-faktor yang dapat mendukung serta menghambat pada implementasi pembelajaran Al Qur’an dengan menggunakan metode Iqra’ dan metode Tilawati
F.     Sistematika Pembahasan
Di dalam setiap penulisan skripsi tentunya disajikan sistematika pembahasannya guna memberikan gambaran yang jelas mengenai isi penelitian, demikian halnya dengan skripsi yang berjudul ”Implementasi Metode Kontemporer Dalam Pembelajaran Al Qur’an” (Studi Komparatif Metode Iqra’ dengan Metode Tilawati). Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang berfungsi sebagai pengantar informasi penelitian. Dalam pendahuluan ini penulis menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan sistematika pembahasan.
            Bab Kedua, berisi tentang kajian teoritis yang membahas tentang pengertian metode kontemporer dalam pembelajaran Al Qur’an, tinjauan tentang metode Iqra’ serta tinjauan tentang metode Tilawati, dan perbandingan antara metode Iqra’ dan Tilawati.
Bab Ketiga, berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, serta tahap-tahap penelitian.
Bab Keempat, berisi tentang hasil penelitian yang berisi tentang kajian empiris yang menyajikan hasil penelitian lapangan; antara lain berisi tentang latar belakang obyek yang meliputi letak geografis, sejarah berdirinya, struktur organisasi, keadaan ustadz/ ustadzah, keadaan santri, sarana prasarana, dan kurikulum, serta penyajian dan analisis data.
Bab Kelima, berisi tentang temuan dan pembahasan yang menyajikan hasil penelitian lapangan yang nantinya akan dipadukan dengan teori yang ada
Bab Keenam, adalah bab penutup yang mengemukakan kesimpulan hasil penelitian dan saran yang berkaitan dengan realitas hasil penelitian, demi pencapaian keberhasilan tujuan yang diharapkan

BAB II
KAJIAN TEORI
A.    Tinjauan Tentang Metode Kontemporer dalam Pembelajaran Al Qur'an
1.      Pengertian Metode Kontemporer dalam Pembelajaran Al Qur'an
Tidak diragukan lagi bahwa Al Qur’an mempunyai peranan penting bagi pendidikan seorang muslim agar menjadi generasi yang Qur’ani. Melalui Al Qur’an pula, mata manusia dapat terbuka lebar agar mereka meyakini jati diri dan hakekat keberadaan mereka di muka bumi ini. Dan seiring dengan urgensi (pentingnya) peran Al Qur’an tersebut para tokoh pendidikan Islam berlomba-lomba dalam menciptakan metode-metode baru yang mudah, cepat, efektif dan efisien dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an.
Sebelum membahas tentang metode kontemporer dalam pembelajaran Al Qur’an, terlebih dahulu diuraikan tentang pengertian dari istilah tersebut. Pertama-tama akan diuraikan tentang pengertian metode kontemporer, yang terdiri dari dua suku kata yaitu ”metode” dan ”kontemporer”. Menurut Nur Uhbiyati,
Kata metode berasal dari bahasa latin ’meta’ yang berarti melalui, dan ’hodos’ yang berarti jalan atau ke atau cara ke. Dalam bahasa Arab metode disebut ’tariqah’ artinya jalan, cara, sistem, atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengatur suatu cita-cita[7]
Selaras dengan pengertian metode tersebut, M. Sastrapradja dalam Kamus Istilah Pendidikan dan Umum menyebutkan bahwa metode adalah ”cara yang telah diatur dan dipikirkan baik-baik untuk menyampaikan suatu maksud atau tujuan”.[8] Sama halnya dengan pengertian metode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang menyatakan bahwa metode adalah ”cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud”.[9]
Selain itu ada beberapa definisi lagi yang dikemukakan oleh para ahli, sebagai berikut:
1.      Mohammad Athiyah al-Abrasy mendefinisikan metode sebagai jalan yang kita ikuti untuk memberi paham kepada murid-murid dalam segala macam pelajaran, jadi metode adalah rencana yang kita buat untuk diri kita sebelum kita memasuki kelas.
2.      Prof. Abd. Al-Rahim Ghunaimah menyebut metode sebagai cara-cara yang diikuti oleh guru untuk menyampaikan sesuatu kepada anak didik.
3.      Edgar Bruce Wesley mendefinisikan metode sebagai kegiatan terarah bagi guru yang menyebabkan terjadi proses belajar-mengajar, hingga pengajaran menjadi berkesan.[10]
Sedangkan Kontemporer, menurut W.J.S. Poerwadarminta berarti ”sewaktu; semasa; pada waktu/masa yang sama; pada masa kini; dewasa ini”.[11] Senada dengan pengertian kontemporer menurut Drs. Saliman dan Drs. Sudarsono yang berarti ”masa kini”.[12]
Dari uraian tersebut, yang dimaksud dengan metode kontemporer yaitu suatu cara yang ditempuh pada masa kini (modern) untuk mencapai suatu tujuan atau cita-cita yang diharapkan.
Selanjutnya tentang pengertian pembelajaran Al Qur’an, juga terdiri dari dua suku kata, yaitu ”pembelajaran” dan ”Al Qur’an”. Pembelajaran berasal dari kata ”belajar” yang mendapat awalan pem- dan akhiran –an. Dimana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ”keduanya (pem-.....-an) merupakan konfiks nominal yang bertalian dengan prefiks verbal meng-, yang mempunyai arti proses”.[13] Maka sesuai dengan pernyataan tersebut jika kata belajar mendapat imbuhan serta akhiran (pem-.....-an) maka dapat diartikan sebagai proses belajar.
Kemudian ada beberapa batasan mengenai pengertian belajar, antara lain:
a.       Dalam belajar ada tingkah laku yang timbul atau berubah, baik tingkah laku jasmaniah maupun rohaniah
b.      Perubahan itu terjadi karena pengalaman (menghadapi situasi baru) dan latihan
c.       Perubahan tingkah laku yang bukan karena latihan (pendidikan) tidak digolongkan belajar
d.      Belajar menyangkut perubahan dalam suatu organisme sebagai hasil pengalaman, hal ini berarti bahwa belajar membutuhkan waktu.[14]
Sedangkan definisi Al Qur’an menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan oleh Dr. Subhi Al Shalih ”yang berasal dari kata qara’a dan berarti bacaan”.[15] Al Qur’an juga dapat didefinisikan sebagai ”kalam Allah s.w.t. yang ditrunkan (diwahyukan) secara mutawatir, yang ditulis di mushaf dan membacanya adalah ibadah”.[16]
Dari beberapa definisi tentang metode, kontemporer, pembelajaran serta Al Qur’an yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai definisi dari metode kontemporer dalam pembelajaran Al Qur’an. Yaitu suatu cara masa kini (modern) yang digunakan/ditempuh dalam rangka perubahan tingkah laku peserta didik dengan melalui suatu proses guna mengetahui, mengerti, serta memahami isi kandungan kalam Ilahi (Al Qur’an). Atau bisa juga didefinisikan sebagai suatu cara modern yang digunakan dalam rangka mengetahui, mengerti, serta memahami mu’jizat Allah s.w.t. yang paling besar yaitu Al Qur’an.
2.      Urgensi Pembelajaran Al Qur'an
Setiap insan di dunia membutuhkan pedoman (pegangan) dalam hidupnya guna mencapai tujuan akhir yang bahagia baik di dunia maupun setelah ia meninggalkan dunia. Dan Allah menurunkan mu’jizatNya kepada Nabi Muhammad s.a.w. berupa wahyu yang telah dibukukan yaitu Al Qur’an, yang berisi tentang petunjuk jalan yang lurus dan benar serta yang diridhoi oleh Allah s.w.t.. Oleh karena itu agama Islam memerintahkan kepada semua umatnya untuk mengajarkan dan mempelajari kitab suci Al Qur’an, karena Al Qur’an adalah sumber dari segala ajaran Islam yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, juga memberikan rahmat serta hidayah bagi umat manusia.
Dan bukti bahwa Al Qur’an mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, maka H. Oemar Bakry mengklasifikasikan kandungan pokok Al Qur’an menjadi 10 aspek, antara lain:
1.      Al Qur’an
2.      Keimanan
3.      Ibadah
4.      Perkawinan
5.      Sains dan Teknologi
6.      Kesehatan
7.      Ekonomi
8.      Kemasyrakatan / Kenegaraan
9.      Budi Pekerti Luhur
10.  Sejarah [17]
Melihat betapa banyaknya kandungan serta pentingnya Al Qur’an bagi kehidupan manusia, maka hendaknya pendidikan dan pembelajaran Al Qur’an lebih diutamakan. Bahkan menurut pengungkapan Ibnu Khaldun, ”di daerah Andalusia kurikulum pendidikan anak ditekankan pada aspek Al Qur’an, karena Al Qur’an merupakan sumber ilmu, bahkan di negara-negara Afrika pun lebih mementingkan pendidikan Al Qur’an dan menghafalnya daripada pelajaran yang lain”.[18]
Dari paparan tersebut maka hendaknya pembelajaran Al Qur’an dilaksanakan sejak usia dini. Pendidikan Agama Islam dalam hal ini pembelajaran Al Qur’an bagi anak sangatlah penting dan menjadi tuntunan dan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi untuk menyelamatkan mereka dari ancaman modernisasi dan westernisasi yang penuh dengan kedholiman dan kemudhorotan. Oleh karena itu, diperlukan bimbingan yang bijaksana dan baik dari orang tua maupun dari para pendidik, agar ketika dewasa nanti anak tidak merasa canggung dan ketakutan dalam mengarungi serta mengahadapi pengalaman-pengalaman baru. Pentingnya pembinaan keagamaan tersebut adalah sebagai usaha yang bersifat preventif (pencegahan), misalnya dengan upaya pemecahan masalah (problem solving) terhadap kenakalan anak atau remaja salah satunya dengan cara mengadakan pembinaan mental keagamaan. Selain itu juga sebagai suatau usaha kuratif (perbaikan) terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada. Akan tetapi, bukan berarti selain anak-anak (remaja dan orang dewasa) tidak membutuhkan pembelajaran Al Qur’an, karena Al Qur’an diwahyukan dan diturunkan untuk semua golongan tanpa mengenal usia, status, dan jenis kelamin.
Melihat demikian pentingnya atau urgensi dari pembelajaran Al Qur’an tersebut bagi kehidupan manusia, Rasulullah s.a.w. sampai mengumpakan antara Al Qur’an dengan manusia adalah ”seperti perumpamaan bumi dengan hujan, pada saat bumi mati Allah mengirimkan hujan yang lebat sehingga bumi menjadi tumbuh dan subur serta Allah mengeluarkan apa-apa yang ada di perut bumi berupa kebutuhan manusia maupun binatang-binatang ternak, demikian juga yang dilakukan Al Qur’an kepada manusia”.[19]
Selain itu dengan membaca Al Qur’an ”yang disertai perenungan, pendalaman, dan tadabbur merupakan satu dari sekian banyak sebab kebahagiaan dan kelapangan hati, sehingga Allah s.w.t. menyifati Kitab-Nya sebagai petunjuk, cahaya, dan penawar atas semua yang ada di dalam dada serta sebagai rahmat”.[20] Sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah s.w.t. Q.S. Yunus ayat 57, yang berbunyi:
ياايهَا النا سُ قدْ جاءَ تكمْ مَوْعِظَة مّنْ ر بكمْ وشفا ءٌ لماَ فِىالصّدُوروهُدًى وَّرَحْمَة للمُؤمنيْنَ (يونس :     )
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”    (Q.S Yunus: 57) [21]
            Mengingat urgensi (pentingnya) pembelajaran Al Qur’an bagi umat manusia khususnya umat Islam, dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama RI Nomor 128 Tahun 1982/44A secara eksplisit ditegaskan “bahwa umat Islam agar selalu berupaya meningkatkan kemampuan baca tulis Al Qur’an dalam rangka peningkatan penghayatan dan pengamalan Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari”.[22]  Juga karena dari pembelajaran Al Qur’an tersebut dapat diambil kandungan, hikmah serta ilmu yang tiada bandingannya. Karena pembelajaran Al Qur’an memiliki keterkaitan erat dengan ibadah-ibadah ritual kaum muslim, seperti; sholat, haji, dan kegiatan berdo’a lainnya. Merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang mampu dan juga tugas bagi seorang hamba yang mengaku beriman kepada Kitab Allah untuk belajar, dan bila ia mampu mengajarkan kepada saudara-saudaranya yang belum bisa membaca, menulis, serta mempelajari Al Qur’an. Maka dengan adanya tanggung jawab yang dibebankan kepada umat Islam yakni belajar serta mengajar Al Qur’an tersebut, diharapkan kepada seluruh kaum muslimin yang merasa bahwa Al Qur’an merupakan Kitab Suci yang harus menjadi pedoman dalam hidupnya, minimal dapat membaca Al Qur’an dengan baik dan benar serta maksimal dapat mencetak generasi yang Qur’ani.
3.      Macam-macam Metode Kontemporer dalam Pembelajaran Al Qur'an
Dalam rangka mentransfer sebuah ilmu yang dicita-citakan sangat dibutuhkan suatu metode (cara) yang tepat agar peserta didik mengerti dan memahami ilmu yang disampaikan tersebut. Demikian halnya dengan pembelajaran Al Qur’an, juga memerlukan suatu metode yang dirancang khusus agar memudahkan peserta didik dalam proses belajar, baik menulis, membaca, serta memahami kalam Ilahi. Oleh karena itu kaum muslim (pakar Pendidikan Islam) berlomba-lomba untuk menciptakan metode baru yang efektif dan efisien serta mudah dipahami dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an.
Metode kontemporer (masa kini/modern) dalam pembelajaran Al Qur’an secara umum yang berkembang di masyarakat adalah sebagai berikut:
a.      Metode Tradisional (Qa’idah Baghdadiyah)
Metode ini paling lama digunakan di kalangan umat Islam (khususnya di Indonesia), dan metode pembelajaran yang diterapkan dalam metode ini adalah:
·         Hafalan
Sebelum santri diberi materi, terlebih dahulu harus menghafal huruf-huruf hijaiyah yang berjumlah 28 huruf dari alif (ا ) sampai ya’ ( ي) ditambah dengan huruf hamzah ( ء  ) dan lam alif ( لا)
·         Eja
Maksud dari eja yaitu, sebelum santri membaca per kalimat terlebih dahulu membaca huruf secara eja, misalnya: alif fathah a ( ا ), ba’ fathah ba ( بَ  ) dan seterusnya


·         Modul
Siswa yang lebih dahulu menguasai materi, dapat melanjutkan kepada materi/halaman berikutnya tanpa harus menunggu santri atau temannya yang lain
·         Tidak Variatif
Pada metode ini tidak disusun menjadi beberapa jilid buku, melainkan hanya 1 jilid buku saja
·         Pemberian contoh yang Absolut
Seorang ustadz/ustadzah dalam memberikan bimbingan, terlebih dahulu memberikan contoh kemudian santri mengikutinya, sehingga santri tidak diperlukan untuk bersikap aktif[23]
      Metode ini meskipun kini sudah sangat jarang ditemui akan tetapi metode ini merupakan salah satu pencetus lahirnya metode-metode yang lain dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an. Dan karena lamanya metode ini sampai saat inipun masih belum diketahui secara jelas siapa penemu/pencetus dari metode Qa’idah Baghdadiyah tersebut. Dilihat dari sistem pembelajaran yang telah dikemukakan di atas metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama, karena harus menunggu santri mengenal dan menghafal huruf-huruf hijaiyah. terlebih dahulu.
b.      Metode Al Barqy
Metode ini ditemukan/dicetuskan oleh Drs. Muhadjir Sulthon, dan disosialisasikan pertama kali sebelum tahun 1991, yang sebenarnya sudah dipraktekkan pada tahun 1983. Pada metode ini juga tidak disusun atau dicetak menjadi beberapa jilid melainkan sudah berbentuk buku. Dalam pembelajaran Al Qur’an, metode ini lebih menekankan kepada pendekatan global atau gestald psycology yang bersifat Struktural Analitik Sintetik (SAS). Yang dimaksud dengan SAS ini adalah penggunaan struktur kata/kalimat yang tidak mengikuti bunyi mati (sukun), seperti kata Jalasa dan Kataba.
Metode ini sifatnya bukan mengajar, namun mendorong hingga guru hanya: tut wuri handayani dan murid (santri) dianggap telah memilki persiapan dengan pengetahuan tersedia. Dalam perkembangannya Al Barqy ini menggunakan metode yang diberi nama metode lembaga (kata kunci yang harus dihafal) dengan pendekatan global dan bersifat Analitik Sintetik. Dan kata lembaga tersebut adalah:
§  A-DA-RA-JA
§  MA-HA-KA-YA
§  KA-TA-WA-NA
§  SA-MA-LA-BA
Secara teoritis, metode ini apabila diterapkan pada anak kelas IV SD keatas hanya memerlukan waktu (memenuhi sistem) 8 jam, bahkan bagi anak SLTA keatas cukup 6 jam, sedangkan jika buku Al Barqy diterapkan pada anak TK dengan cara bermain, maka dapat memicu kecerdasan.Adapun fase yang harus dilalui dalam metode Al Barqy, antara lain:
1.      Fase analitik, yaitu guru memberikan contoh bacaan yang berupa kata-kata lembaga dan santri mengikutinya sampai hafal, dilanjutkan dengan pemenggalan kata lembaga dan terakhir evaluasi yaitu dengan cara guru menunjuk huruf secara acak dan santri membacanya
2.      Fase sintetik, yaitu satu huruf (suku) digabung dengan yang lain, hingga berupa suatu bacaan, misal : ا دَ رَ جَ          
                                                menjadi : أَ رَ جا         
3.      Fase penulisan, yaitu santri menebali tulisan yang berupa titik-titik
4.      Fase pengenalan bunyi a-i-u, yaitu pengenalan terhadap tanda baca fathah, kashroh, dan dhommah (ا ا ا)
5.      Fase pemindahan, yaitu pengenalan terhadap bacaan atau bunyi Arab yang sulit, maka didekatkan pada bunyi-bunyi Indonesia yang berdekatan, misal:  ذ   dengan pendekatan دَ
                                     شَdengan pendekatan سَ
6.      Fase pengenalan mad, yaitu mengenalkan santri pada bacan-bacaan panjang
7.      Fase pengenalan tanda sukun, yaitu mengenalkan santri pada bacaan-bacaan yang bersukun
8.      Fase pengenalan tanda syaddah, yaitu mengenalkan santri pada bacaan-bacaan yang bersyaddah (berbunyi dobel)


9.      Fase pengenalan huruf asli, yaitu mengenalkan santri pada huruf asli (tanpa harokat), seperti; Alif       ا
Ba’ ب   
Ta’       ت
10.  Fase pengenalan huruf yang tidak dibaca, yaitu mengenalkan santri pada huruf yang tidak mendapat tanda saksi (harokat) atau tidak dibaca, misal: والضحى
11.  Fase pengenalan bacaan yang masykil, yaitu mengenalkan santri pada huruf yang biasa dijumpai di Al Qur’an, misal: انانذيرمبين
                                                                                    dibaca pendek
12.  Fase pengenalan menyambung, yaitu mengenalkan santri pada huruf-huruf yang disambung di awal, di tengah, dan di akhir
13.  Fase pengenalan tanda waqof, yaitu mengenalkan santri pada tanda-tanda baca seperti yang sering ditemui di Al Qur’an[24]
c.       Metode Iqra’
Metode pembelajaran ini pertama kali disusun oleh H. As’ad Humam, di Yogyakarta. Buku metode Iqra’ ini disusun/tercetak dalam enam jilid sekaligus dan ada pula yang tercetak atau disusun menjadi beberapa jilid (jilid 1-6). Di mana dalam setiap jilidnya terdapat petunjuk mengajar dengan tujuan untuk memudahkan setiap peserta didik (santri) yang akan menggunakannya, maupun ustadz/ustadzah yang akan menerapkan metode tersebut kepada santrinya.
Metode Iqra’ ini termasuk salah satu metode yang cukup dikenal di kalangan masyarakat, karena metode ini sudah umum penggunaannya. Adapun metode ini dalam implementasinya tidak membutuhkan alat yang bermacam-macam karena hanya ditekankan pada bacannya (membaca huruf Al Qur’an dengan fasih), serta menggunakan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif). Adapun proses pembelajaran metode Iqra’ berlangsung melalui tahap-tahap sebagai berikut:
§  Ath Thoriqoh Bil Muhaakah, yaitu ustadz/ustadzah memberikan contoh bacaan yang benar dan santri menirukannya
§  Ath Thoriqoh Bil Musyaafahah, yaitu santri melihat gerak-gerik bibir ustadz/ustadzah dan demikian pula sebaliknya ustadz/ustadzah melihat gerak-gerik santri untuk mengajarkan makhrojul huruf serta menghindari kesalahan dalam pelafalan huruf
§  Ath Thoriqoh Bil Kalaamish Shoriih, yaitu ustadz/ustadzah harus menggunakan ucapan yang jelas dan komunikatif
§  Ath Thoriqoh Bis Sual Limaqoo Shidit Ta’liimi, yaitu ustadz/ustadzah mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan santri menjawab atau ustadz/ustadzah menunjuk bagian-bagian huruf tertentu dan santri membacanya.[25]
d.      Metode Qiro’ati
Metode Qiro’ati adalah metode yang telah baku yang tidak dapat diubah lagi. Dan metode ini disususun oleh H. Dachlan Salim Zarkasyi, di Semarang pada tanggal 1 Juli 1989 sebanyak 10 jilid yang kemudian menjadi 6 jilid setelah dilakukan revisi dan ditambahkan materi yang cocok. Dalam prakteknya metode Qiro’ati ini dibeda-bedakan, khusus untuk anak pra sekolah TK (usia 4-6 tahun) dan untuk remaja serta orang dewasa. Adapun sistem pembelajaran Qiro’ati ini adalah :
·         Eja langsung, yaitu bacaan langsung dibaca tanpa harus mengejanya terlebih dahulu
·         Hafalan, santri sebelumnya diharuskan menghafalkan huruf hijaiyah sebelum menginjak pada materi atau bahasan yang lebih tinggi
·         Asistensi, santri yang sudah mampu pada jilid tertentu dapat menyimak santri yang masih belajar pada jilid yang lebih rendah
·         Variatif, artinya buku Qiro’ati ini terdiri dari beberapa jilid (6 jilid), hal ini dimaksudkan untuk merangsang santri agar tidak mengalami kejenuhan, dan mempunyai rasa bangga karena telah menamatkan jilid tertentu
·         Modul, maksudnya yaitu santri yang sudah menyelesaikan jilid tertentu dapat melanjutkan pada materi atau jilid yang lebih tinggi
Sedangkan prinsip-prinsip dasar metode Qiro’ati antara lain:
A.    Prinsip dasar bagi guru (ustadz/ustadzah)
1.      Dak-Tun (Tidak boleh Menuntun)
Dalam mengajarkan Qiro’ati ustadz/ustadzah tidak diperbolehkan menuntun, akan tetapi membimbing (memberi contoh bacaan yang benar, mengingatkan/membenarkan bacaan yang salah)
2.      Ti-Wa-Gas (Teliti Waspada Tegas)
Dalam mengajarkan ilmu baca Al Qur’an sangatlah dibutuhkan ketelitian, kewaspadaan, dan ketegasan dari ustadz/ustadzah karena akan sangat berpengaruh atas kefasihan dan kebenaran murid dalam membaca ayat-ayat Al Qur’an
3.      Teliti
Maksudnya, bahwa seorang ustadz/ustadzah harus meneliti bacaannya apakah sudah benar atau belum dan harus memnberikan contoh secara benar kepada santrinya
4.      Waspada
Dalam menyimak Al Qur’an, ustadz/ustadzah harus teliti dan waspada serta tidak boleh lengah
5.      Tegas
Ustadz/ustadzah harus tegas dalam menentukan penilaian (evaluasi kelancaran) bacaan murid jangan segan dan ragu-ragu
B.     Prinsip dasar bagi murid (santri)
1.      CBSA + M (Cara Belajar Santri Aktif dan Mandiri)
Santri dituntut untuk selalu aktif dan mandiri serta tidak tergantung pada orang lain (ustadz/ustadzah)




2.      LCTB (Lancar Cepat Tepat dan Benar)
Dalam hal ini santri diharapkan mampu cepat dalam membaca, tepat dalam membaca, dan tidak keliru dalam membaca huruf, serta benar ketika membaca hukum-hukum bacaan.[26]
e.       Metode Tilawati
Metode Tilawati ini timbul karena keprihatinan para aktifis yang sudah lama berkecimpung di TPA/TPQ karena masih banyak kalangan umat muslim yang belum bisa membaca dan menulis Al Qur’an (buta huruf Al Qur’an). Oleh karena itu Drs. H. Hasan Sadzili, Drs. H.M. Thohir Al Aly, M.Ag., KH. Masrur Masyhud serta Drs. H. Ali Muaffa bertekad untuk membuat suatu metode yang praktis, cepat, dan lancar.
Dalam metode Tilawati ini terdapat/tersusun menjadi beberapa jilid, yaitu mulai jilid 1 sampai dengan jilid 5, ditambah jilid 6 yang berisi tentang bacaan ghorib dan musykilat (bacaan-bacaan yang sulit dalam Al Qur’an). Dan pada setiap jilidnya terdiri dari 44 halaman dengan desain cover yang lux. Selain itu, pada setiap jilidnya juga dicantumkan syarat umum menjadi guru pembelajaran Al Qur’an dengan menggunakan metode Tilawati, serta pokok bahasan atau materi yang akan diajarkan pada setiap jilidnya. Adapun sistem pembelajaran metode Tilawati ini adalah sebagai berikut:
§  Eja Langsung, huruf-huruf yang ada langsung dibaca atau eja langsung tanpa harus mengejanya satu persatu, misal; a, ba, ta, dan seterusnya
§  Klasikal atau baca simak, setelah ustadz/ustadzah memberikan contoh bacaan maka santri kemudian mengikuti atau membacanya secara bersama-sama dengan melihat alat peraga yang tersedia
§  Variatif, disusun menjadi beberapa jilid buku yaitu jilid 1 sampai jilid 6 dengan desain cover yang lux, serta pada setiap bahasan atau bacaan huruf yang disampaikan selalu ditandai atau dibedakan dengan menggunakan tinta merah
§  Modul, santri yang sudah menamatkan jilidnya dapat melanjutkan jilid selanjutnya[27]
B.    Tinjauan Tentang Metode Iqra'
1.      Sejarah Metode Iqra'
Iqra’ sebenarnya adalah judul sebuah buku yang berisi tuntunan belajar membaca Al Qur’an dengan cara-cara baru yang berbeda dengan cara-cara lama, sebagaimana yang dituntunkan oleh metode Qa’idah Baghdadiyah. Dengan ditemukannya metode Iqra’ ini yang kemudian dibarengi dengan gerakan TK Al Qur’an dan Taman Pendidikan Al Qur’an (TKA-TPA) yang merupakan suatu bentuk lembaga baru dari pengajian anak-anak akhir-akhir ini, diseuruh tanah air telah terjadi suasana dan gairah baru dalam mempelajari baca tulis Al Qur’an.
Metode Iqra’ ini pertama kali disusun oleh Ustadz As’ad Humam sekitar tahun 1983-1988. Pada usia belia Ustadz As’ad Humam sudah aktif mengajar membaca Al Qur’an untuk anak-anak di lingkungan sekitarnya. Dan pada waktu itu beliau masih menggunakan metode Qa’idah Baghdadiyah atau dikenal dengan istilah Turutan. Cara atau metode ini ternyata tidak memuaskan hati beliau, karena dinilainya terlalu lambat dalam mengantarkan anak bisa membaca Al Qur’an, yaitu setelah belajar selama 2-3 tahun. Ketidakpuasan hatinya itulah yang kemudian mendorong beliau mencari dan terus mencoba berbagai sistem dan metode yang ada.
Barulah sekitar tahun 1970-an, beliau mendapatkan buku Qiro’ati yang disusun oleh ustadz Dachlan Salim dari Semarang, yang prinsip-prinsip pengajarannya hampir sama dengan tulisan Prof. Mahmud Yunus dan telah tersusun dalam tuntunan-tuntunan pengajaran yang lebih sistematis dan lengkap. Bersamaan dengan itu, beliau bertemu dengan sejumlah anak-anak muda yang mempunyai kekhawatiran yang sama dalam memikirkan problema pengajaran membaca Al Qur’an ini. Anak-anak muda tersebut dihimpun dalam suatu wadah yang diberi nama “Team Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Musholla Yogyakarta” atau biasa disingkat dengan “Team Tadarus AMM”, dengan pusat kesekretariatannya di Musholla Baiturrahman Selokraman Kotagede Yogyakarta.
Demikianlah bersama Team Tadarus “AMM” ini beliau untuk beberapa tahun menggerakkan pengajian anak-anak dengan menggunakan metode Qiro’ati tersebut. Namun dari pengalaman memakai buku Qiro’ati ini, ternyata masih banyak ditemui beberapa kelemahan mendasar yang perlu disempurnakan. Untuk itu dengan didukung oleh masukan-masukan dari Team Tadarus”AMM” yang beliau asuh serta dikuatkan oleh hasil studi banding ke berbagai lembaga pengajaran/pesantren Al Qur’an yang ada, maka disusunlah buku Iqra’ ini.[28]
2.      Struktur Metode Iqra'
Dalam metode Iqra’ ini agar materi mudah dipahami oleh peserta didik (santri) maka disusun/dicetak menjadi beberapa jilid yaitu mulai jilid 1 sampai dengan jilid 6, dengan bentuk buku-buku kecil ukuran ¼ folio. Masing-masing buku/jilidnya rata-rata terdiri dari 32 halaman, dan dikemas dengan warna sampul yang berbeda-beda agar menarik perhatian peserta didik (santri)
Menurut M. Sastrapradja yang dimaksud dengan struktur adalah bentuk atau susunan.[29] Maka sesuai dengan maksud tersebut struktur atau susunan dari metode Iqra’ adalah sebagai berikut:
Iqra’ Jilid 1
-        Pada jilid ini seluruhnya berisi tentang pengenalan huruf-huruf tunggal berharokat fathah yang diawali dengan huruf a, ba, ta, tsa, sampai dengan ya
-        Pembedaan terhadap bunyi huruf-huruf yang memiliki makhroj berdekatan, seperti:                 ص - س          ث - س          خ - غ
-        Pengenalan terhadap angka-angka Arab (                                                                     )
Iqra’ Jilid 2
-        Pengenalan terhadap bunyi huruf-huruf bersambung berharokat fathah, baik huruf sambung di awal, di tengah, maupun di akhir, seperti:
بَ تَ = بَتَ          تَ ا تَ = تا ت
-        Pengenalan bacaan mad (bacaan panjang) namun tetap berharokat fathah, seperti:
ا مَنَ           ا دَ مَ
-        Pengenalan terhadap huruf alif     ( ا )
Iqra’ Jilid 3
-        Pengenalan terhadap bacaan-bacaan selain harokat fathah yaitu kashroh dan dhommah, seperti:
عَمِلَ           فعِلَ
-        Pengenalan terhadap bacaan panjang yang berharokat kashroh dan berharokat dhommah yang diikuti dengan ya’ bertanda sukun dan wawu bertanda sukun serta kashroh berdiri dan dhommah terbalik, seperti:
عَز يْزُ          يكون           بطئه            معه
-        Pengenalan terhadap huruf ya’ ( ي ) dan wawu ( و )
Iqra’ Jilid 4
-        Pengenalan terhadap tanda baca fathahtain, kashrohtain, dan dhommahtain, seperti:
حسنا           حَاسِدٍ          رَحيْمٌ
-        Pengenalan pada huruf ya’ sukun yang jatuh setelah tanda fathah dan huruf wawu sukun yang jatuh setelah tanda fathah , seperti:
بَيْنَ                     سَوْفَ

-        Pengenalan terhadap huruf mim sukun dan nun sukun, seperti:
اولم             ان هو
-        Pengenalan terhadap huruf Qolqolah, seperti:
اجْ              ادْ              اط             اقْ

-        Pengenalan huruf-huruf bersukun yang memiliki makhroj yang berdekatan, seperti:
تأ               تعْ              تكْ             تقْ
Iqra’ Jilid 5
-        Pengenalan atau cara baca alif lam Qomariyah, seperti:
الحمد                  والفجر
-        Cara baca akhir ayat atau tanda waqof, seperti:
.............نستَعيْنُO                                                                   
-        Cara baca mad far’i, seperti:
على
-        Cara baca alif lam Syamsiyah, seperti:
والنهار
-        Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bighunnah, seperti:
مِنْ مَّاءٍ                 خَيْرٌالنساء
-        Cara baca lam dalam lafadz Jalalah, seperti:
وَاللهُ            للهِ
-        Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bilaghunnah, seperti:
منْ ر بّهمْ               فمَنْ لم
-        Pengenalan terhadap tanda baca tasydid, seperti:
اِنَّ              عَمَّا
Iqra’ JIlid 6
-        Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bighunnah, seperti:
مِنْ وَّاحِدٍ               انْ يوْصلَ
-        Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Iqlab, seperti:
مِنْ بَعْدِ
-        Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Ikhfa’, seperti:
منْ جُوْع
-        Pengenalan tanda-tanda waqof, seperti:
Boleh waqof boleh terus         ج
Bukan tempat waqof              لا
-        Cara baca waqof pada beberapa huruf atau kata musykilat, seperti:
مَا ءً - مَا ءَ                    وَالفتح – وَالفتح

-        Cara baca huruf-huruf dalam fawatihussuwar, seperti:
يس            ص             طسمّ
Melalui pemaparan struktur dari metode Iqra’ tersebut di atas maka akan memudahkan peserta didik dalam hal ini santri untuk mempelajari Al Qur’an. Karena diperlihatkan tahapan-tahapan materi yang akan dilalui oleh peserta didik (santri).[30]
3.      Implementasi Metode Iqra'
Untuk mencapai target atau tujuan pembelajaran Al Qur’an yang diharapkan, maka seorang anak usia TK sekalipun akan bisa mempelajari buku Iqra’ ini dengan pelan-pelan, bertahap, dan tanpa ada perasaan tertekan. Sedangkan frekwensi pembelajaran Iqra’ sebaiknya diberikan tiga sampai enam kali dalam seminggu. Dan pada setiap pertemuan berlangsung selama 90 menit dengan perincian sebagai berikut:
·         05 menit          : pembukaan (persiapan, salam, do’a, dan lain-lain)
·         10 menit          : hafalan (surat-surat pendek, do’a-do’a harian, ayat-ayat                                           pilihan, dan lain-lain)
·         45 menit          : pengajaran Iqra’ secara klasikal (dengan alat peraga)
·         15 menit          : pendalaman Iqra’ secara individual bersama tutor teman                                           sebaya (dengan buku Iqra’)
·         10 menit          : materi-materi bersifat rekreasi (Bermain Cerita dan                                                   Menyanyi/BCM)
·         05 menit          : penutup[31]
Jadi dalam metode Iqra’ penyampaian materi dilakukan secara klasikal dan individual. Klasikal yaitu dengan cara ustadz/ustadzah memberikan contoh terlabih dahulu kemudian santri mengikutinya secara bersama-sama. Sedangkan Individual adalah dengan cara ustadz/ustadzah menyimak bacaan santri satu persatu yang kemudian hasil dari bacaan tersebut ditulis ke dalam buku drill atau buku prestasi bacaan. Selain ustadz/ustadzah teman sebaya yang sudah mencapai jilid tertentu (lebih tinggi) dapat juga bertindak sebagai tutor., sistem ini dapat disebut sebagai sistem baca simak.
Dalam implementasi (penyampaiannya) metode Iqra’ ini memiliki perbedaan serta persamaan pada setiap jilid bukunya. Adapun implementasinya adalah sebagai berikut:
Iqra’ Jilid 1
1.      CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), dalam hal ini guru (ustadz/ustadzah) bertindak sebagai penyimak saja jangan sampai menuntun kecuali hanya memberikan contoh pokok pelajaran
2.      Mengenai judul-judul ustadz/ustadzah langsung memberi contoh bacaannya, jadi tidak perlu banyak komentar
3.      Ustadz/ustadzah cukup membetulkan bacaan-bacaan santri yang keliru saja, dengan cara: eee…, awas, stop, dan sebagainya atau bisa juga memberi titian ingatan seperti: bila ada titiknya dibaca Ro, bila tidak ada maka bacanya……
4.      Bagi santri yang betul-betul menguasai pelajaran sekiranya mampu berpacu dalam menyelesaikan belajarnya maka membacanya boleh diloncat-loncatkan, tidak harus utuh 1 halaman
5.      Untuk EBTA sebaiknya ditentukan ustadz/ustadzahnya
6.      Sebelum menguasai atau mengenal serta hafal terhadap huruf-huruf berfathah, santri tidak boleh naik ke jilid selanjutnya, terutama pada huruf-hurf yang susah pengucapan/pelafalannya, seperti:
شَ   Lebih diarahkan ke bunyi sia daripada keliru  سَ
قَ    Lebih diarahkan ke bunyi ko daripada keliru خَ
Jadi, bisa naik ke pelajaran atau jilid 2 dengan “her” pada huruf-huruf tertentu
Iqra’ Jilid 2
1.      Implementasi no. 1-5 pada Iqra’ Jilid 1 masih diterapkan pada Iqra’ Jilid 2
2.      Mulai halaman 16 materi menginjak pada bab mad (bacaan panjang), dan untuk sementara diperbolehkan santri yang belum bisa membaca lebih dari 2 harokat, yang penting harus tahu mana bacaan yang dibaca panjang dan mana bacaan yang harus dibaca pendek
3.      Ustadz/ustadzah harus menegur santri yang memanjangkan bacaan pendek ataupun memendekkan bacaan yang panjang,
Iqra’ Jilid 3
1.      Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 3 ini + peraturan/implementasi no. 3 pada Iqra’ jilid 2
2.      Ustadz/ustadzah harus menegur santri yang selalu mengulang-ulang bacaannya, misalnya bacaan wamaa dibaca berulang-ulang guru cukup menegur “bacaan wamaa ada berapa?”
Iqra’ Jilid 4
1.      Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 4 ini
2.      Bila santri keliru pada akhir kalimat, maka ustadz/ustadzah hanya boleh membetulkan bacaan yang keliru saja
3.      Untuk memudahkan ingatan santri terhadap huruf-huruf Qolqolah maka boleh dengan menyingkatnya, seperti: BAJU DI THOQO
4.      Untuk menentukan bacaan yang betul pada bab hamzah dan sukun santri diajak membaca dengan harokat fathah dulu dengan berulang-ulang baru dimatikan
Iqra’ Jilid 5
1.      Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 5
2.      Pada halaman 23 terdapat potongan surat Al Mu’minun ayat 1-11, santri dianjurkan untuk menghafalnya
3.      Santri tidak diharuskan mengenal istilah-istilah tajwid, seperti Idghom Bighunnah, Idghom Bilaghunnah, Idzhar, Iqlab, dan lain sebagainya yang penting praktis dan betul bacaannya
4.      Agar menghayati bacaan yang penting dan untuk membuat suasana semarak, santri bisa diajak untuk membaca bersama-sama secara koor yaitu pada halaman 16 sampai dengan 19 (3 baris dari atas)
Iqra’ Jilid 6
1.      Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 6
2.      Materi EBTA dalam jilid 6 ini sebaiknya dihafalkan
3.      Ustadz/ustadzah tidak diperkenankan untuk mengajari santri membaca dengan menggunakan lagu/irama walaupun dengan irama murottal
4.      Tanda waqof dibuat sesederhana mungkin yang terdapat/tertulis pada Iqra’ jilid 6 ini pada halaman 21
5.      Sebelum EBTA ada tambahan beberapa huruf yang biasa terdapat pada bagian awal surat (bacaan fawatihussuwar) serta bacaan-bacaan Muqhottho’ah[32]
4.      Kelebihan dan Kelemahan Metode Iqra'
Setiap metode pastilah seluruhnya akan memiliki keunggulan, karena dibalik keunggulan/kelebihan tersebut pastilah terselip beberapa kelemahannya, baik dari segi struktur maupun implementasinya. Hal tersebut terjadi karena keterbatasan yang dimiliki oleh setiap manusia. Dari paparan data di atas, maka dapat diklasifikasikan antara kelebihan serta kelemahan yang dimiliki oleh metode Iqra’ ini, antara lain yaitu:



a.       Kelebihan Metode Iqra’
§  Menggunakan metode CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), jadi bukan guru atau ustadz/ustadzah-lah yang aktif disini melainkan santri yang dituntut untuk aktif membaca
§  Eja Langsung, dimana santri tidak perlu mengeja huruf dan tanda secara satu persatu
§  Variatif, disusun menjadi beberapa jilid buku dengan dengan desain cover menarik dan warna yang berbeda
§  Modul, yaitu santri yang sudah menamatkan jilidnya dapat melanjutkan jilid selanjutnya
§  Menggunakan teknik Klasikal, dimana ustadz memberi contoh dan santri mengikutinya bersama-sama, ataupun menggunakan teknik Privat/Individual yaitu santri membaca secara perorangan di depan ustadz/ustadzah dengan menggunakan kartu drill
§  Pada huruf-huruf yang dianggap sulit pelafalannya dapat digunakan pendekatan-pendekatan bunyi
§  Pengenalan terhadap angka Arab (1-10)
§  Bacaan mad (panjang) dikupas/dipaparkan dalam 2 jilid (jilid 1 dan jilid 3)
§  Setelah khatam Iqra’ (jilid 6) dapat dilanjutkan Al Qur’an juz 1 bukan bacaan juz ’Amma


b.      Kelemahan metode Iqra’
§  Pada jilid-jilid awal tidak ada pengenalan terhadap huruf-huruf Hijaiyah asli
§  Pengenalan terhadap bacaan-bacaan tajwid, tetapi tanpa harus mengenalkan istilah bacaan tajwid
§  Tidak adanya media atau lembar kerja siswa atau panduan untuk menulis huruf-huruf Arab
§  Tidak dianjurkan untuk mengajarkan metode ini dengan menggunakan irama murottal, kecuali santri sudah khatam jilid akhir serta dapat membaca lancar
§  Untuk bacaan-bacaan Muqhottho’ah hanya dipaparkan pada 1 halaman saja
Dengan melihat kelebihan-kelebihan yang dimiliki metode Iqra’ ini maka patutlah pengarang dan pencetus metode ini berbangga hati. Akan tetapi jika dilihat dari kekurangan serta kelemahan yang ada, hendaknya hal tersebut dapat dijadikan sebagai cambuk atau motivasi untuk menuju pembaharuan yang lebih sempurna dan bermanfaat bagi kalangan umat Islam.
C.    Tinjauan Tentang Metode Tilawati
1.      Sejarah Metode Tilawati
Dengan melihat data pada tahun 90-an dimana semakin hari jumlah umat Islam yang tidak bisa membaca Al Qur’an semakin banyak dan belum lagi yang belum paham akan makna serta kandungan Al Qur’an, maka para aktifis yang sudah lama berkecimpung dalam TPA/TPQ terdorong untuk membuat/merancang suatu metode pembelajaran Al Qur’an yang diharapkan dapat mudah dipelajari. Selain persoalan tersebut diatas, lahirnya metode Tilawati juga antara lain karena seba-sebab dibawah ini:
  • Bergesernya peran orangtua terhadap anak (yang semula sebagai pendamping efektif bagi anak)
  • Terhapusnya pelajaran Pegon (arab gundul) di sekolah
  • Perkembangan zaman yang kurang kondusif bagi pendidikan Al Qur’an
  • Guru kehilangan cara untuk mengajar Al Qur’an sehingga mutu pendidikan kian merosot
  • Metode pembelajaran Al Qur’an selama ini yang terjadi tidak dilakukan secara maksimal
  • Fenomena yang terjadi TPA/TPQ tidak bisa berkembang karena tidak bisa merekrut tenaga guru ngaji karena kekurangan dana untuk membayar tenaga guru
  • Fenomena yang terjadi anak biasanya khatam metode pembelajaran Al Qur’an dengan memakan waktu yang cukup lama
Oleh karena itu para aktifis yang terdiri dari 4 orang yang sehari-hari berjibaku dengan pendidikan Al Qur’an memberikan solusi yang mudah yaitu dengan meluncurkan metode baru yang diberi nama Tilawati, para aktifis tersebut adalah : Drs. Hasan Sadzili, Drs. HM. Thohir Al Aly, M.Ag. , KH. Masrur Masyhud, dan Drs. H. Ali Muaffa. Para penyusun metode Tilawati tersebut menawarkan sebuah metode yang menurut mereka berbeda, karena melalui metode ini diharapkan anak sudah dapat melafalkan huruf-huruf Al Qur’an dengan tartil yaitu dengan pendekatan irama Rost.
Metode Tilawati ini dituangkan kedalam buku yang terdiri dari beberapa jilid, yaitu jilid 1 sampai dengan jilid 5 ditambah jilid 6 yang berisi surat-surat pendek, ayat-ayat pilihan, ghorib dan musykilat. Dengan desain cover lux dan warna yang indah serta menarik perhatian, juga dengan tulisan standard dan disertai alat peraga pada masing-masing jilidnya. [33]
2.      Struktur Metode Tilawati
Struktur atau susunan pada metode Tilawati ini sebenarnya hampir sama dengan struktur atau susunan pada metode Iqra’. Yaitu pada setiap jilidnya membahas kurang lebih 4 pokok bahasan atau materi. Adapaun struktur Tilawati adalah sebagai berikut:
Tilawati Jilid 1
-        Pengenalan dan pemahaman huruf hijaiyah berharokat fathah tidak berangkai, contoh: ا  بَ  تَ ثَ dan seterusnya………….
-        Pengenalan dan pemahaman huruf hijaiyah berharokat fathah berangkai, contoh:          بَ تَ ثَ = بتَثَ     
-        Pengenalan dan pemahaman huruf hijaiyah asli, contoh:
            Alif      = ا                     Tsa'      = ث
            Ba'       = ب                             Jim       = ج
        Ta'       = ت
-        Pengenalan angka-angka arab, contoh:  (                                                            ) 
Tilawati Jilid 2
-        Kalimat berharokat fathah, kashroh, dan dhommah contoh :
وَ لكَ          وَ لكِ          وَ لكُ
-        Kalimat berharokat fathahtain, kashrohtain, dan dhommahtain, contoh:
حَسَنًا           حَاسِدٍ          رَحيْمٌ
-        Bentuk-bentuk ta’, contoh:           ة = ت
-        Kalimat / bacaan panjang satu alif, contoh:
بَ – بَا                جَ - جَا
-        Fathah panjang, kashroh panjang, dhommah panjang, contoh:
ا مَنَ             بَطَئِه            مَعَه
-        Dhommah diikuti wawu sukun, ada alifnya atau tidak ada alifnya tetap dibaca sama panjangnya, contoh:            قا لوْا  
Tilawati Jilid 3
-        Membunyikan huruf yang disukun, contoh:
ا – املهم      ز - زمهريرا
-        Lam sukun dan didahului alif dan huruf yang berharokat, contoh:
ا – الْ         الحسيب
-        Lam sukun berhadapan dengan hamzah bersyakal hidup, contoh:
ولاخر ة = ول اخر ة
-        Fathah diikuti wawu sukun, contoh:
قوْمٌ             كَوْكَبًا
-        Fathah diikuti ya’ sukun, contoh:
ايْنَ             شَيْ ءَ
Tilawati Jilid 4
-        Huruf-huruf bertasydid, contoh:
سَ لْ لَ = سلَّ                        سلمَ
-        Tanda panjang (mad wajib dan mad jaiz), contoh:
مَاءَ = مَاءَ
-        Bacaan nun dan mim tasydid, contoh:
اِنا = اِنْ نَا             عَمَّا = عَمْ مَا
-        Cara mewaqofkan, contoh:
يَقيْنٌ – يَقيْنُ – يَقيْن – يَقيْن – يَقيْنْ
-        Lafdhul Jalalah, contoh:
وَاللهُ            للهِ
-        Alif lam syamsiyah, contoh:
وَالسَّارقُ = وَسَّارقُ
-        Bacaan Ikhfa’ Hakiki, contoh:
        نْ – اندَادًا – عِندَهَا            ً     ٍ     ٌ = نْ        رَسُول كريم
-        Wawu yang tidak ada sukunnya, contoh:
اولئِكَ = ا لئِكَ
-        Bacaan Idghom Bighunnah, contoh:
ً     ٍ     ٌ   atauم    مِنْ مَّاءٍ = مِمْ مَاءٍ
Tilawati Jilid 5
-        Bacaan Idghom Bighunnah, contoh:
 ً     ٍ     ٌ   atauنْ = ي     لِقوْمٍ يَّعْملوْنَ
-        Bacaan Iqlab, contoh:
ً     ٍ     ٌ   atauنْ = ب     مِنْ بَعْدِ هِمْ
-        Bacaan Ikhfa’ Syafawi, contoh:
 م- ب      بَيْنَهُمْ مَّوْبقا  bertemu dengan   مْ       
-        Bacaan Qolqolah, contoh:
قْ – ْط – بْ – جْ – دْ = يقرَءُ وْ نَ
-        Bacaan Idghom Bilaghunnah, contoh:
ً     ٍ     ٌ     atauنْ = ر ل           اِنْ لم يكن

1 komentar: