Cari Blog Ini

Minggu, 10 Agustus 2014

CONTOH MAKALAH AGAMA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perlu kita renungkan, mengapa Islam banyak berbicara tentang pernikahan, mulai dari syarat dan prosesi pernikahan itu sendiri. Hal ini karena Islam sendiri sebagai agama yang rasional menganggap bahwa nikah adalah fitroh (naluri ) manusia. Setiap manuia normal pasti mendambakanya. Dan Islam sebagai yang kita kenal tidak ingin merusak apalagi memperkosa gharizah (fitrah/naluri) manusia. Hanya saja hubungan antara pria dan wanita ini jika tidak diatur, tidak ubahnya bagai binatang, bahkan akibatnya lebih memprihatinkan; maka Islam mengaturnya dengan pernikahan.
Tentunya segala sesuatu yang masih berada dalam koridor / lingkup agama islam ini tidak lepas dari peraturan-peraturan yang telah dicantumkan dalam hukum syar’i (Al-Qur’an dan Al-Hadits).
Dalam kesempatan kali ini saya mendapat tugas untuk penelitian tentang pendapat ulama’ berkaitan dengan saksi dalam pernikahan.
B.     Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui pengertian tentang saksi nikah.
2.              Untuk mengetahui sebagaimana pentingnya adanya saksi dalam pernikahan
3.      Untuk Mengetahui syarat-syarat saksi nikah
4.      Untuk Mengetahui fungsi dan tujuan adanya saksi dalam pernikahan
C.    Rumusan Masalah
1.              Apakah yang di maksud saksi nikah?
2.      Mengapa saksi merupakan hal yang sangat penting dalam pernikahan?
3.      Sebutkan syarat-syarat saksi nikah?
4.      Apa fungsi dan tujuan adanya saksi dalam pernikahan?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kedudukan saksi Nikah
Sesuatu akad nikah itu adalah dikira sah manakala segala rukun dan syarat-syaratnya dipenuhi. Mengenai kehadiran wali yang berwakilkan kepada juru nikah ke majlis akad nikah sedangkan yang melakukan akad nikah ialah wakilnya (juru nikah), maka hukum mengenai kehadirannya (wali) adalah sebagaimana berikut:
a)      Jika kehadiran wali itu untuk menjadi saksi bagi pernikahan itu, maka kesaksiannya itu tidak sah dan berikutnya akad nikah itu turut tidak sah kerana di antara syarat-syarat saksi pernikahan ialah:
" أن يكون غير متعين للولايــة "
Maksudnya: Hendaklah orang yang menjadi saksi itu tidak ditentukan (ditugaskan) untuk menjadi wali.
b)   Jika kehadirannya sekadar untuk melihat atau menyertai sama majlis akad nikah dan bukan untuk menjadi saksi kepada pernikahan itu, maka kehadirannya itu tidak memudaratkan akad nikah itu.
Sehubungan dengan masalah yang tersebut, apa yang disentuh oleh pengarang kitab Kifayatul Akhyar[1] setelah ia menjelaskan syarat-syarat yang diperlukan bagi kedua-dua saksi nikah, dia ingin pula menambah suatu syarat lagi sebagai tambahan kepada syarat yang telah disebutkan iaitu “Hendaklah saksi-saksi itu tidak ditentukan menjadi wali atau suami”[2]. Syarat ini tidak disebut oleh pengarang kitab tersebut dengan sarih (jelas) dalam bentuk syarat tetapi ia menyebut dalam bentuk furu’ (masalh yang ada hubung kait dengan syarat-syarat 2 saksi) di mana ibaratnya adalah seperti maksudnya jika sekiranya wali dan suami atau salah seorang dari keduanya memberi wakil kepada orang lain untuk menyempurnakan akad nikah dan wali itu hadir ke majlis akad nikah (sebagai saksi nikah) bersama wakilnya sementara akad nikah itu disempurnakan oleh wakilnya, maka akad nikah itu tidak sah kerana wakil wali itu adalah pengganti wali.
Nikah Tidak sah tanpa ada saksi (Hanafi, Syafii, dan Hanbali), namun menurut Imam Maliki, sah, dengan wajib mengumumkan nikahnya itu. Jadi bila ada orang nikah sirri tanpa ada saksi dan tidak diumumkan maka batal nikahnya. Syarat Saksi adalah dua orang laki-laki yang mukallaf, berakal dan adil (menurut Syafii dan Hanbali) namun menurut Hanafi boleh seorang laki-laki dan dua orang wanita atau boleh saksi sedangkan saksi tersebut orang Fasiq. 
Menurut Tiga Imam Madzhab (Hanafi, Syafi'i dan Hanbali), tidak sah nikah tanpa saksi. Namun menurut Madzhab Maliki, sah walaupun tidak ada saksi, hanya saja Imam Malik mewajibkan pengumuman Nikah. Jadi bila ada akad nikah secara sirri (rahasia) dan tidak diumumkan pernikahannya itu, maka menurut Imam Maliki, batal nikahnya[3].

B.     Syarat-syarat Saksi nikah
Saksi yang hadir dalam pernikahan haruslah dua orang, tetapi golongan Hanafi dan Hambali ini membolehkan juga saksi yang terdiri dari satu orang laki-laki dan dua orang perempuan. Dan menurut Hanafi boleh dua orang buta atau orang fasik (tidak adil). Orang tuli,orang mabok dan orang tidur tidak boleh menjadi saksi menurut Jumhur ulama’[4].
Wali dan saksi nikah ini bertanggung jawab atas sahnya aqad perkawinan,maka karenanya tidak semua orang dapat diterima menjadi wali atau saksi nikah, tetapi hendaklah orang-orang yang memiliki sifat sebagai berikut:[5]
Syarat Saksi
1.       Islam, orang yang tidak beragama islam tidak sah menjadi wali atau saksi nikah.
* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#räÏ­Gs? yŠqåkuŽø9$# #t»|Á¨Z9$#ur uä!$uÏ9÷rr& ¢ öNåkÝÕ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 `tBur Nçl°;uqtGtƒ öNä3ZÏiB ¼çm¯RÎ*sù öNåk÷]ÏB 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïôgtƒ tPöqs)ø9$# tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÎÊÈ  
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim(Q.S. Al-ma’idah 51)
Dari ayat diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa; Allah telah memerintahkan pada kita untuk memilih seseorang untuk menjadi wali. Memang dalam ayat tersebut tidak menyebutkan kata saksi, akan tetapi menurut pengembangan hukum yang mana memakai metode qiyas maka kedudukan syarat dari pada saksi itu sama dengan wali dalam hal pernikahan.
2.       Laki-laki[6], hal ini sesuai dengan hadits riwayat Ibnu Majah dan Daruqutni.
لا تزوج المــــــرأة المـــــــرأة ولا تزوج المرأة بنفسها (رواه إبن ماجه والدارقطنى)
Janganlah menikahkan perempuan akan perempuan yang lain,dan janganlah pula munikahkan seorang perempuan akan dirinya sendiri”(H.R.Ibnu Majah dan Daruqutni)
3.       Berakal sehat (tidak gila).
4.       Dikehendaki yang sudah baligh.
Disini mengecualikan beberapa orang, yaitu :
-          Anak kecil
-          Orang gila
-          Orang ketika mabok
5.       Dapat melihat (tidak buta) [7]
6.       Dapat mendengar.
7.       Merdeka (bukan hamba abdi)[8].
8.       Dapat bercakap.
9.       Saksi dikehendaki dapat memahami ijab dan kabul.
10.    Saksi hendaklah bukan orang yang boleh menjadi wali bagi siperempuan yang akan nikah.
11.    Adil (tidak fasik).

C.    Fungsi dan tujuan adanya Saksi Nikah
Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila ada dua saksi yang menyaksikan akad tersebut. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad.
لا نكاح إلا بولى وشاهدى عدل (رواه احمد)
“Tidak ada pernikahan yang sah kecuali (dihadiri)wali dan dua saksi yang adil”
Fungsi dan tujuan saksi nikah ini tidak lain hanyalah untuk kemaslahatan kedua belah fihak dan masyarakat. Misalnya, salah seorang dari kedua mempelai mengingkari pernikahan tersebut, hal itu dapat dielakkan oleh saksi. Juga misalnya apabila terjadi kecurigaan masyarakat, dua orang saksi dapatlah menjadi pembela terhadap adanya akad perkawinan dari sepasang suami istri.
Di samping itu, menyangkut pula keturunan apakah benar anak yang lahir adalah dari perkawinan suami istri tersebut. Ternyata disini dua orang saksi itu dapat memberikan kesaksianya[9].


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pemaparan dan deskripsi yang telah kami jelaskan panjang lebar, penulis mencoba untuk menyimpulkan makalah ini, sebagai berikut :
v  Saksi nikah adalah termasuk rukun nikah.
v  Sesuatu akad nikah itu adalah dikira sah manakala segala rukun dan syarat-syaratnya dipenuhi.
v  Saksi yang hadir dalam pernikahan haruslah dua orang.
v  saksi nikah ini bertanggung jawab atas sahnya aqad perkawinan.
v  Fungsi dan tujuan saksi nikah ini tidak lain hanyalah untuk kemaslahatan kedua belah fihak dan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

F Sunan turmudzi, juz 3. Hal. 440 maktabah shameela
F Azizy. A. Qodri. Ph. D. Reformasi Bermadzhab. Teraju, 2003Usman AM. Sutrisno Drs. KH., Mutiara Dakwah Asy-Syifa’. Pustaka amanah 2009
F Imam Taqiyuddin, Kifayatul Ahyar, Al Harimain.
F Zakiah Darajat. Ilmu fiqh.(Yogyakarta:Dana Bakti Wakaf,1995)


[1] Al Imam Taqiyyuddin Abu Bakar Bin Muhammad Al-Hasany Al-Hashony Ad-Damisqy Asy-Syafi’i. Beliau adalah seorang ulama’ yang pada kurun ke-9 hijriyah.
[2] Kifayah Al Ahyar. Juz 2. Hal.49.
[3]  (Rahmatul Ummah Fi Ikhtilafil Aimmah – Al faqih Abdurrahman As syafii ad Damasqy)
[4] Fiqh Munakahat hal.64.
[5] Rasyid, Sulaiman, H. Fiqh Islam.At-Thahiriyah. Jakarta. Hal.364
[6] Mengecualikan orang yang tidak jelas jenis kelaminya (wandu/memiliki 2 kelamin) dan orang perempuan.
[7] Untuk syarat yang nomer 5,6 dan 8 ini adalah syarat sebagai syahid (saksi) secara garis besar.
[8] Dalam hal ini mengecualikan budak, karena budak itu perwalianya pada tuannya. Tetapi,disi ada catatan apabila budak mendapat izin dari tuannya maka hukum kesaksian itu sah.
[9] Ilmu Fiqh II, hal. 109.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar