Cari Blog Ini

Rabu, 21 Desember 2011

IMPLEMENTASI METODE KONTEMPORER DALAM PEMBELAJARAN AL QUR’AN (Studi Komparatif Metode Iqra’ dengan Metode Tilawati)


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al Qur’an merupakan Kitab Suci yang diturunkan oleh Allah s.w.t kepada Nabi Muhammad s.a.w sebagai mu’jizat dan salah satu rahmat yang tiada taranya bagi alam semesta. Allah s.w.t. menurunkan KitabNya yang kekal Al Qur’an-agar dibaca oleh lidah-lidah manusia, didengarkan oleh telinga mereka, ditadaburi oleh akal mereka, dan menjadi ketenangan bagi hati mereka.[1] Selain itu Al Qur’an juga merupakan petunjuk kepada jalan yang benar/lurus. Sebagaimana yang tertuang dalam firman Allah Q.S. Al Isro’ ayat 9, yang berbunyi:
إنَّ هذا القرآنَ يَهْدِيْ للتيْ هِيَ أقوَمُ ويُبَشرُ المُؤْمنيْنَ الذيْنَ يَعْملوْنَ الصَّالِحَاتِ أنَّ لهُمْ أجْرًا كَبيْرًا (الإسراء:   )
Artinya: “Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal sholeh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (Q.S Al Isro’: 9) [2]

            Mengingat demikian pentingnya peran Al Qur’an dalam membimbing dan mengarahkan kehidupan manusia, maka belajar membaca, memahami dan menghayati Al Qur’an untuk kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari merupakan kewajiban bagi setiap insan muslim. Namun sayangnya, fenomena yang terjadi saat ini tidaklah demikian. Masih banyak kaum muslim baik dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua belum dapat membaca dan menulis huruf Al Qur’an (buta huruf Al Qur’an). Keadaan yang demikian inilah menimbulkan keprihatinan khususnya bagi muslimin di Indonesia.
            Hal tersebut disebabkan bukan karena minimnya lembaga-lembaga pendidikan Al Qur’an (TPA/TPQ), akan tetapi kurangnya peran serta maupun perhatian dari masyarakat. Khususnya dalam hal ini adalah orang tua yang seharusnya bertanggung jawab memberikan pembelajaran Al Qur’an kepada putra-putrinya sejak dini, karena orang tua adalah komponen yang bersinggungan langsung dengan anak. Selain adanya faktor eksternal tersebut, masih ada pula faktor internal yang dapat menghambat atau menjadi masalah dalam usaha untuk menciptakan generasi yang bebas dari buta huruf Al Qur’an. Yaitu tidak adanya tekad, semangat (ghiroh) ataupun keinginan dari dalam diri untuk belajar membaca dan menulis Al Qur’an. Padahal dalam aktifitas kita sehari-hari (ritual keagamaan) tidak lepas dari bacaan-bacaan Al Qur’an, misalnya saja bacaan sholat (surat-surat pendek), dzikir, bacaan-bacaan do’a untuk menghindarkan diri dari segala mara bahaya, serta bacaan tahlil dan yasin. Oleh karena itu hendaknya para orang tua menyisihkan waktunya untuk memantau perkembangan kegamaan anak serta mendidik anak untuk mengenal agama sedini mungkin. 
Sehubungan dengan hal tersebut Muhammad Tholhah Hasan mengutip pernyataan dari Prof. Muhyi Hilal Sarhan, yang menyatakan bahwa:
Agama Islam memberikan perhatian besar terhadap anak-anak pada periode ini (umur 1-5 tahun) mengingat akibatnya yang besar dalam hidup kanak-kanak baik dari segi pendidikan, bimbingan serta perkembangan jasmaniyah maupun infialiyahnya dan pembentukan sikap serta prilaku mereka dimulai pada periode ini dan bahkan pada umur 2 tahun mereka telah meletakkan suatu dasar untuk perkembangan mereka selanjutnya”.[3]
Zakiah Daradjat juga menyatakan bahwa “perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) umur 0-12 tahun”.[4] Hal tersebut senada dengan sabda Nabi s.a.w.:
اطلب العلم من المهد الى اللحد
Artinya: “Belajarlah (carilah ilmu) sejak engkau dalam buaian (ayunan) sampai ke liang lahat.” [5]
Maksudnya, “semua apa saja yang dipelajari anak di waktu kecil mempunyai kesan/pengaruh yang amat dalam baginya dan sulit untuk dihilangkan, kalaupun ingin dihilangkan harus dengan melalui proses yang lama”.[6]
            Untuk mengantisipasi ataupun meminimalisir buta huruf Al Qur’an, kita sebagai umat Rasulullah s.a.w hendaknya dapat melakukan langkah-langkah positif untuk mengembangkan pembelajaran Al Qur’an. Dan juga untuk membangkitkan semangat (ghiroh) dan tekad saudara kita khususnya kaum muslim yang belum dapat baca tulis Al Qur’an untuk belajar lebih giat lagi dalam memahami serta mentadaburi kandungan-kandungan Al Qur’an baik yang tersurat maupun yang tersirat. Misalnya dengan menggunakan metode serta tehnik belajar baca tulis Al Qur’an yang sesuai, praktis, efektif dan efisien.
            Dan seperti yang telah diketahui bahwasannya di Indonesia banyak terdapat metode-metode yang digunakan dalam rangka pembelajaran Al Qur’an. Misalnya; metode Qa’idah Baghdadiyah, metode Jibril, metode Iqra’, metode Qiro’ati, metode Al Barqy, metode Tilawati, dan masih banyak lagi yang lainnya. Maka tugas seorang pendidik, guru, ustadz/ustdzah-lah untuk menentukan metode yang tepat agar peserta didik dapat lebih mudah untuk belajar baca tulis Al Qur’an.
            Berkenaan dengan penggunaan metode-metode pembelajaran Al Qur’an tersebut, pada awalnya Madrasah Diniyah Al Husna menggunakan metode Iqra’ yang kemudian dipadukan dengan metode yang baru saja disosialisasikan yaitu metode Tilawati. Dimana masing-masing metode tersebut terdiri dari beberapa jilid yang ditambah dengan buku panduan ghorib dan musykilat (bacaan-bacaan yang dianggap sulit). Maka dengan perpaduan dua metode tersebut diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran Al Qur’an, atau bahkan dapat menemukan inovasi (pembaharuan) dengan cara membandingkan kedua metode tersebut.   
            Dengan demikian apabila pembelajaran Al Qur’an dengan menggunakan metode yang sesuai dapat diterapkan secara konsekuen, diharapkan target dalam memberantas buta huruf Al Qur’an dan serta menciptakan generasi Qur’ani dapat terwujud. Maka dari pokok permasalahan yang telah dipaparkan di atas, penulis terdorong untuk mengadakan penelitian mengenai ”Implementasi Metode Kontemporer Dalam Pembelajaran Al Qur’an” (Studi Komparatif Metode Iqra’ dengan Metode Tilawati).


B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, serta agar penelitian dapat mencapai hasil yang diharapkan, maka dapat penulis rumuskan permasalahan pokok sebagai berikut:
1.      Bagaimana implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati dalam pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
2.      Apa persamaan serta perbedaan implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
3.      Apa faktor-faktor yang mendukung serta menghambat implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
C.    Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian, tentunya memiliki tujuan yang digunakan sebagai pedoman dan tolak ukur dari suatu penelitian. Sehingga dalam penelitian ini juga mempunyai tujuan yang berdasarkan dari rumusan masalah yang telah diuraikan di atas. Adapun tujuan penelitiannya adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati dalam pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
2.      Untuk mengetahui persamaan serta perbedaan implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung serta menghambat implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
D.    Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi (sumbangsih) kepada masyarakat luas, khususnya bagi umat muslim yang masih belum bisa baca tulis Al Qur’an (buta huruf Al Qur’an). Dan adapun manfaat dari penelitian ini antara lain yaitu:
1.      Bagi Lembaga (Madrasah)
Memberikan kontribusi dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
2.      Bagi Guru (ustadz/ustadzah)
Dapat menambah wawasan para ustadz/ustadzah dalam menggunakan berbagai metode pembelajaran Al Qur’an, meningkatkan profesionalisme dalam pembelajaran Al Qur’an serta kreatifitas dan inovatif dalam memilih metode pembelajaran Al Qur’an
3.      Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam pengembangan metode pembelajaran Al Qur’an yang variatif dan merupakan wujud aktualisasi dari peneliti sebagai mahasiswa sebagai bentuk pengabdiannya terhadap lembaga pendidikan
4.      Bagi Khalayak Umum
Sebagai sarana da’wah/syi’ar kepada masyarakat dalam rangka memberantas buta huruf Al Qur’an, serta sebagai bahan informasi yang bermanfaat guna menuju jalan yang diridhoi Allah s.w.t.

5.      Bagi Wali Santri (Orang Tua)
Sebagai media untuk mempererat jalinan tali kasih sayang berupa dukungan, semangat dan perhatian orang tua kepada putra-putrinya guna mencetak generasi yang shalih dan shalihah.
E.     Batasan Penelitian
Dalam hal ini penulis membatasi obyek penelitiannya yang telah disesuaikan dengan tujuan penelitian, sehingga penyajian analisa dapat ditulis dengan tepat. Maka penulis membatasi obyek penelitian ini yang berkisar pada:
1.      Memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran Al Qur’an dengan menggunakan metode Iqra’ dan metode Tilawati
2.      Pencarian informasi tentang persamaan dan perbedaan antara metode Iqra’ dan metode Tilawati
3.      Pencarian informasi terhadap faktor-faktor yang dapat mendukung serta menghambat pada implementasi pembelajaran Al Qur’an dengan menggunakan metode Iqra’ dan metode Tilawati
F.     Sistematika Pembahasan
Di dalam setiap penulisan skripsi tentunya disajikan sistematika pembahasannya guna memberikan gambaran yang jelas mengenai isi penelitian, demikian halnya dengan skripsi yang berjudul ”Implementasi Metode Kontemporer Dalam Pembelajaran Al Qur’an” (Studi Komparatif Metode Iqra’ dengan Metode Tilawati). Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang berfungsi sebagai pengantar informasi penelitian. Dalam pendahuluan ini penulis menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan sistematika pembahasan.
            Bab Kedua, berisi tentang kajian teoritis yang membahas tentang pengertian metode kontemporer dalam pembelajaran Al Qur’an, tinjauan tentang metode Iqra’ serta tinjauan tentang metode Tilawati, dan perbandingan antara metode Iqra’ dan Tilawati.
Bab Ketiga, berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, serta tahap-tahap penelitian.
Bab Keempat, berisi tentang hasil penelitian yang berisi tentang kajian empiris yang menyajikan hasil penelitian lapangan; antara lain berisi tentang latar belakang obyek yang meliputi letak geografis, sejarah berdirinya, struktur organisasi, keadaan ustadz/ ustadzah, keadaan santri, sarana prasarana, dan kurikulum, serta penyajian dan analisis data.
Bab Kelima, berisi tentang temuan dan pembahasan yang menyajikan hasil penelitian lapangan yang nantinya akan dipadukan dengan teori yang ada
Bab Keenam, adalah bab penutup yang mengemukakan kesimpulan hasil penelitian dan saran yang berkaitan dengan realitas hasil penelitian, demi pencapaian keberhasilan tujuan yang diharapkan

BAB II
KAJIAN TEORI
A.    Tinjauan Tentang Metode Kontemporer dalam Pembelajaran Al Qur'an
1.      Pengertian Metode Kontemporer dalam Pembelajaran Al Qur'an
Tidak diragukan lagi bahwa Al Qur’an mempunyai peranan penting bagi pendidikan seorang muslim agar menjadi generasi yang Qur’ani. Melalui Al Qur’an pula, mata manusia dapat terbuka lebar agar mereka meyakini jati diri dan hakekat keberadaan mereka di muka bumi ini. Dan seiring dengan urgensi (pentingnya) peran Al Qur’an tersebut para tokoh pendidikan Islam berlomba-lomba dalam menciptakan metode-metode baru yang mudah, cepat, efektif dan efisien dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an.
Sebelum membahas tentang metode kontemporer dalam pembelajaran Al Qur’an, terlebih dahulu diuraikan tentang pengertian dari istilah tersebut. Pertama-tama akan diuraikan tentang pengertian metode kontemporer, yang terdiri dari dua suku kata yaitu ”metode” dan ”kontemporer”. Menurut Nur Uhbiyati,
Kata metode berasal dari bahasa latin ’meta’ yang berarti melalui, dan ’hodos’ yang berarti jalan atau ke atau cara ke. Dalam bahasa Arab metode disebut ’tariqah’ artinya jalan, cara, sistem, atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengatur suatu cita-cita[7]
Selaras dengan pengertian metode tersebut, M. Sastrapradja dalam Kamus Istilah Pendidikan dan Umum menyebutkan bahwa metode adalah ”cara yang telah diatur dan dipikirkan baik-baik untuk menyampaikan suatu maksud atau tujuan”.[8] Sama halnya dengan pengertian metode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang menyatakan bahwa metode adalah ”cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud”.[9]
Selain itu ada beberapa definisi lagi yang dikemukakan oleh para ahli, sebagai berikut:
1.      Mohammad Athiyah al-Abrasy mendefinisikan metode sebagai jalan yang kita ikuti untuk memberi paham kepada murid-murid dalam segala macam pelajaran, jadi metode adalah rencana yang kita buat untuk diri kita sebelum kita memasuki kelas.
2.      Prof. Abd. Al-Rahim Ghunaimah menyebut metode sebagai cara-cara yang diikuti oleh guru untuk menyampaikan sesuatu kepada anak didik.
3.      Edgar Bruce Wesley mendefinisikan metode sebagai kegiatan terarah bagi guru yang menyebabkan terjadi proses belajar-mengajar, hingga pengajaran menjadi berkesan.[10]
Sedangkan Kontemporer, menurut W.J.S. Poerwadarminta berarti ”sewaktu; semasa; pada waktu/masa yang sama; pada masa kini; dewasa ini”.[11] Senada dengan pengertian kontemporer menurut Drs. Saliman dan Drs. Sudarsono yang berarti ”masa kini”.[12]
Dari uraian tersebut, yang dimaksud dengan metode kontemporer yaitu suatu cara yang ditempuh pada masa kini (modern) untuk mencapai suatu tujuan atau cita-cita yang diharapkan.
Selanjutnya tentang pengertian pembelajaran Al Qur’an, juga terdiri dari dua suku kata, yaitu ”pembelajaran” dan ”Al Qur’an”. Pembelajaran berasal dari kata ”belajar” yang mendapat awalan pem- dan akhiran –an. Dimana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ”keduanya (pem-.....-an) merupakan konfiks nominal yang bertalian dengan prefiks verbal meng-, yang mempunyai arti proses”.[13] Maka sesuai dengan pernyataan tersebut jika kata belajar mendapat imbuhan serta akhiran (pem-.....-an) maka dapat diartikan sebagai proses belajar.
Kemudian ada beberapa batasan mengenai pengertian belajar, antara lain:
a.       Dalam belajar ada tingkah laku yang timbul atau berubah, baik tingkah laku jasmaniah maupun rohaniah
b.      Perubahan itu terjadi karena pengalaman (menghadapi situasi baru) dan latihan
c.       Perubahan tingkah laku yang bukan karena latihan (pendidikan) tidak digolongkan belajar
d.      Belajar menyangkut perubahan dalam suatu organisme sebagai hasil pengalaman, hal ini berarti bahwa belajar membutuhkan waktu.[14]
Sedangkan definisi Al Qur’an menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan oleh Dr. Subhi Al Shalih ”yang berasal dari kata qara’a dan berarti bacaan”.[15] Al Qur’an juga dapat didefinisikan sebagai ”kalam Allah s.w.t. yang ditrunkan (diwahyukan) secara mutawatir, yang ditulis di mushaf dan membacanya adalah ibadah”.[16]
Dari beberapa definisi tentang metode, kontemporer, pembelajaran serta Al Qur’an yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai definisi dari metode kontemporer dalam pembelajaran Al Qur’an. Yaitu suatu cara masa kini (modern) yang digunakan/ditempuh dalam rangka perubahan tingkah laku peserta didik dengan melalui suatu proses guna mengetahui, mengerti, serta memahami isi kandungan kalam Ilahi (Al Qur’an). Atau bisa juga didefinisikan sebagai suatu cara modern yang digunakan dalam rangka mengetahui, mengerti, serta memahami mu’jizat Allah s.w.t. yang paling besar yaitu Al Qur’an.
2.      Urgensi Pembelajaran Al Qur'an
Setiap insan di dunia membutuhkan pedoman (pegangan) dalam hidupnya guna mencapai tujuan akhir yang bahagia baik di dunia maupun setelah ia meninggalkan dunia. Dan Allah menurunkan mu’jizatNya kepada Nabi Muhammad s.a.w. berupa wahyu yang telah dibukukan yaitu Al Qur’an, yang berisi tentang petunjuk jalan yang lurus dan benar serta yang diridhoi oleh Allah s.w.t.. Oleh karena itu agama Islam memerintahkan kepada semua umatnya untuk mengajarkan dan mempelajari kitab suci Al Qur’an, karena Al Qur’an adalah sumber dari segala ajaran Islam yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, juga memberikan rahmat serta hidayah bagi umat manusia.
Dan bukti bahwa Al Qur’an mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, maka H. Oemar Bakry mengklasifikasikan kandungan pokok Al Qur’an menjadi 10 aspek, antara lain:
1.      Al Qur’an
2.      Keimanan
3.      Ibadah
4.      Perkawinan
5.      Sains dan Teknologi
6.      Kesehatan
7.      Ekonomi
8.      Kemasyrakatan / Kenegaraan
9.      Budi Pekerti Luhur
10.  Sejarah [17]
Melihat betapa banyaknya kandungan serta pentingnya Al Qur’an bagi kehidupan manusia, maka hendaknya pendidikan dan pembelajaran Al Qur’an lebih diutamakan. Bahkan menurut pengungkapan Ibnu Khaldun, ”di daerah Andalusia kurikulum pendidikan anak ditekankan pada aspek Al Qur’an, karena Al Qur’an merupakan sumber ilmu, bahkan di negara-negara Afrika pun lebih mementingkan pendidikan Al Qur’an dan menghafalnya daripada pelajaran yang lain”.[18]
Dari paparan tersebut maka hendaknya pembelajaran Al Qur’an dilaksanakan sejak usia dini. Pendidikan Agama Islam dalam hal ini pembelajaran Al Qur’an bagi anak sangatlah penting dan menjadi tuntunan dan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi untuk menyelamatkan mereka dari ancaman modernisasi dan westernisasi yang penuh dengan kedholiman dan kemudhorotan. Oleh karena itu, diperlukan bimbingan yang bijaksana dan baik dari orang tua maupun dari para pendidik, agar ketika dewasa nanti anak tidak merasa canggung dan ketakutan dalam mengarungi serta mengahadapi pengalaman-pengalaman baru. Pentingnya pembinaan keagamaan tersebut adalah sebagai usaha yang bersifat preventif (pencegahan), misalnya dengan upaya pemecahan masalah (problem solving) terhadap kenakalan anak atau remaja salah satunya dengan cara mengadakan pembinaan mental keagamaan. Selain itu juga sebagai suatau usaha kuratif (perbaikan) terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada. Akan tetapi, bukan berarti selain anak-anak (remaja dan orang dewasa) tidak membutuhkan pembelajaran Al Qur’an, karena Al Qur’an diwahyukan dan diturunkan untuk semua golongan tanpa mengenal usia, status, dan jenis kelamin.
Melihat demikian pentingnya atau urgensi dari pembelajaran Al Qur’an tersebut bagi kehidupan manusia, Rasulullah s.a.w. sampai mengumpakan antara Al Qur’an dengan manusia adalah ”seperti perumpamaan bumi dengan hujan, pada saat bumi mati Allah mengirimkan hujan yang lebat sehingga bumi menjadi tumbuh dan subur serta Allah mengeluarkan apa-apa yang ada di perut bumi berupa kebutuhan manusia maupun binatang-binatang ternak, demikian juga yang dilakukan Al Qur’an kepada manusia”.[19]
Selain itu dengan membaca Al Qur’an ”yang disertai perenungan, pendalaman, dan tadabbur merupakan satu dari sekian banyak sebab kebahagiaan dan kelapangan hati, sehingga Allah s.w.t. menyifati Kitab-Nya sebagai petunjuk, cahaya, dan penawar atas semua yang ada di dalam dada serta sebagai rahmat”.[20] Sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah s.w.t. Q.S. Yunus ayat 57, yang berbunyi:
ياايهَا النا سُ قدْ جاءَ تكمْ مَوْعِظَة مّنْ ر بكمْ وشفا ءٌ لماَ فِىالصّدُوروهُدًى وَّرَحْمَة للمُؤمنيْنَ (يونس :     )
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”    (Q.S Yunus: 57) [21]
            Mengingat urgensi (pentingnya) pembelajaran Al Qur’an bagi umat manusia khususnya umat Islam, dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama RI Nomor 128 Tahun 1982/44A secara eksplisit ditegaskan “bahwa umat Islam agar selalu berupaya meningkatkan kemampuan baca tulis Al Qur’an dalam rangka peningkatan penghayatan dan pengamalan Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari”.[22]  Juga karena dari pembelajaran Al Qur’an tersebut dapat diambil kandungan, hikmah serta ilmu yang tiada bandingannya. Karena pembelajaran Al Qur’an memiliki keterkaitan erat dengan ibadah-ibadah ritual kaum muslim, seperti; sholat, haji, dan kegiatan berdo’a lainnya. Merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang mampu dan juga tugas bagi seorang hamba yang mengaku beriman kepada Kitab Allah untuk belajar, dan bila ia mampu mengajarkan kepada saudara-saudaranya yang belum bisa membaca, menulis, serta mempelajari Al Qur’an. Maka dengan adanya tanggung jawab yang dibebankan kepada umat Islam yakni belajar serta mengajar Al Qur’an tersebut, diharapkan kepada seluruh kaum muslimin yang merasa bahwa Al Qur’an merupakan Kitab Suci yang harus menjadi pedoman dalam hidupnya, minimal dapat membaca Al Qur’an dengan baik dan benar serta maksimal dapat mencetak generasi yang Qur’ani.
3.      Macam-macam Metode Kontemporer dalam Pembelajaran Al Qur'an
Dalam rangka mentransfer sebuah ilmu yang dicita-citakan sangat dibutuhkan suatu metode (cara) yang tepat agar peserta didik mengerti dan memahami ilmu yang disampaikan tersebut. Demikian halnya dengan pembelajaran Al Qur’an, juga memerlukan suatu metode yang dirancang khusus agar memudahkan peserta didik dalam proses belajar, baik menulis, membaca, serta memahami kalam Ilahi. Oleh karena itu kaum muslim (pakar Pendidikan Islam) berlomba-lomba untuk menciptakan metode baru yang efektif dan efisien serta mudah dipahami dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an.
Metode kontemporer (masa kini/modern) dalam pembelajaran Al Qur’an secara umum yang berkembang di masyarakat adalah sebagai berikut:
a.      Metode Tradisional (Qa’idah Baghdadiyah)
Metode ini paling lama digunakan di kalangan umat Islam (khususnya di Indonesia), dan metode pembelajaran yang diterapkan dalam metode ini adalah:
·         Hafalan
Sebelum santri diberi materi, terlebih dahulu harus menghafal huruf-huruf hijaiyah yang berjumlah 28 huruf dari alif (ا ) sampai ya’ ( ي) ditambah dengan huruf hamzah ( ء  ) dan lam alif ( لا)
·         Eja
Maksud dari eja yaitu, sebelum santri membaca per kalimat terlebih dahulu membaca huruf secara eja, misalnya: alif fathah a ( ا ), ba’ fathah ba ( بَ  ) dan seterusnya


·         Modul
Siswa yang lebih dahulu menguasai materi, dapat melanjutkan kepada materi/halaman berikutnya tanpa harus menunggu santri atau temannya yang lain
·         Tidak Variatif
Pada metode ini tidak disusun menjadi beberapa jilid buku, melainkan hanya 1 jilid buku saja
·         Pemberian contoh yang Absolut
Seorang ustadz/ustadzah dalam memberikan bimbingan, terlebih dahulu memberikan contoh kemudian santri mengikutinya, sehingga santri tidak diperlukan untuk bersikap aktif[23]
      Metode ini meskipun kini sudah sangat jarang ditemui akan tetapi metode ini merupakan salah satu pencetus lahirnya metode-metode yang lain dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an. Dan karena lamanya metode ini sampai saat inipun masih belum diketahui secara jelas siapa penemu/pencetus dari metode Qa’idah Baghdadiyah tersebut. Dilihat dari sistem pembelajaran yang telah dikemukakan di atas metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama, karena harus menunggu santri mengenal dan menghafal huruf-huruf hijaiyah. terlebih dahulu.
b.      Metode Al Barqy
Metode ini ditemukan/dicetuskan oleh Drs. Muhadjir Sulthon, dan disosialisasikan pertama kali sebelum tahun 1991, yang sebenarnya sudah dipraktekkan pada tahun 1983. Pada metode ini juga tidak disusun atau dicetak menjadi beberapa jilid melainkan sudah berbentuk buku. Dalam pembelajaran Al Qur’an, metode ini lebih menekankan kepada pendekatan global atau gestald psycology yang bersifat Struktural Analitik Sintetik (SAS). Yang dimaksud dengan SAS ini adalah penggunaan struktur kata/kalimat yang tidak mengikuti bunyi mati (sukun), seperti kata Jalasa dan Kataba.
Metode ini sifatnya bukan mengajar, namun mendorong hingga guru hanya: tut wuri handayani dan murid (santri) dianggap telah memilki persiapan dengan pengetahuan tersedia. Dalam perkembangannya Al Barqy ini menggunakan metode yang diberi nama metode lembaga (kata kunci yang harus dihafal) dengan pendekatan global dan bersifat Analitik Sintetik. Dan kata lembaga tersebut adalah:
§  A-DA-RA-JA
§  MA-HA-KA-YA
§  KA-TA-WA-NA
§  SA-MA-LA-BA
Secara teoritis, metode ini apabila diterapkan pada anak kelas IV SD keatas hanya memerlukan waktu (memenuhi sistem) 8 jam, bahkan bagi anak SLTA keatas cukup 6 jam, sedangkan jika buku Al Barqy diterapkan pada anak TK dengan cara bermain, maka dapat memicu kecerdasan.Adapun fase yang harus dilalui dalam metode Al Barqy, antara lain:
1.      Fase analitik, yaitu guru memberikan contoh bacaan yang berupa kata-kata lembaga dan santri mengikutinya sampai hafal, dilanjutkan dengan pemenggalan kata lembaga dan terakhir evaluasi yaitu dengan cara guru menunjuk huruf secara acak dan santri membacanya
2.      Fase sintetik, yaitu satu huruf (suku) digabung dengan yang lain, hingga berupa suatu bacaan, misal : ا دَ رَ جَ          
                                                menjadi : أَ رَ جا         
3.      Fase penulisan, yaitu santri menebali tulisan yang berupa titik-titik
4.      Fase pengenalan bunyi a-i-u, yaitu pengenalan terhadap tanda baca fathah, kashroh, dan dhommah (ا ا ا)
5.      Fase pemindahan, yaitu pengenalan terhadap bacaan atau bunyi Arab yang sulit, maka didekatkan pada bunyi-bunyi Indonesia yang berdekatan, misal:  ذ   dengan pendekatan دَ
                                     شَdengan pendekatan سَ
6.      Fase pengenalan mad, yaitu mengenalkan santri pada bacan-bacaan panjang
7.      Fase pengenalan tanda sukun, yaitu mengenalkan santri pada bacaan-bacaan yang bersukun
8.      Fase pengenalan tanda syaddah, yaitu mengenalkan santri pada bacaan-bacaan yang bersyaddah (berbunyi dobel)


9.      Fase pengenalan huruf asli, yaitu mengenalkan santri pada huruf asli (tanpa harokat), seperti; Alif       ا
Ba’ ب   
Ta’       ت
10.  Fase pengenalan huruf yang tidak dibaca, yaitu mengenalkan santri pada huruf yang tidak mendapat tanda saksi (harokat) atau tidak dibaca, misal: والضحى
11.  Fase pengenalan bacaan yang masykil, yaitu mengenalkan santri pada huruf yang biasa dijumpai di Al Qur’an, misal: انانذيرمبين
                                                                                    dibaca pendek
12.  Fase pengenalan menyambung, yaitu mengenalkan santri pada huruf-huruf yang disambung di awal, di tengah, dan di akhir
13.  Fase pengenalan tanda waqof, yaitu mengenalkan santri pada tanda-tanda baca seperti yang sering ditemui di Al Qur’an[24]
c.       Metode Iqra’
Metode pembelajaran ini pertama kali disusun oleh H. As’ad Humam, di Yogyakarta. Buku metode Iqra’ ini disusun/tercetak dalam enam jilid sekaligus dan ada pula yang tercetak atau disusun menjadi beberapa jilid (jilid 1-6). Di mana dalam setiap jilidnya terdapat petunjuk mengajar dengan tujuan untuk memudahkan setiap peserta didik (santri) yang akan menggunakannya, maupun ustadz/ustadzah yang akan menerapkan metode tersebut kepada santrinya.
Metode Iqra’ ini termasuk salah satu metode yang cukup dikenal di kalangan masyarakat, karena metode ini sudah umum penggunaannya. Adapun metode ini dalam implementasinya tidak membutuhkan alat yang bermacam-macam karena hanya ditekankan pada bacannya (membaca huruf Al Qur’an dengan fasih), serta menggunakan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif). Adapun proses pembelajaran metode Iqra’ berlangsung melalui tahap-tahap sebagai berikut:
§  Ath Thoriqoh Bil Muhaakah, yaitu ustadz/ustadzah memberikan contoh bacaan yang benar dan santri menirukannya
§  Ath Thoriqoh Bil Musyaafahah, yaitu santri melihat gerak-gerik bibir ustadz/ustadzah dan demikian pula sebaliknya ustadz/ustadzah melihat gerak-gerik santri untuk mengajarkan makhrojul huruf serta menghindari kesalahan dalam pelafalan huruf
§  Ath Thoriqoh Bil Kalaamish Shoriih, yaitu ustadz/ustadzah harus menggunakan ucapan yang jelas dan komunikatif
§  Ath Thoriqoh Bis Sual Limaqoo Shidit Ta’liimi, yaitu ustadz/ustadzah mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan santri menjawab atau ustadz/ustadzah menunjuk bagian-bagian huruf tertentu dan santri membacanya.[25]
d.      Metode Qiro’ati
Metode Qiro’ati adalah metode yang telah baku yang tidak dapat diubah lagi. Dan metode ini disususun oleh H. Dachlan Salim Zarkasyi, di Semarang pada tanggal 1 Juli 1989 sebanyak 10 jilid yang kemudian menjadi 6 jilid setelah dilakukan revisi dan ditambahkan materi yang cocok. Dalam prakteknya metode Qiro’ati ini dibeda-bedakan, khusus untuk anak pra sekolah TK (usia 4-6 tahun) dan untuk remaja serta orang dewasa. Adapun sistem pembelajaran Qiro’ati ini adalah :
·         Eja langsung, yaitu bacaan langsung dibaca tanpa harus mengejanya terlebih dahulu
·         Hafalan, santri sebelumnya diharuskan menghafalkan huruf hijaiyah sebelum menginjak pada materi atau bahasan yang lebih tinggi
·         Asistensi, santri yang sudah mampu pada jilid tertentu dapat menyimak santri yang masih belajar pada jilid yang lebih rendah
·         Variatif, artinya buku Qiro’ati ini terdiri dari beberapa jilid (6 jilid), hal ini dimaksudkan untuk merangsang santri agar tidak mengalami kejenuhan, dan mempunyai rasa bangga karena telah menamatkan jilid tertentu
·         Modul, maksudnya yaitu santri yang sudah menyelesaikan jilid tertentu dapat melanjutkan pada materi atau jilid yang lebih tinggi
Sedangkan prinsip-prinsip dasar metode Qiro’ati antara lain:
A.    Prinsip dasar bagi guru (ustadz/ustadzah)
1.      Dak-Tun (Tidak boleh Menuntun)
Dalam mengajarkan Qiro’ati ustadz/ustadzah tidak diperbolehkan menuntun, akan tetapi membimbing (memberi contoh bacaan yang benar, mengingatkan/membenarkan bacaan yang salah)
2.      Ti-Wa-Gas (Teliti Waspada Tegas)
Dalam mengajarkan ilmu baca Al Qur’an sangatlah dibutuhkan ketelitian, kewaspadaan, dan ketegasan dari ustadz/ustadzah karena akan sangat berpengaruh atas kefasihan dan kebenaran murid dalam membaca ayat-ayat Al Qur’an
3.      Teliti
Maksudnya, bahwa seorang ustadz/ustadzah harus meneliti bacaannya apakah sudah benar atau belum dan harus memnberikan contoh secara benar kepada santrinya
4.      Waspada
Dalam menyimak Al Qur’an, ustadz/ustadzah harus teliti dan waspada serta tidak boleh lengah
5.      Tegas
Ustadz/ustadzah harus tegas dalam menentukan penilaian (evaluasi kelancaran) bacaan murid jangan segan dan ragu-ragu
B.     Prinsip dasar bagi murid (santri)
1.      CBSA + M (Cara Belajar Santri Aktif dan Mandiri)
Santri dituntut untuk selalu aktif dan mandiri serta tidak tergantung pada orang lain (ustadz/ustadzah)




2.      LCTB (Lancar Cepat Tepat dan Benar)
Dalam hal ini santri diharapkan mampu cepat dalam membaca, tepat dalam membaca, dan tidak keliru dalam membaca huruf, serta benar ketika membaca hukum-hukum bacaan.[26]
e.       Metode Tilawati
Metode Tilawati ini timbul karena keprihatinan para aktifis yang sudah lama berkecimpung di TPA/TPQ karena masih banyak kalangan umat muslim yang belum bisa membaca dan menulis Al Qur’an (buta huruf Al Qur’an). Oleh karena itu Drs. H. Hasan Sadzili, Drs. H.M. Thohir Al Aly, M.Ag., KH. Masrur Masyhud serta Drs. H. Ali Muaffa bertekad untuk membuat suatu metode yang praktis, cepat, dan lancar.
Dalam metode Tilawati ini terdapat/tersusun menjadi beberapa jilid, yaitu mulai jilid 1 sampai dengan jilid 5, ditambah jilid 6 yang berisi tentang bacaan ghorib dan musykilat (bacaan-bacaan yang sulit dalam Al Qur’an). Dan pada setiap jilidnya terdiri dari 44 halaman dengan desain cover yang lux. Selain itu, pada setiap jilidnya juga dicantumkan syarat umum menjadi guru pembelajaran Al Qur’an dengan menggunakan metode Tilawati, serta pokok bahasan atau materi yang akan diajarkan pada setiap jilidnya. Adapun sistem pembelajaran metode Tilawati ini adalah sebagai berikut:
§  Eja Langsung, huruf-huruf yang ada langsung dibaca atau eja langsung tanpa harus mengejanya satu persatu, misal; a, ba, ta, dan seterusnya
§  Klasikal atau baca simak, setelah ustadz/ustadzah memberikan contoh bacaan maka santri kemudian mengikuti atau membacanya secara bersama-sama dengan melihat alat peraga yang tersedia
§  Variatif, disusun menjadi beberapa jilid buku yaitu jilid 1 sampai jilid 6 dengan desain cover yang lux, serta pada setiap bahasan atau bacaan huruf yang disampaikan selalu ditandai atau dibedakan dengan menggunakan tinta merah
§  Modul, santri yang sudah menamatkan jilidnya dapat melanjutkan jilid selanjutnya[27]
B.    Tinjauan Tentang Metode Iqra'
1.      Sejarah Metode Iqra'
Iqra’ sebenarnya adalah judul sebuah buku yang berisi tuntunan belajar membaca Al Qur’an dengan cara-cara baru yang berbeda dengan cara-cara lama, sebagaimana yang dituntunkan oleh metode Qa’idah Baghdadiyah. Dengan ditemukannya metode Iqra’ ini yang kemudian dibarengi dengan gerakan TK Al Qur’an dan Taman Pendidikan Al Qur’an (TKA-TPA) yang merupakan suatu bentuk lembaga baru dari pengajian anak-anak akhir-akhir ini, diseuruh tanah air telah terjadi suasana dan gairah baru dalam mempelajari baca tulis Al Qur’an.
Metode Iqra’ ini pertama kali disusun oleh Ustadz As’ad Humam sekitar tahun 1983-1988. Pada usia belia Ustadz As’ad Humam sudah aktif mengajar membaca Al Qur’an untuk anak-anak di lingkungan sekitarnya. Dan pada waktu itu beliau masih menggunakan metode Qa’idah Baghdadiyah atau dikenal dengan istilah Turutan. Cara atau metode ini ternyata tidak memuaskan hati beliau, karena dinilainya terlalu lambat dalam mengantarkan anak bisa membaca Al Qur’an, yaitu setelah belajar selama 2-3 tahun. Ketidakpuasan hatinya itulah yang kemudian mendorong beliau mencari dan terus mencoba berbagai sistem dan metode yang ada.
Barulah sekitar tahun 1970-an, beliau mendapatkan buku Qiro’ati yang disusun oleh ustadz Dachlan Salim dari Semarang, yang prinsip-prinsip pengajarannya hampir sama dengan tulisan Prof. Mahmud Yunus dan telah tersusun dalam tuntunan-tuntunan pengajaran yang lebih sistematis dan lengkap. Bersamaan dengan itu, beliau bertemu dengan sejumlah anak-anak muda yang mempunyai kekhawatiran yang sama dalam memikirkan problema pengajaran membaca Al Qur’an ini. Anak-anak muda tersebut dihimpun dalam suatu wadah yang diberi nama “Team Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Musholla Yogyakarta” atau biasa disingkat dengan “Team Tadarus AMM”, dengan pusat kesekretariatannya di Musholla Baiturrahman Selokraman Kotagede Yogyakarta.
Demikianlah bersama Team Tadarus “AMM” ini beliau untuk beberapa tahun menggerakkan pengajian anak-anak dengan menggunakan metode Qiro’ati tersebut. Namun dari pengalaman memakai buku Qiro’ati ini, ternyata masih banyak ditemui beberapa kelemahan mendasar yang perlu disempurnakan. Untuk itu dengan didukung oleh masukan-masukan dari Team Tadarus”AMM” yang beliau asuh serta dikuatkan oleh hasil studi banding ke berbagai lembaga pengajaran/pesantren Al Qur’an yang ada, maka disusunlah buku Iqra’ ini.[28]
2.      Struktur Metode Iqra'
Dalam metode Iqra’ ini agar materi mudah dipahami oleh peserta didik (santri) maka disusun/dicetak menjadi beberapa jilid yaitu mulai jilid 1 sampai dengan jilid 6, dengan bentuk buku-buku kecil ukuran ¼ folio. Masing-masing buku/jilidnya rata-rata terdiri dari 32 halaman, dan dikemas dengan warna sampul yang berbeda-beda agar menarik perhatian peserta didik (santri)
Menurut M. Sastrapradja yang dimaksud dengan struktur adalah bentuk atau susunan.[29] Maka sesuai dengan maksud tersebut struktur atau susunan dari metode Iqra’ adalah sebagai berikut:
Iqra’ Jilid 1
-        Pada jilid ini seluruhnya berisi tentang pengenalan huruf-huruf tunggal berharokat fathah yang diawali dengan huruf a, ba, ta, tsa, sampai dengan ya
-        Pembedaan terhadap bunyi huruf-huruf yang memiliki makhroj berdekatan, seperti:                 ص - س          ث - س          خ - غ
-        Pengenalan terhadap angka-angka Arab (                                                                     )
Iqra’ Jilid 2
-        Pengenalan terhadap bunyi huruf-huruf bersambung berharokat fathah, baik huruf sambung di awal, di tengah, maupun di akhir, seperti:
بَ تَ = بَتَ          تَ ا تَ = تا ت
-        Pengenalan bacaan mad (bacaan panjang) namun tetap berharokat fathah, seperti:
ا مَنَ           ا دَ مَ
-        Pengenalan terhadap huruf alif     ( ا )
Iqra’ Jilid 3
-        Pengenalan terhadap bacaan-bacaan selain harokat fathah yaitu kashroh dan dhommah, seperti:
عَمِلَ           فعِلَ
-        Pengenalan terhadap bacaan panjang yang berharokat kashroh dan berharokat dhommah yang diikuti dengan ya’ bertanda sukun dan wawu bertanda sukun serta kashroh berdiri dan dhommah terbalik, seperti:
عَز يْزُ          يكون           بطئه            معه
-        Pengenalan terhadap huruf ya’ ( ي ) dan wawu ( و )
Iqra’ Jilid 4
-        Pengenalan terhadap tanda baca fathahtain, kashrohtain, dan dhommahtain, seperti:
حسنا           حَاسِدٍ          رَحيْمٌ
-        Pengenalan pada huruf ya’ sukun yang jatuh setelah tanda fathah dan huruf wawu sukun yang jatuh setelah tanda fathah , seperti:
بَيْنَ                     سَوْفَ

-        Pengenalan terhadap huruf mim sukun dan nun sukun, seperti:
اولم             ان هو
-        Pengenalan terhadap huruf Qolqolah, seperti:
اجْ              ادْ              اط             اقْ

-        Pengenalan huruf-huruf bersukun yang memiliki makhroj yang berdekatan, seperti:
تأ               تعْ              تكْ             تقْ
Iqra’ Jilid 5
-        Pengenalan atau cara baca alif lam Qomariyah, seperti:
الحمد                  والفجر
-        Cara baca akhir ayat atau tanda waqof, seperti:
.............نستَعيْنُO                                                                   
-        Cara baca mad far’i, seperti:
على
-        Cara baca alif lam Syamsiyah, seperti:
والنهار
-        Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bighunnah, seperti:
مِنْ مَّاءٍ                 خَيْرٌالنساء
-        Cara baca lam dalam lafadz Jalalah, seperti:
وَاللهُ            للهِ
-        Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bilaghunnah, seperti:
منْ ر بّهمْ               فمَنْ لم
-        Pengenalan terhadap tanda baca tasydid, seperti:
اِنَّ              عَمَّا
Iqra’ JIlid 6
-        Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bighunnah, seperti:
مِنْ وَّاحِدٍ               انْ يوْصلَ
-        Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Iqlab, seperti:
مِنْ بَعْدِ
-        Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Ikhfa’, seperti:
منْ جُوْع
-        Pengenalan tanda-tanda waqof, seperti:
Boleh waqof boleh terus         ج
Bukan tempat waqof              لا
-        Cara baca waqof pada beberapa huruf atau kata musykilat, seperti:
مَا ءً - مَا ءَ                    وَالفتح – وَالفتح

-        Cara baca huruf-huruf dalam fawatihussuwar, seperti:
يس            ص             طسمّ
Melalui pemaparan struktur dari metode Iqra’ tersebut di atas maka akan memudahkan peserta didik dalam hal ini santri untuk mempelajari Al Qur’an. Karena diperlihatkan tahapan-tahapan materi yang akan dilalui oleh peserta didik (santri).[30]
3.      Implementasi Metode Iqra'
Untuk mencapai target atau tujuan pembelajaran Al Qur’an yang diharapkan, maka seorang anak usia TK sekalipun akan bisa mempelajari buku Iqra’ ini dengan pelan-pelan, bertahap, dan tanpa ada perasaan tertekan. Sedangkan frekwensi pembelajaran Iqra’ sebaiknya diberikan tiga sampai enam kali dalam seminggu. Dan pada setiap pertemuan berlangsung selama 90 menit dengan perincian sebagai berikut:
·         05 menit          : pembukaan (persiapan, salam, do’a, dan lain-lain)
·         10 menit          : hafalan (surat-surat pendek, do’a-do’a harian, ayat-ayat                                           pilihan, dan lain-lain)
·         45 menit          : pengajaran Iqra’ secara klasikal (dengan alat peraga)
·         15 menit          : pendalaman Iqra’ secara individual bersama tutor teman                                           sebaya (dengan buku Iqra’)
·         10 menit          : materi-materi bersifat rekreasi (Bermain Cerita dan                                                   Menyanyi/BCM)
·         05 menit          : penutup[31]
Jadi dalam metode Iqra’ penyampaian materi dilakukan secara klasikal dan individual. Klasikal yaitu dengan cara ustadz/ustadzah memberikan contoh terlabih dahulu kemudian santri mengikutinya secara bersama-sama. Sedangkan Individual adalah dengan cara ustadz/ustadzah menyimak bacaan santri satu persatu yang kemudian hasil dari bacaan tersebut ditulis ke dalam buku drill atau buku prestasi bacaan. Selain ustadz/ustadzah teman sebaya yang sudah mencapai jilid tertentu (lebih tinggi) dapat juga bertindak sebagai tutor., sistem ini dapat disebut sebagai sistem baca simak.
Dalam implementasi (penyampaiannya) metode Iqra’ ini memiliki perbedaan serta persamaan pada setiap jilid bukunya. Adapun implementasinya adalah sebagai berikut:
Iqra’ Jilid 1
1.      CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), dalam hal ini guru (ustadz/ustadzah) bertindak sebagai penyimak saja jangan sampai menuntun kecuali hanya memberikan contoh pokok pelajaran
2.      Mengenai judul-judul ustadz/ustadzah langsung memberi contoh bacaannya, jadi tidak perlu banyak komentar
3.      Ustadz/ustadzah cukup membetulkan bacaan-bacaan santri yang keliru saja, dengan cara: eee…, awas, stop, dan sebagainya atau bisa juga memberi titian ingatan seperti: bila ada titiknya dibaca Ro, bila tidak ada maka bacanya……
4.      Bagi santri yang betul-betul menguasai pelajaran sekiranya mampu berpacu dalam menyelesaikan belajarnya maka membacanya boleh diloncat-loncatkan, tidak harus utuh 1 halaman
5.      Untuk EBTA sebaiknya ditentukan ustadz/ustadzahnya
6.      Sebelum menguasai atau mengenal serta hafal terhadap huruf-huruf berfathah, santri tidak boleh naik ke jilid selanjutnya, terutama pada huruf-hurf yang susah pengucapan/pelafalannya, seperti:
شَ   Lebih diarahkan ke bunyi sia daripada keliru  سَ
قَ    Lebih diarahkan ke bunyi ko daripada keliru خَ
Jadi, bisa naik ke pelajaran atau jilid 2 dengan “her” pada huruf-huruf tertentu
Iqra’ Jilid 2
1.      Implementasi no. 1-5 pada Iqra’ Jilid 1 masih diterapkan pada Iqra’ Jilid 2
2.      Mulai halaman 16 materi menginjak pada bab mad (bacaan panjang), dan untuk sementara diperbolehkan santri yang belum bisa membaca lebih dari 2 harokat, yang penting harus tahu mana bacaan yang dibaca panjang dan mana bacaan yang harus dibaca pendek
3.      Ustadz/ustadzah harus menegur santri yang memanjangkan bacaan pendek ataupun memendekkan bacaan yang panjang,
Iqra’ Jilid 3
1.      Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 3 ini + peraturan/implementasi no. 3 pada Iqra’ jilid 2
2.      Ustadz/ustadzah harus menegur santri yang selalu mengulang-ulang bacaannya, misalnya bacaan wamaa dibaca berulang-ulang guru cukup menegur “bacaan wamaa ada berapa?”
Iqra’ Jilid 4
1.      Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 4 ini
2.      Bila santri keliru pada akhir kalimat, maka ustadz/ustadzah hanya boleh membetulkan bacaan yang keliru saja
3.      Untuk memudahkan ingatan santri terhadap huruf-huruf Qolqolah maka boleh dengan menyingkatnya, seperti: BAJU DI THOQO
4.      Untuk menentukan bacaan yang betul pada bab hamzah dan sukun santri diajak membaca dengan harokat fathah dulu dengan berulang-ulang baru dimatikan
Iqra’ Jilid 5
1.      Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 5
2.      Pada halaman 23 terdapat potongan surat Al Mu’minun ayat 1-11, santri dianjurkan untuk menghafalnya
3.      Santri tidak diharuskan mengenal istilah-istilah tajwid, seperti Idghom Bighunnah, Idghom Bilaghunnah, Idzhar, Iqlab, dan lain sebagainya yang penting praktis dan betul bacaannya
4.      Agar menghayati bacaan yang penting dan untuk membuat suasana semarak, santri bisa diajak untuk membaca bersama-sama secara koor yaitu pada halaman 16 sampai dengan 19 (3 baris dari atas)
Iqra’ Jilid 6
1.      Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 6
2.      Materi EBTA dalam jilid 6 ini sebaiknya dihafalkan
3.      Ustadz/ustadzah tidak diperkenankan untuk mengajari santri membaca dengan menggunakan lagu/irama walaupun dengan irama murottal
4.      Tanda waqof dibuat sesederhana mungkin yang terdapat/tertulis pada Iqra’ jilid 6 ini pada halaman 21
5.      Sebelum EBTA ada tambahan beberapa huruf yang biasa terdapat pada bagian awal surat (bacaan fawatihussuwar) serta bacaan-bacaan Muqhottho’ah[32]
4.      Kelebihan dan Kelemahan Metode Iqra'
Setiap metode pastilah seluruhnya akan memiliki keunggulan, karena dibalik keunggulan/kelebihan tersebut pastilah terselip beberapa kelemahannya, baik dari segi struktur maupun implementasinya. Hal tersebut terjadi karena keterbatasan yang dimiliki oleh setiap manusia. Dari paparan data di atas, maka dapat diklasifikasikan antara kelebihan serta kelemahan yang dimiliki oleh metode Iqra’ ini, antara lain yaitu:



a.       Kelebihan Metode Iqra’
§  Menggunakan metode CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), jadi bukan guru atau ustadz/ustadzah-lah yang aktif disini melainkan santri yang dituntut untuk aktif membaca
§  Eja Langsung, dimana santri tidak perlu mengeja huruf dan tanda secara satu persatu
§  Variatif, disusun menjadi beberapa jilid buku dengan dengan desain cover menarik dan warna yang berbeda
§  Modul, yaitu santri yang sudah menamatkan jilidnya dapat melanjutkan jilid selanjutnya
§  Menggunakan teknik Klasikal, dimana ustadz memberi contoh dan santri mengikutinya bersama-sama, ataupun menggunakan teknik Privat/Individual yaitu santri membaca secara perorangan di depan ustadz/ustadzah dengan menggunakan kartu drill
§  Pada huruf-huruf yang dianggap sulit pelafalannya dapat digunakan pendekatan-pendekatan bunyi
§  Pengenalan terhadap angka Arab (1-10)
§  Bacaan mad (panjang) dikupas/dipaparkan dalam 2 jilid (jilid 1 dan jilid 3)
§  Setelah khatam Iqra’ (jilid 6) dapat dilanjutkan Al Qur’an juz 1 bukan bacaan juz ’Amma


b.      Kelemahan metode Iqra’
§  Pada jilid-jilid awal tidak ada pengenalan terhadap huruf-huruf Hijaiyah asli
§  Pengenalan terhadap bacaan-bacaan tajwid, tetapi tanpa harus mengenalkan istilah bacaan tajwid
§  Tidak adanya media atau lembar kerja siswa atau panduan untuk menulis huruf-huruf Arab
§  Tidak dianjurkan untuk mengajarkan metode ini dengan menggunakan irama murottal, kecuali santri sudah khatam jilid akhir serta dapat membaca lancar
§  Untuk bacaan-bacaan Muqhottho’ah hanya dipaparkan pada 1 halaman saja
Dengan melihat kelebihan-kelebihan yang dimiliki metode Iqra’ ini maka patutlah pengarang dan pencetus metode ini berbangga hati. Akan tetapi jika dilihat dari kekurangan serta kelemahan yang ada, hendaknya hal tersebut dapat dijadikan sebagai cambuk atau motivasi untuk menuju pembaharuan yang lebih sempurna dan bermanfaat bagi kalangan umat Islam.
C.    Tinjauan Tentang Metode Tilawati
1.      Sejarah Metode Tilawati
Dengan melihat data pada tahun 90-an dimana semakin hari jumlah umat Islam yang tidak bisa membaca Al Qur’an semakin banyak dan belum lagi yang belum paham akan makna serta kandungan Al Qur’an, maka para aktifis yang sudah lama berkecimpung dalam TPA/TPQ terdorong untuk membuat/merancang suatu metode pembelajaran Al Qur’an yang diharapkan dapat mudah dipelajari. Selain persoalan tersebut diatas, lahirnya metode Tilawati juga antara lain karena seba-sebab dibawah ini:
  • Bergesernya peran orangtua terhadap anak (yang semula sebagai pendamping efektif bagi anak)
  • Terhapusnya pelajaran Pegon (arab gundul) di sekolah
  • Perkembangan zaman yang kurang kondusif bagi pendidikan Al Qur’an
  • Guru kehilangan cara untuk mengajar Al Qur’an sehingga mutu pendidikan kian merosot
  • Metode pembelajaran Al Qur’an selama ini yang terjadi tidak dilakukan secara maksimal
  • Fenomena yang terjadi TPA/TPQ tidak bisa berkembang karena tidak bisa merekrut tenaga guru ngaji karena kekurangan dana untuk membayar tenaga guru
  • Fenomena yang terjadi anak biasanya khatam metode pembelajaran Al Qur’an dengan memakan waktu yang cukup lama
Oleh karena itu para aktifis yang terdiri dari 4 orang yang sehari-hari berjibaku dengan pendidikan Al Qur’an memberikan solusi yang mudah yaitu dengan meluncurkan metode baru yang diberi nama Tilawati, para aktifis tersebut adalah : Drs. Hasan Sadzili, Drs. HM. Thohir Al Aly, M.Ag. , KH. Masrur Masyhud, dan Drs. H. Ali Muaffa. Para penyusun metode Tilawati tersebut menawarkan sebuah metode yang menurut mereka berbeda, karena melalui metode ini diharapkan anak sudah dapat melafalkan huruf-huruf Al Qur’an dengan tartil yaitu dengan pendekatan irama Rost.
Metode Tilawati ini dituangkan kedalam buku yang terdiri dari beberapa jilid, yaitu jilid 1 sampai dengan jilid 5 ditambah jilid 6 yang berisi surat-surat pendek, ayat-ayat pilihan, ghorib dan musykilat. Dengan desain cover lux dan warna yang indah serta menarik perhatian, juga dengan tulisan standard dan disertai alat peraga pada masing-masing jilidnya. [33]
2.      Struktur Metode Tilawati
Struktur atau susunan pada metode Tilawati ini sebenarnya hampir sama dengan struktur atau susunan pada metode Iqra’. Yaitu pada setiap jilidnya membahas kurang lebih 4 pokok bahasan atau materi. Adapaun struktur Tilawati adalah sebagai berikut:
Tilawati Jilid 1
-        Pengenalan dan pemahaman huruf hijaiyah berharokat fathah tidak berangkai, contoh: ا  بَ  تَ ثَ dan seterusnya………….
-        Pengenalan dan pemahaman huruf hijaiyah berharokat fathah berangkai, contoh:          بَ تَ ثَ = بتَثَ     
-        Pengenalan dan pemahaman huruf hijaiyah asli, contoh:
            Alif      = ا                     Tsa'      = ث
            Ba'       = ب                             Jim       = ج
        Ta'       = ت
-        Pengenalan angka-angka arab, contoh:  (                                                            ) 
Tilawati Jilid 2
-        Kalimat berharokat fathah, kashroh, dan dhommah contoh :
وَ لكَ          وَ لكِ          وَ لكُ
-        Kalimat berharokat fathahtain, kashrohtain, dan dhommahtain, contoh:
حَسَنًا           حَاسِدٍ          رَحيْمٌ
-        Bentuk-bentuk ta’, contoh:           ة = ت
-        Kalimat / bacaan panjang satu alif, contoh:
بَ – بَا                جَ - جَا
-        Fathah panjang, kashroh panjang, dhommah panjang, contoh:
ا مَنَ             بَطَئِه            مَعَه
-        Dhommah diikuti wawu sukun, ada alifnya atau tidak ada alifnya tetap dibaca sama panjangnya, contoh:            قا لوْا  
Tilawati Jilid 3
-        Membunyikan huruf yang disukun, contoh:
ا – املهم      ز - زمهريرا
-        Lam sukun dan didahului alif dan huruf yang berharokat, contoh:
ا – الْ         الحسيب
-        Lam sukun berhadapan dengan hamzah bersyakal hidup, contoh:
ولاخر ة = ول اخر ة
-        Fathah diikuti wawu sukun, contoh:
قوْمٌ             كَوْكَبًا
-        Fathah diikuti ya’ sukun, contoh:
ايْنَ             شَيْ ءَ
Tilawati Jilid 4
-        Huruf-huruf bertasydid, contoh:
سَ لْ لَ = سلَّ                        سلمَ
-        Tanda panjang (mad wajib dan mad jaiz), contoh:
مَاءَ = مَاءَ
-        Bacaan nun dan mim tasydid, contoh:
اِنا = اِنْ نَا             عَمَّا = عَمْ مَا
-        Cara mewaqofkan, contoh:
يَقيْنٌ – يَقيْنُ – يَقيْن – يَقيْن – يَقيْنْ
-        Lafdhul Jalalah, contoh:
وَاللهُ            للهِ
-        Alif lam syamsiyah, contoh:
وَالسَّارقُ = وَسَّارقُ
-        Bacaan Ikhfa’ Hakiki, contoh:
        نْ – اندَادًا – عِندَهَا            ً     ٍ     ٌ = نْ        رَسُول كريم
-        Wawu yang tidak ada sukunnya, contoh:
اولئِكَ = ا لئِكَ
-        Bacaan Idghom Bighunnah, contoh:
ً     ٍ     ٌ   atauم    مِنْ مَّاءٍ = مِمْ مَاءٍ
Tilawati Jilid 5
-        Bacaan Idghom Bighunnah, contoh:
 ً     ٍ     ٌ   atauنْ = ي     لِقوْمٍ يَّعْملوْنَ
-        Bacaan Iqlab, contoh:
ً     ٍ     ٌ   atauنْ = ب     مِنْ بَعْدِ هِمْ
-        Bacaan Ikhfa’ Syafawi, contoh:
 م- ب      بَيْنَهُمْ مَّوْبقا  bertemu dengan   مْ       
-        Bacaan Qolqolah, contoh:
قْ – ْط – بْ – جْ – دْ = يقرَءُ وْ نَ
-        Bacaan Idghom Bilaghunnah, contoh:
ً     ٍ     ٌ     atauنْ = ر ل           اِنْ لم يكن
-        Bacaan Idzhar Halqi, contoh:
ً     ٍ     ٌ   atauنْ = ا ء خ ح ع غ هـ              وَمَنْ اَصدَقَ
-        Cara membunyikan akhir kalimat ketika waqof, contoh:
كلَّ يَوْم هُوَفِيْ شَأ ن    -  كلَّ يَوْم هُوَفِيْ شَأ نْ
-        Tanda-tanda waqof, contoh:
Boleh waqof boleh terus         ج
Bukan tempat waqof              لا[34]
3.      Implementasi Metode Tilawati
Dalam metode Tilawati ini menawarkan model-model pengelolaan kelas yang bertujuan:
  1. efektifitas belajar, sehingga santri mudah menguasai materi
  2. metodologi pengajaran Al Qur’an bisa berjalan dengan baik
  3. efektifitas kelas, sehingga waktu yang tersedia tidak terbuang sia-sia
  4. santri tertib di kelas
  5. target kurikulum dapat tercapai tepat waktu
Selain itu teknik dalam penyampaian materi juga menggunakan teknik klasikal, dimana guru membaca dan santri mendengarkan, menirukan serta membaca. Namun teknik ini dapat bersifat fleksibel karena bisa disesuaikan dengan kebutuhan kondisi kelas. Alokasi waktu pembelajaran yang ditawarkan oleh metode Tilawati ini adalah:
Tabel 2.1
Alokasi Pembelajaran Metode Tilawati

Waktu
Materi
Teknik
Keterangan
5 menit
Do’a pembuka
Klasikal
Lagu Rost
15 menit
Peraga Tilawati
Klasikal
Lagu Rost
30 menit
Buku Tilawati
Baca SImak
Lagu Rost
20 menit
Materi Penunjang
Klasikal
Lagu Rost
5 menit
Do’a penutup
Klasikal
Lagu Rost
            Sedangkan target belajar yang ingin dicapai oleh metode Tilawati ini, adalah sebagai berikut:
            Waktu                         : 75 menit/pertemuan
            Jumlah santri / kelas    : 15-20 santri
            Masa belajar                : 3 Bulan 4x pertemuan/minggu
            Target                          : 80% santri naik jilid dengan bacaan standart[35]
            Adapun implementasi metode Tilawati pada setiap jilidnya adalah sebagai berikut:
Tilawati Jilid 1
1.      Ajarkan huruf-huruf hijaiyah asli secara bertahap hingga santri faham dan hafal
2.      Untuk memulai mengajarkan bunyi huruf, ustadz/ustadzah cukup memberi contoh dengan bacaan dan hindarkan memberi keterangan
3.      Mengajak santri untuk membaca klasikal
4.      Setiap pergantian materi selalu ditandai dengan tulisan atau tinta merah
5.      Pada halaman 33-44 sudah diajarkan pada huruf-huruf yang bersambung
Tilawati Jilid 2
1.      Buku Tillawati 2 ini pada halaman-halaman tertentu terdapat bacaan-bacaan yang belum diberi tanda baca, maka tugas santri untuk memberinya tanda sesuaka hatinya dan kemudian membacanya
2.      Ustadz/ustadzah dalam membaca huruf-huruf harus dengan fasih, agar santri terhindar dari kesalahan pelafalan huruf
Tilawati Jilid 3
1.      Pada bahasan Lam Sukun ustadz/ustadzah harus memberikan contoh yang benar agar santri terhindar dari bacaan Tawallud atau mental, missal: Al dibaca Alle
2.      Seluruh potongan ayat atau kalimat dibaca berirama
3.      Agar bacaannya benar, ustadz/ustadzah dalam mengajarkan membaca huruf-huruf Muqhottho’ah dengan jelas dan perlahan
Tilawati Jilid 4
1.      Ustadz/ustadzah pada halaman 12-selesai harus tetap mengajar dengan bacaan tartil
2.      Ustadz/ustadzah tetap harus memberikan contoh, tetapi tidak menuntun santri dalam membaca
3.      Pada jilid ini santri mulai diajarkan cara membaca akhir kalimat ketika waqof
Tilawati Jilid 5  
1.      Pada jilid 5 ini implementasi pembelajarannya sama dengan tilawati jilid 4
2.      Pada tilawati jilid 5 ini ustadz/ustadzah diharapkan mengajarkan bacaan secara berulang-ulang agar santri dapat menghafalnya
4.      Kelebihan dan Kelemahan Metode Tilawati
            Dilihat dari struktur dan implementasinya, kelebihan dari metode Tilawati ini antara lain adalah:
  • Menggunakan metode CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), jadi bukan guru atau ustadz/ustadzah-lah yang aktif disini melainkan santri yang dituntut untuk aktif membaca
  • Eja Langsung, dimana santri tidak perlu mengeja huruf dan tanda secara satu persatu
  • Variatif, disusun menjadi beberapa jilid buku dengan dengan desain cover menarik dan warna yang berbeda
  • Modul, yaitu santri yang sudah menamatkan jilidnya dapat melanjutkan jilid selanjutnya
  • Menggunakan teknik Klasikal, dimana ustadz memberi contoh dan santri mengikutinya bersama-sama, ataupun menggunakan teknik privat/individual yaitu santri membaca secara perorangan di depan ustadz/ustadzah dengan menggunakan kartu drill
  • Melagukan bacaan (mulai jilid 1-5) dengan menggunakan Irama Rost Standar Nasional
  • Pengenalan terhadap huruf-huruf Hijaiyah asli serta angka-angka Arab, mulai dari satuan sampai ribuan
  • Menggunakan khot standar dengan tinta berwarna merah (untuk materi baru) dan tinta berwarna hitam (untuk materi lalu)
  • Pengenalan terhadap bacaan-bacaan tajwid beserta istilah-istilahnya
  • Pengenalan terhadap huruf-huruf bersambung pada jilid awal (1)
  • Pengenalan terhadap huruf-huruf awal surat (fawatihussuwar) yang Muqhottho’ah pada jilid 3 sampai dengan jilid 5, dan diberikan secara konstan (terus-menerus)
  • Setelah khatam Tilawati (jilid 5) dapat dilanjutkan Al Qur’an juz 1 bukan bacaan juz ’Amma
            Sedangkan kelemahan atau kekurangan yang dimiliki oleh metode Tilawati ini adalah sebagai berikut:
  • Bagi ustadz/ustadzah yang akan menggunakan metode ini harus mengikuti pelatihan atau harus bisa membaca secara tartil
  • Dengan pendekatan irama lagu rost yang digunakan dalam metode Tilawati ini, jika diterapkan pada anak-anak khususnya usia pra sekolah dikhawatirkan irama tersebut tidak dapat terjaga secara intensif
  • Pada huruf-huruf yang pelafalannya agak sulit tidak diperbolehkan menggunakan pendekatan, jadi sejak awal santri harus bisa melafalkan huruf dengan baik, benar, serta fasih
  • Untuk materi bacaan mad (panjang) hanya disajikan/dikupas pada satu jilid saja 
D.    Perbandingan antara Metode Iqra' dengan Metode Tilawati
1.      Persamaan antara Metode Iqra' dengan Metode Tilawati
            Dilihat dari struktur serta penerapan atau implementasinya metode Iqra’ dan Tilawati memiliki beberapa persamaan, antara lain yaitu:
a)      Menggunakan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), dalam hal ini yang dituntut untuk aktif adalah, oleh karena itu ustadz/ustadzah dilarang untuk menuntun santri ketika membaca melainkan memberi contoh santri sehingga santri tidak selalu menggantungkan diri kepada ustadz/ustadzah
b)      Variatif, terdiri dari beberapa jilid buku dengan desain cover yang menarik serta warna yang berbeda, untuk Iqra’ terdiri dari 6 jilid sedangkan Tilawati terdiri dari 5 jilid buku
c)      Menggunakan tehnik membaca secara Privat/Individual, dimana santri membaca secara perorangan atau satu persatu didepan ustadz/ustadzah dengan menggunakan buku drill (hasil prestasi bacaan santri)
d)     Eja langsung, jadi santri tidak perlu mengeja huruf serta tanda baca secara satu persatu
e)      Berbentuk modul, yaitu bagi santri yang lulus serta membaca baik dan benar dapat melanjutkan pada jilid yang lebih tinggi
f)       Setelah khatam jilid akhir (Iqra’ jilid 6 atau Tilawati jilid 5) dapat dilanjutkan Al Qur’an juz 1,bukan bacaan juz ’Amma
g)      Pengenalan terhadap bacaan mad (panjang) dimulai pada jilid 2


2.      Perbedaan antara Metode Iqra' dengan Metode Tilawati
      Sedangkan perbedaan yang ada pada metode Iqra’ dan metode Tilawati adalah sebagai berikut:
a)      Pada metode Tilawati dalam pembacaannya menggunakan irama lagu Rost, sedangkan pada Iqra’ dalam pembacaannya dilarang menggunakan lagu sekalipun dengan menggunakan irama Murottal
b)      Menurut susunan bukunya pada metode Iqra’ terdiri dari 6 jilid plus buku Ghorib dan Musykilat dan pada metode Tilawati hanya terdiri dari 5 jilid, sedangkan Ghorib dan Musykilat terdapat pada jilid 6
Metode Iqra’:                                                     Metode Tilawati:
jilid 1, berwarna = orange                                  jilid 1, berwarna = hijau
jilid 1, berwarna = hijau                                     jilid 2, berwarna = coklat
jilid 3, berwarna = biru                                       jilid 3, berwarna = biru tua
jilid 4, berwarna = merah                                   jilid 4, berwarna = ungu
jilid 5, berwarna = ungu                                     jilid 5, berwarna = biru muda
jilid 6, berwarna = coklat
c)      Pada jilid pertama dalam metode Iqra’ belum diajarkan huruf bersambung, sedangkan dalam metode Tilawati sudah diajarkan huruf-huruf bersambung
d)     Pada metode Iqra’ pengenalan terhadap huruf-huruf Hijaiyah asli baru dipaparkan pada jilid 2 dan itupun hanya terbatas 2 sampai 3 huruf saja, sedangkan dalam metode Tilawati bacaan huruf asli sudah diberikan pada jilid pertama mulai dari alif sampai ya’ ditambah dengan pengenalan terhadap angka-angka arab mulai satuan sampai ribuan
e)      Pada metode Tilawati setiap pergantian pokok bahasan baru selalu ditandai dengan tinta merah sehingga memudahkan santri untuk mengingatnya, sedang dalam metode Iqra’ baik pokok bahasan baru atau lama tetap menggunakan tinta hitam
Metode Tilawati
بَ   تَ
            بَ تَ            تَ ب           ا تَ   
تَ تَ         تَ بَ              تَ ا
تَ بَ تَ                    تَ تَ بَ
تَ  ا  بَ                    بَ  ا  تَ
ا  تَ  بَ                    ا   بَ تَ
Metode Iqra’
بَ   تَ
         تَ ب ا                       ا تَ ب
تَ ا بَ                       ا بَ تَ       بَ تَ ا                       ا تَ بَ
تَ ا تَ                       بَ ا تَ
ا تَ بَ                      تَ  تَ ا
                               

f)       Pada metode Iqra’ untuk huruf-huruf yang dianggap sulit dalam pelafalannya menggunakan pendekatan bunyi, contohnya seperti;
شَ   Lebih diarahkan ke bunyi SIA daripada keliru  سَ
قَ    Lebih diarahkan ke bunyi KO daripada keliru خَ
ضَ  Lebih diarahkan ke bunyi DHO (kendor) daripada keliru ظ
ظ          Lebih diarahkan ke bunyi  ذ  (dibaca dengan bibir agak maju)
sedangkan pada Tilawati ustadz/ustadzah harus mengenalkan huruf-huruf sesuai dengan makhraj dengan baik dan benar
g)      Untuk huruf-huruf Muqhottho’ah, pada Iqra’ hanya dipaparkan/disajikan ½ halaman saja yang ditulis pada jilid akhir (6), sedangkan untuk Tilawati disajikan sejak jilid 3 sampai jilid akhir secara berkesinambungan (istiqomah)










BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan teoritis dan empiris dalam penelitian sangatlah diperlukan. Oleh karena itu sesuai dengan judul di atas, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Sebagaimana pendapat Kirk dan Miller seperti yang dikutip oleh Moeloeng, yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif ”berusaha mengungkapkan gejala suatu tradisi tertentu yang secara fundamental tergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan peristilahannya”.[36]
Sedangkan deskriptif menurut Moeloeng adalah ”laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan”.[37] Dalam hal ini peneliti menggunakan metode kualitatif karena ada beberapa pertimbangan lain, menjelaskan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan-kenyataan ganda. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden, metode ini lebih reka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Dalam pendekatan deskriptif terdapat beberapa jenis metode yang telah lazim dilaksanakan. Dan sehubungan dengan hal tersebut peneliti menggunakan pendekatan deskriptif dengan jenis studi komparatif. Yang berarti ”suatu penyelidikan deskriptif yang berusaha mencari pemecahan melalui analisa tentang perhubungan-perhubungan sebab akibat, yakni yang meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan membandingkan satu faktor dengan yang lain”.[38] Oleh karena itu melalui observasi, wawancara dan angket adalah teknik pengumpulan data yang akan digunakan oleh peneliti yang juga akan ditambah dengan dokumentasi.
B.     Kehadiran Peneliti
            Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif mutlak diperlukan, karena peneliti sendiri merupakan alat (instrumen) pengumpul data yang utama sehingga kehadiran peneliti mutlak diperlukan dalam menguraikan data nantinya. Karena dengan terjun langsung ke lapangan maka peneliti dapat melihat secara langsung fenomena di daerah lapangan seperti “kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi hasil pelapor dari hasil penelitiannya”.[39] Kedudukan peneliti sebagai Instrumen atau alat penelitian ini sangat tepat, karena ia mempunyai peran yang sangat vital dalam proses penelitian.
            Sedangkan kehadiran peneliti dalam penelitian ini diketahui statusnya sebagai peneliti oleh subyek atau informan, dengan terlebih dahulu mengajukan surat izin penelitian ke lembaga yang terkait. Adapun peran peneliti dalam penelitian adalah sebagai pengamat berperan serta yaitu peneliti tidak sepenuhnya sebagai pemeran serta tetapi masih melakukan fungsi pengamatan. Peneliti pada saat penelitian mengadakan pengamatan langsung, sehingga diketahui fenomena-fenomena yang nampak. Secara umum kehadiran peneliti di lapangan dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
1.      Penelitian pendahuluan yang bertujuan mengenal lapangan penelitian
2.      Pengumpulan data, dalam bagian ini peneliti secara khusus mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam proses penelitian
3.      Evaluasi data yang bertujuan menilai data yang diperoleh di lapangan pnelitian dengan kenyataan yang ada
Dalam penelitian yang dilakukan selama kurang lebih 3 minggu, peneliti hadir secara intensif di Madrasah Diniyah Al Husna guna memperoleh informasi serta data yang dibutuhkan. Misalnya saja dengan masuk ke ruang-ruang kelas secara bergantian (mulai kelas IA sampai kelas VIB), dan mengikuti proses belajar-mengajar di kelas-kelas tersebut. Kemudian selebihnya peneliti melakukan interview (wawancara) kepada Kepala Madrasah Diniyah Al Husna dan ustadz/ ustadzah serta mengumpulkan atau menyalin data yang berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan latar belakang, visi, misi, serta kurikulum.
C.    Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah letak dimana penelitian akan dilakukan untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan dan berkaitan dengan permasalahan penelitian. Adapun lokasi penelitian ini berada di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang, tepatnya terletak di Jalan Mayor Abdullah No. 248 Lawang – Malang, dan berdiri dibawah naungan Yayasan Ponpes. Al Husna Lawang.
Lokasi Madrasah Diniyah Al Husna berada di tempat yang sangat strategis dan tanah berada di kelas A dengan luas 343 m persegi, lingkungan sangat mendukung untuk berkembang pesat karena akan sangat kompetitif  dilihat dari banyaknya tempat pendidikan yang lain di lingkungan tersebut, baik dalam kalangan Islam maupun Nasrani. Dan berada tepat di depan instansi pemerintah (dinas pertanian) di jalur menuju Agro Wisata Wonosari (perkebunan teh) serta ada di belakang perkampungan padat penduduk.
D.    Sumber Data
Menurut pernyataan Lofland dan Lofland yang dikutip oleh Moeloeng, “sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistic”.[40] Berdasarkan pengertian tersebut dapat dapat dimengerti bahwa yang dimaksud dengan sumber data adalah dari mana peneliti akan mendapatkan dan menggali informasi berupa data-data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah:
1.      Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan data yang dikumpulkan, diolah, dan disajikan oleh peneliti dari sumber utama, yang dapat berupa kata-kata atau tindakan. Dalam hal ini yang akan menjadi sumber data primer/ utama adalah Kepala Madrasah Diniyah Al Husna, ustadz/ ustadzah dan para stafnya serta santriwan-santriwati Madrasah Diniyah Al Husna.
2.      Sumber Data Skunder
Sumber data skunder merupakan sumber data pelengkap yang berfungsi melengkapi data-data yang diperlukan oleh data primer/ data utama. Yaitu dapat berupa buku-buku, makalah, arsip, dokumen pribadi serta dokumen resmi.
E.     Prosedur Pengumpulan Data
1.  Observasi
Di dalam pengertian psikologik, “observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra”.[41]
Dengan kata lain, metode observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap fenomena (kejadian) yang diamati dan diselidiki untuk kemudian dilakukan pencatatan. Melalui metode ini peneliti ingin memperoleh data mengenai:
a.       Penerapan pembelajaran Al Qur’an dengan menggunkan metode Iqra’ dan Tilawati.
b.      Persamaan dan perbedaan antara metode Iqra’ dan metode Tilawati.
c.       Faktor-faktor yang mendukung serta menghambat bagi penerapan metode Iqra’ dan Tilawati.
Sedangkan untuk proses observasinya yaitu, peneliti menggunakan metode angket yang disebarkan kepada para ustadz/ ustadzah, melakukan interview (wawancara) kepada beberapa ustadz/ ustadzah yang mengerti serta paham tentang metode Iqra’ dan Tilawati. Selain itu, guna memperoleh informasi lebih lengkap maka peneliti juga terjun langsung, yaitu dengan masuk ke ruang-ruang kelas dan mengikuti proses belajar-mengajar.
2.  Interviu (Interview)
Interviu yang sering juga “disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer)”.[42] Metode ini juga merupakan wawancara langsung dengan responden sebagai pihak yang memberikan keterangan. Adapun data yang ingin diperoleh oleh peneliti melalui metode/ tehnik ini adalah :
a.       Mengetahui gambaran umum tentang Madrasah Diniyah Al Husna, antara lain seabagai berikut:
    1. Sejarah dan latar belakang Madrasah Diniyah Al Husna
    2. Visi dan Misi Madrasah Diniyah Al Husna
    3. Struktur organisasi Madrasah Diniyah Al Husna
    4. Keadaan ustadz/ ustadzah Madrasah Diniyah Al Husna
    5. Keadaan santri Madrasah Diniyah Al Husna
    6. Keadaan sarana prasarana Madrasah Diniyah Al Husna
b.      Penggalian informasi tentang metode pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna, diantaranya:
§  Penerapan metode Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna
§  Persamaan dan perbedaan antara metode Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna
§  Faktor pendukung dan penghambat bagi penerapan metode Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna
Adapun yang menjadi responden dalam metode Wawancara (Interview) ini adalah Kepala Madrsah Diniyah Al Husna, ustadz/ ustadzah serta para staf Madrasah Diniyah Al Husna.
3.  Dokumentasi
Dokumentasi atau “dokumen (document) ialah semua jenis rekaman/ catatan ‘skunder’ lainnya, seperti surat-surat, memo/ nota, pidato-pidato, buku harian, poto-poto, kliping berita koran, hasil-hasil penelitian, agenda kegiatan”.[43] Tehnik/ metode ini biasa digunakan sebagai sumber data yang berupa laporan ataupun catatan tertulis, misalnya: buku-buku, makalah, catatan, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, agenda kegiatan, dan sebaginya. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperoleh data tentang:
a.       Visi dan misi Madrasah Diniyah Al Husna
b.      Struktur organisasi Madrasah Diniyah Al Husna
c.       Kurikulum di Madrasah Diniyah Al Husna
d.      Keadaan ustadz/ ustadzah Madrasah Diniyah Al Husna
e.       Keadaan santri Madrasah Diniyah Al Husna
f.       Sarana prasarana
F.     Analisis Data
Analisis data menurut Moeleong adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”.[44] Karena dalam penelitian ini tidak menggunakan angka, maka metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dimana dengan analisis deskriptif berusaha menggambarkan, mempresentasikan serta menafsirkan tentang hasil penelitian secara detail/ menyeluruh sesuai data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan dari hasil observasi, interview, dan dokumentasi.
Mendeskripsikan data kualitatif adalah “dengan cara menyusun dan mengelompokkan data yang ada, sehingga memberikan gambaran nyata terhadap responden. Metode penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik”.[45]

Proses analisa yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Reduksi Data
Reduksi data merupakan analisis yang menajamkan, menggolongkan data dengan cara sedemikian rupa hingga dapat ditarik kesimpulan final/ akhirnya (diverifikasi). Data yang diperoleh dari lapangan langsung ditulis dengan rinci dan sistematis setiap selesai mengumpulkan data. Laporan-laporan itu perlu direduksi, yaitu dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian agar mudah untuk menyimpulkannya. Reduksi data dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan serta membantu dalam memberikan kode kepada aspek-aspek tertentu.[46]
2.      Display Data atau Penyajian Data
Display data menurut “yaitu mengumpulkan data atau informasi secara tersususun, yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data yang sudah ada disusun dengan menggunakan teks yang bersifat naratif, selain itu dapat berupa matriks, grafik, networks, dan chart”.[47] Hal tersebut dilakukan dengan alasan supaya peneliti dapat menguasai data dan tidak terpaku pada tumpukan data, serta memudahkan peneliti untuk merencanakan tindakan selanjutnya.

3.      Verifikasi atau menarik kesimpulan
Verifikasi atau penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dan analisis data puncak. Meskipun begitu, kesimpulan juga membutuhkan verifikasi selama penelitian sedang berlangsung. Verifikasi dimaksudkan untuk menghasilkan kesimpulan yang valid. Oleh karena itu, ada baiknya sebuah kesimpulan ditinjau ulang dengan cara mem-verifikasi kembali catatan-catatan selama penelitian dan mencari pola, tema, model, hubungan dan persamaan untuk diambil sebuah kesimpulan.[48]
G.    Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian, setiap hal temuan harus dicek keabsahannya, agar hasil penelitiannya dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya dan dapat dibuktikan keabsahannya. Dan untuk pengecekan keabsahan temuan ini teknik yang dipakai oleh peneliti adalah triangulasi.
Triangulasi menurut Moeloeng adalah “teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”.[49] Dan pengecekan atau pemeriksaan yang dilakukan oleh peneliti antara lain yaitu:
1.      Triangulasi Data, yaitu dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, data hasil wawancara dan data hasil dengan dokumentasi. Hasil perbandingan ini diharapkan dapat menyatukan persepsi atas data yang diperoleh.
2.      Triangulasi Metode, yaitu dengan cara mencari data lain tentang sebuah fenomena yang diperoleh dengan menggunakan metode yang berbeda yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Kemudian hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode ini dibandingkan dan disimpulkan sehingga memperoleh data yang bisa dipercaya.
3.      Triangulasi Sumber, yaitu dengan cara membandingkan kebenaran suatu fenomena berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti, baik dilihat dari dimensi waktu maupun sumber lainnya.
H.    Tahap-tahap Penelitian
Selama melakukan penelitian dalam rangka penyelesaian tugas akhir ini, peneliti melalui beberapa tahapan, antara lain:
  1. Tahap Persiapan, meliputi;
a)      Pengajuan judul dan proposal penelitian kepada pihak Kajur (kantor jurusan)
b)      Konsultasi proposal ke Dosen Pembimbing
c)      Melakukan kegiatan kajian pustaka yang sesuai dengan judul penelitian
d)     Menyusun metode penelitian
e)      Mengurus surat perizinan penelitian kepada fakultas untuk diserahkan kepada Pimpinan/ Kepala Madrasah yang dijadikan obyek penelitian
f)       Menjajaki dan menilai keadaan lapangan yang akan diteliti
g)      Memilih dan memanfaatkan informan
h)      Menyiapkan perlengkapan penelitian
  1. Tahap Pelaksanaan, meliputi;
Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data dan pengolahan data, adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a)      Memahami latar belakang penelitian dan persiapan diri
b)      Mengadakan observasi langsung
c)      Melakukan wawancara kepada subyek penelitian
d)     Menggali data penunjang melalui dokumen-dokumen
Pengolahan data dilakukan dengan cara data yang diperoleh dari hasil penelitian di analisis dengan tehnik atau metode analisis yang telah ditentukan sebelumnya.
  1. Tahap Penyelesaian, meliputi;
a)      Menyusun kerangka laporan hasil penelitian
b)      Menyusun laporan akhir penelitian dengan selalu berkonsultasi kepada Dosen Pembimbing
c)      Ujian pertanggung jawaban hasil penelitian di depan dewan penguji
d)     Penggandaan dan penyampaian hasil laporan hasil penelitian kepada pihak-pihak yang bersangkutan dan berkepentingan











BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.    Latar Belakang Obyek Penelitian
Dalam rangka mengadakan pembuktian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan penulisan (skripsi ini), maka penulis mengadakan penelitian lapangan (field research) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang. Dan latar belakang obyek penelitian merupakan hal sangat penting untuk dikemukakan dalam penelitian, karena obyek penelitian adalah pusat informasi data yang akan diambil oleh peneliti dalam menyempurnakan penelitiannya. Oleh karena itu, dalam latar belakang obyek ini akan memaparkan profil obyek penelitian secara garis besar, yaitu mengenai hal-hal sebagai berikut:
1.      Letak Geografis Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Madrasah Diniyah Al Husna terletak di wilayah/ kota Lawang, yang kurang lebih berjarak 25 km dari kota Malang. Tepatnya terletak di Jalan Mayor Abdullah No. 248 Lawang-Malang, dan berdiri di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Al Husna Lawang. Lokasi Madrasah Diniyah Al Husna berada di tempat yang sangat strategis dan tanah berada di kelas A dengan ukuran luas 343 m persegi. Dengan lingkungan yang sangat mendukung untuk berkembang, karena akan sangat kompetitif dilihat dari banyaknya tempat pendidikan di sekitar lingkungan tersebut. Baik di bawah naungan umat Muslim maupun di bawah naungan umat Nasrani, serta merupakan jalur menuju Agro Wisata Wonosari (perkebunan teh).
Adapun batas wilayah Madrasah Diniyah Al Husna adalah, di sebelah Barat terletak/ berdiri sebuah instansi pemerintahan (Dinas Pertanian), serta sebuah bangunan TK (Taman Kanak-kanak) dan KB (Kelompok Bermain/ Play Group) yang juga berada di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Al Husna. Kemudian di sebelah Timur terdapat beberapa lembaga pendidikan TK dan SD yang dikelola oleh kaum Nasrani juga sebuah Gereja,di sebelah Utara dan Selatan terdapat perkampungan dan perumahan padat penduduk.
Sesuai dengan letaknya yang strategis, maka santri Madrasah Diniyah Al Husna tidak hanya berasal dari desa atau perkampungan sekitarnya saja, bahkan banyak yang datang dari luar desa atau kecamatan yang letaknya sangat jauh. Sehingga salah satu dari wali santri menyediakan jasa antar jemput (abumen) bagi santri yang rumahnya terletak agak jauh dari lokasi Madrasah Diniyah Al Husna.
2.      Sejarah Berdirinya Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Pada awal berdirinya (sebelum resmi menyandang nama Madrasah Diniyah Al Husna), Ibu Lailil Qomariyah yang sejak kecil memang sudah akrab dengan lingkungan pondok pesantren, dan dibantu oleh dua orang adiknya mengajar anak-anak kampung di sekitar rumahnya agar bisa membaca dan menulis huruf Al Qur’an Semula jumlah anak-anak yang mengajihanya 50 orang, akan tetapi sejalan dengan tingginya animo serta kesadaran masyarakat sekitar akan agama dan pentingnya Al Qur’an, maka dalam jangka waktu 3 bulan jumlah anak-anak bahkan ibu-ibu yang mengaji bertambah menjadi tiga kali lipat. Karena jumlah anak-anak dan ibu-ibu yang mengaji bertambah banyak sehingga membutuhkan tempat yang lebih luas, maka pada awal tahun 2000 tepatnya pada bulan April, Ibu Lailil Qomariyah mendirikan tempat belajar Al Qur’an atau biasa disebut dengan TPA/TPQ (Taman Pendidikan Al Qur’an). Dan berdasarkan atas saran serta hasil musyawarah ustadz-ustadz dan ulama’ se-Lawang maka Madrasah Diniyah Al Husna resmi dibuka untuk umum.
Sedangkan tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh Madrasah Diniyah Al Husna yaitu menjadi salah satu sarana/ tempat pendidikan Al Qur’an (TPA/ TPQ) yang unggul dari segi mutu, dan ingin menciptakan ciri khas yang berbeda dari tempat-tempat mengaji lainnya. Oleh karena itu diberi nama Madrasah Diniyah atau biasa diartikan sebagai sekolah agama, dimana didalamnya anak-anak dibekali dengan pengetahuan mengenai dasar-dasar agama. Sehingga mereka (santri) nantinya ketika dewasa tidak hanya bisa membaca Al Qur’an saja. Hal tersebut disebabkan karena di sekolah-sekolah umum kebanyakan materi pelajaran agama dirasa sangat kurang, yaitu hanya 2 jam pelajaran dalam satu minggunya. Maka sangat mendesak dibutuhkan keberadaan suatu lembaga yang khusus menangani pendidikan agama anak-anak sejak usia dini. Dan Madrasah Diniyah Al Husna berusaha menjawab permasalahan tersebut dengan cara menyediakan sarana yang representatif dalam rangka pembelajaran keagamaan.
Setiap instansi atau lembaga baik formal maupun non formal, pasti memiliki visi dan misi guna mencapai tujuan yang dicita-citakan, begitupun dengan Madrasah Diniyah Al Husna. Adapun Visi dan Misi yang ingin dicapai oleh Madrasah Diniyah Al Husna adalah sebagai berikut:
            Visi
Mencetak generasi Qur’ani, yang mempunyai komitmen pada agama Islam, bertaqwa, berprestasi, ber-akhlaqul karimah, shaleh, dan bermanfaat bagi keluarga, bangsa dan agama.
            Misi
·        Menumbuhkan kecintaan anak/ santri pada Allah, Rasul-Nya, Agama-Nya, dan Kitab Suci-Nya
·        Menyiapkan santri untuk dapat membaca Al Qur’an dengan tartil, fasih, dan lancar serta dapat memahami maknanya, sehingga kelak dapat mengamalkan ajaran-Nya
·        Mengetahui dasar-dasar agama Islam untuk bekal dalam menghadapi perubahan zaman dan membentengi diri dari pengaruh-pengaruh luar yang merusak moral dan aqidah anak/ santri
·        Memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk mengembangkan bakat, minat dan potensinya agar tersalurkan secara wajar dan seimbang sehingga dapat berprestasi
3.      Struktur Organisasi Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Struktur organisasi merupakan kerangka atau susunan yang menunjang hubungan antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya, sehingga jelas antara wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam kebulatan yang teratur. Pengorganisasian adalah menyusun hubungan perilaku yang efektif antar personalia, sehingga mereka dapat bekerjasama secara efisien dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan beberapa tugas dan dalam situasi lingkungan yang ada disekitarnya guna mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan. Oleh karena itu Madrasah Diniyah Al Husna sebagai suatu lembaga pendidikan dimana didalamnya terdapat penasehat, kepala Madrasah, Waka. Bid. Kurikulum, Waka. Bid. Kesantrian, Waka Bid. Sarana Prasarana, ustadz/ ustadzah, karyawan/ security, staff tata usaha, santriwan/ santriwati dan sebagainya memerlukan pengorganisasian yang baik. Hal ini bertujuan agar program serta kurikulum yang sudah dibentuk (ditentukan) dapat berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu agar kerjasama dan tanggung jawab dapat dijalankan secara maksimal, baik antara ustadz dengan ustadzah, santri dengan santri, ustadz dengan santri, dan demikian pula sebaliknya.
Adapun struktur organisasi pada Madrasah Diniyah Al Husna adalah sebagai berikut:


STRUKTUR ORGANISASI MADRASAH DINIYAH AL HUSNA
 
















      Keterangan:
      Penasehat                                : Ustadz H. Anis Shahab
                                                        H. Soepra’i Ahmad Rifa’i
                                                        H. Abdul Mu’in Effendi
      Kepala Madrasah                    : Ustadzah Lailil Qomariyah
      Waka Bid. Kurikulum             : Ustadz M. Mukhlisin, S.Pd.
      Waka Bid. Kesantrian             : Ustadzah Misbahus Sholihah
      Waka Bid. Sarana Prasarana   : Ustadz Heri Utomo
      Staff Tata Usaha                     : Ibu Endah Rahayu Listyarini
                                                        Ibu Zuliatul Masruroh
4.      Keadaan Ustadz/ ustadzah Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Guru atau pendidik merupakan salah satu komponen pendidikan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, karena keberadaannya sangat mempengaruhi hal tersebut dan sekaligus merupakan faktor penentu menuju tercapainya tujuan pembelajaran. Dan dalam lingkungan pembelajaran Al Qur’an (TPA/ TPQ), istilah guru atau pendidik sering disebut juga dengan istilah ustadz/ ustadzah. Untuk melihat lebih lengkap mengenaai data guru (ustadz/ ustadzah) dan para staff/karyawan Madrasah Diniyah Al Husna dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1
Data Ustadz/ ustadzah serta staff Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

No.
Nama ustadz/ ustadzah
dan staff
Pendidikan terakhir
Jabatan
1
Ustdz. Lailil Qomariyah
SMU
Kepala madrasah
2
Ust. Abdul Bari, SH. M.HUM
S2
Wali kls.6B
3
Ust. Heri Utomo
MA
Wali kls.1A+ass. kls.6B
4
Ustdz. Misbahus Sholihah
SMU
Wali kls.3A+ass. kls.6A
5
Ust. M. Mukhlisin, S.Pd.
S1
Wali kls.2A+5B
6
Ust. Ahmad Hanafi
MA
Wali kls. penjurusan
7
Ust. M. Ali Chusni
MA
Ass. penjurusan
8
Ustdz. Siti Nur Azizah
PGTK
Wali kls.4A+ass. Kls.1B
9
Ustdz. Anisatul Maghfiroh
SMU
Wali kls.2B+4B
10
Ustdz. Siti Latifatul Hidayah
D3
Wali kls.3A+ass. kls.6A
11
Ustdz. Reny Fitria
SMU
Wali kls.3A+ass. kls.6A
12
Ustdz. Siti Aminah
SMU
Asss. kls.4A
13
Ustdz. Firmandini Islamy
SMU
Wali kls.3A+ass. kls.6A
14
Ustdz. Luluk Muthoifah
SMU
Asss. kls.2B+4B
15
Ust. Muhammad Imam, S.Pd.I
S1
Wali kls.3A+ass. kls.6A
16
Ust. Ainun Hakim
SMU
Ass. kls.2A+4A
17
Ust. Thoha Luqoni, S.Sos.
S1
Guru ekstra kurikuler jurnalistik
18
Ust. Mujib
MA
Guru ekstra kurikuler tartil
19
Bpk Sony
SMU
Guru ekstra kurikuler menggambar
20
Ibu Endah Rahayu Listyarini
SMU
Staff TU
21
Ibu Zuliatul Masruroh
SMK
Staff TU
22
Bpk. Rahmad Jatmiko
SMU
Security
                            Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
5.      Keadaan Santri Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Peserta didik dalam hal ini santri, merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang mendukung dalam kegiatan belajar mengajar dan juga merupakan salah faktor yang dominan. Dan murid (santri) sebagai obyek pendidikan tentunya mempunyai peranan yang sangat penting dalam mensukseskan proses pembelajaran Al Qur’an, meskipun hal ini tidak dapat dilepaskan hubungannnya dengan pendidik atau ustadz/ ustadzah.
Secara garis besar jumlah santriwan/ santriwati Madrasah Diniyah Al Husna dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2
Data Santriwan/ santriwati Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Kelas
Santriwan
Santriwati
Jumlah
1 A
5
18
23
1 B
11
10
21
2 A
7
14
21
2 B
11
13
24
3 A
10
5
15
3 B
9
5
14
4 A
-
10
10
4 B
13
-
13
5 A
-
24
24
5 B
5
-
5
6 A
-
20
20
6 B
13
-
13
Penjurusan
8
8
16
Jumlah Total
92
127
219
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Dari penyajian data di atas dapat dilihat bahwasannya jumlah santriwati lebih dominan (lebih banyak) daripada jumlah santriwan. Dan dari jumlah tersebut, sebagian besar santri Madrasah Diniyah Al Husna berasal dari daerah sekitar (wilayah Kecamatan Lawang sendiri). Seedangkan usia santri, rata-rata masih duduk pada tingkatan sekolah dasar (SD), meskipun ada pula beberapa santri yang masih TK atau bahkan pra-sekolah (Play Group).
6.      Sarana dan Prasarana Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Dalam suatu lembaga, sarana prasarana merupakan suatu alat atau media keberhasilan dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan. Apalagi suatu lembaga pendidikan seperti Madrasah Diniyah Al Husna, sarana prasarana merupakan alat penunjang keberhasilan bagi kelancaran proses pembelajaran Al Qur’an selama ini. Adapun saran dan prasaran yang ada di Madrasah Diniyah Al Husna secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.3
Sarana Prasarana Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

No.
Nama
Jumlah
1
Ruang kelas
6
2
Musholla
1
3
Ruang guru/kantor
1
4
KM/WC
4
5
Koperasi santri
1
6
Ruang Audio Visual
1
7
Alat-alat peraga
11
8
Televisi/TV
1
9
VCD (Video Casette Disk)
1
10
Komputer
1
11
Papan Tulis
6
12
Almari Berkas
1
13
Rak Al Qur’an
2
14
Mading (Majalah Dinding)
2
15
Almari Perpustakaan
2
16
Puzzle Hijaiyah
4
17
Kartu-kartu Hijaiyah
6
18
Salon
4
19
Sound System
1
20
Bangku/Dampar
100
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Selain sarana prasarana yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi sarana prasarana yang dalam waktu dekat akan berusaha untuk dipenuhi serta dibangun oleh Madrasah Diniyah Al Husna. Misalnya saja seperti: penambahan bangku-bangku santri/ dampar, pembangunan kamar inap santri, serta pengembangan usaha seperti koperasi santri, kios bunga, dan rental VCD Islami. Sarana dan prasarana yang telah dimiliki atau yang telah tersedia dirawat dengan baik oleh ustadz/ ustadzah, karyawan, serta santriwan/santriwati Madrasah Diniyah Al Husna.
7.      Kurikulum Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Eksistensi kurikulum dalam sebuah lembaga pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting, karena merupakan operasionalisasi yang dicita-citakan, bahkan tujuan pendidikan tidak akan tercapai tanpa kurikulum pendidikan. Oleh karena itu Madrasah Diniyah Al Husna menggunakan Modifikasi Kurikulum Depag. (Departemen Agama), LPTQ Nasional/ LPPTKA (Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Taman Kanak-kanak Al Qur’an), BKPRMI (Badan Komunikasi Remaja Masjid Indonesia) dan Madrasah Diniyah Al Husna sendiri.
 Akan tetapi pada setiap tahunnya kurikulum di Madrasah Diniyah Al Husna ini dapat berubah, mengingat usia santri yang selalu berubah pada setiap tahunnya (menyesuaikan) berdasarkan kelas. Misalnya pada tahun 2004/2005 di kelas I A dan I B rata-rata usia santri adalah TK sampai SD, akan tetapi pada tahun 2005/2006 pada kelas I A dan I B banyak santri yang berusia pra sekolah (Play Group atau usia KB/ Kelompok Bermain) sampai TK, sehingga apabila diterapkan kurikulum yang sama (dengan tahun sebelumnya) akan membebani santri-santri tersebut. Maka Kepala Madrasah Diniyah Al Husna mengambil kebijakan dengan cara mengurangi materi atau mengubah kurikulum kelas I tersebut, hal ini dilakukan agar santri rajin dan bersemangat dalam menjalani proses transferisasi ilmu. Jadi sifat dari kurikulum Madrasah Diniyah Al Husan adalah fleksibel, karena dapat berubah sewaktu-waktu atau menyesuaikan dengan kondisi santri pada saat itu.
Adapun kurikulum yang digunakan pada tahun 2005/2006 oleh Madrasah Diniyah Al Husna adalah sebagai berikut:



Tabel 4.4
Kurikulum Kelas I (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Bidang Studi
Tujuan Umum Pembelajaran
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri
(2 semester)


Hafalan Do’a
Santri mampu menghafal do’a-do’a dan mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari

Menghafal do’a-do’a: sebelum & sesudah makan, sebelum & bangun tidur, masuk & keluar wc/km, belajar, keluar rumah, masuk & keluar masjid, kebaikan dunia akhirat, naik kendaraan, mohon pertolongan, dan mensyukuri ni’mat




Praktek Ibadah
Santri mengetahui dan mampu melaksanakan tata cara bersuci seperti; wudhu dan tayamum juga mempraktekkan sholat subuh dan maghrib secara berjama’ah, serta dapat melafalkan lafadz adzan dan iqomat dengan baik dan benar
Niat wudhu, gerakan-gerakan wudhu, praktek wudhu, niat tayamum, sebab-sebab tayamum, praktek sholat subuh dan maghrib berjama’ah, menghafal serta mempraktekkan bacaan-bacaan adzan dan iqomat


Khot /
 Imla’
Santri mengetahui nama-nama huruf Hijaiyah dan mampu menulis dengan baik, rapi dan benar yang diikuti dengan tanda fathah, kashroh, dan dhommah
Menulis 29 huruf hijaiyah (untuk setiap minggu/pertemuan menulis 3 huruf) diikuti dengan tanda-tanda fathah, kashroh, dan dhommah


Hafalan Surat Pendek
Santri mengenal nama-nama surat pendek dan menghafalkannya dengan fasih dan tartil
Membaca Ta’awudz serta Basmallah yang baik danbenar, menghafal surat Al Fatihah (pada minggu ke-1 membaca ayat 1-4, minggu ke-2 membaca ayat 5-7), menghafal surat-surat pendek seperti; An Naas, Al Ikhlas, Al ’Ashr, Al Kautsar, Al Lahab, An Nashr, dan Al Maa’un

Aqidah Akhlaq
dengan metode
BCM (Bermain Cerita dan Menyanyi)
Santri mengetahui dasar-dasar aqidah (Rukun Iman), memahami kekuasaan dan sifat-sifat Allah, mengenal Nabi-nabi melalui kisah-kisahnya, dan berakhlaq terpuji.
(Semuanya dijelaskan atau disampaikan dengan menggunakan metode BCM/Bermain Cerita dan Menyanyi)
Tepuk Anak Sholeh, Mewarnai ”Al Qur’an Kitabku”, Menyanyi Lagu ”Satu-Satu Aku Cinta Allah”, Cerita Tentang Nabi-Nabi Seperti; Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Nuh, Nabi Yusuf, dan Nabi Muhammad, tepuk Rukun Iman, melihat VCD tentang kekuasaan Allah, tepuk ”kalau kau suka ngaji”, menyanyi ”mari kita sembahyang”, mewarnai ”pergi ke masjid”, tepuk rukun Islam, serta mewarnai ”Nuri menyayangi si Meong”
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Tabel 4.5
Kurikulum Kelas II (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Bidang Studi
Tujuan Umum Pembelajaran
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri
(2 semester)


Khot / Imla’
Santri mampu menulis huruf-huruf Hijaiyah dengan baik dan benar, mengenal tanda baca dalam Al Qur’an, serta mampu menulis huruf Hijaiyah yang bersambung
Menulis 29 huruf Hijaiyah (setiap minggu 3 huruf), dengan harokat fathah, kashroh, dan dhommah, pengenalan terhadap harokat fathahtain, kashrohtain, dan dhommahtain, dikte/imla’ (guru membaca santri menulis), pengenalan terhadap tanda baca tasydid dan sukun serta menyambung 2, 3, atau 4 huruf



Aqidah / Akhlaq
Santri mampu membiasakan bersikap terpuji terhadap orang tua, guru, teman, dan lingkungan sekitar, mengetahui cerita Nabi-nabi untuk diambil hikmah dan diteladani, serta hafal dan mengerti tentang Rukun Iman
Adab tidur, mandi, buang hajat, makan, minum, berpakaian, belajar, terahadap orang tua, di rumah, kepada guru, berjumpa dan berpisah dengan teman di jalan, menyayangi binatang, bersin, menguap, meludah, bertamu, serta cerita tentang Nabi Adam, Nabi Nuh, dan Nabi Hud

Hafalan Do’a dan Surat Pendek
Santri hafal do’a sehari-hari, dan hafal surat-surat pendek untuk dibaca pada waktu sholat
Mengahafal do’a sehari-hari, seperti; akan belajar, untuk kedua orang tua, kebaikan dunia dan akhirat, mohon pertolongan, mensyukuri ni’mat, sesudah wudhu, sesudah adzan, serta do’a naik kendaraan, dan menghafal surat-surat pendek seperti; Al Kautsar, Al Lahab, An Nashr, Al Maa’un, Al Falaq, dan Al Quraisy



Fiqih
Santri hafal dan mengerti Rukun Islam, mengetahui manfaat hidup bersih, mengetahui macam-macam najis, dan cara mensucikannya, serta mengerti tata cara wudhu dan tayamum
Melafalkan Syahadatain beserta artinya, menghafalkanRukun Islam, mengetahui dan mengerti tentang; kebersihan, macam-macam najis dan cara mensucikannya, macam-macam air, perbedaan wudhu dan tayamum, syarat-syarat wudhu, rukun, serta sunnahwudhu, sebab dan syarat tayamum, praktek wudhu dan tayamum

Praktek Ibadah
Santri mampu melakukan gerakan-gerakan serta mampu melafalkan bacaan-bacaan sholat wajib dengan baik dan benar
Praktek sholat subuh berjama’ah, menghafal bacaan-bacaan pada setiap gerakan sholat, praktek sholat dzuhur, ashar, maghrib, dan isya’, serta praktek adzan dan iqomat
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna

Tabel 4.6
Kurikulum Kelas III (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Bidang Studi
Tujuan Umum Pembelajaran
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri
(2 semester)




Aqidah Akhlaq
Santri mengetahui adab terhadap lingkungannya, mengenal sifat-sifat Allah untuk memumbuhkan keimanan kepada Allah, memiliki sifat-sifat terpuji dan meneladani kisah para Nabi
Mengetahui dan mengerti mengenai macam-macam adab seperti; bertetangga, terhadap alam, cara memelihara kelestarian alam dan manfaatnya, cara beriman kepada Allah, mengetahui sifat-sifat Allah seperti; Maha Mengetahui, Maha Mendengar, Maha Pemaaf, Maha Pemurah, tanda-tanda orang yang beriman kepada Allah, taat kepada Rasul, menjadi orang yang sabar, jujur, sederhana, amanah, ikhlas, optimis, rendah hati, kisah Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yusuf, dan Nabi Musa




Fiqih
Santri mengerti tentang waktu-waktu sholat, cara menjawab adazn, mengetahui syarat, rukun, serta hal-hal yang membatalkan sholat, mengerti tata cara sholat berjama’ah, sholatnya orang sakit, sholat-sholat sunnah, sholat jama’ dan qoshor, sujud sahwi dan sujud syukur
Waktu-waktu sholat fardhu, jawaban ketika mendengar adzan, bacaan iqomat, syarat wajib dan sah sholat, yang membatalkan sholat, cara sholat berjama’ah, syarat sah menjadi ma’mum, ma’mum masbuq, keutamaan sholat berjama’ah, sholat tahjud, sholat bagi orang sakit, sholat sunnah rowatib dan keutamaannya, sholat witiw, sholat jama’ dan qoshor, praktek sujud sahwi dan sujud syukur
Hafalan Do’a dan Surat Pendek
Santri hafal do’a sehari-hari dan hafal surat-surat pendek untuk bacaan dalam sholat dan dzikir ba’da sholat
Menghafal do’a: setelah adzan, sesudah wudhu, mohon pertolongan, mensyukuri ni’mat, bercermin, serta bacaan dzikir setelah (ba’da) sholat, dan menghafal surat: Al Maa’un, Al Quraisy, Al Fiil, Al Humazah, dan At Takatsur



Praktek Ibadah
Santri mengetahui dan dapat mempraktekkan sholat-sholat sunnah, sholat berjama’ah, menjadi ma’mum masbuq, sholat ketika sakit, sholat jama’ dan qoshor, sujud sahwi dan sujud syukur
Niat wudhu dan tayamum, praktek sholat: subuh, dzuhur, ashar, maghrib, isya’, jum’at, dhuha, tahajud, witir, jenazah, ketika sakit, qobliyah, ba’diyah, jama’, qoshor, serta sujud sahwi dan sujud syukur


Khot / Imla’
Santri dapat menulis huruf Hijaiyah bersambung, serta dapat menulis kalimat-kalimat Thoyyibah dan ayat-ayat pendek dengan metode dikte atau imla’
Menulis 4 huruf dengan disambung (bergandeng), menulis kalimat-kalimat Thoyyibah seperti: salam, sholawat, hamdalah, basmalah, tahmid, takbir, istighfar, serta ta’awudz, dan menulis atau menyalin tulisan do’a: sebelum dan sesudah makan, keluar rumah, masuk dan keluar masjid
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Tabel 4.7
Kurikulum Kelas IV (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Bidang Studi
Tujuan Umum Pembelajaran
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri
(2 semester)





Fiqih
Santri memahami ketentuan-ketentuan dan tata cara melaksanakan puasa, serta terbiasa melaksanakannya dan memahami hukum Islam khususnya mengenai zakat
Pengertian puasa, syarat dan rukun puasa, amalan-amalan puasa, hal-hal yang membatalkan puasa, orang yang boleh tidak berpuasa dan cara menggantinya, cara menyambut bulan puasa, cara berbuka puasa dan sahur yang benar, do’a buka puasa, sikap taat kepada Allah, Qiyamul Lail, memperbanyak infaq dan shodaqoh, keutamaan menghafal Al Qur’an, hari-hari yang disunnahkan dan diharamkan untuk berpuasa, pengertian dan hukum zakat, macam-macam zakat, nishab zakat, orang-orang yang berhak menerima zakat




Aqidah Akhlaq
Santri memahami dan meyakini bahwa Allah Maha Dahulu, berbeda dengan makhluk-Nya, Maha Pemelihara, serta mengimani kitab-kitab Allah dan meneladani kisah-kisah para Rasul juga mengerti sikap-sikap terpuji dan kebiasaan-kebiasaan baik
Menyebutkan alasan (logika) sederhana bahwa Allah Maha Dahulu, dalil aqli dan naqli bahwa Allah Maha Dahulu, menyebutkan alasan sederhana serta dalil naqli bahwa Allah berbeda dengan makhluk-Nya, menyebutkan kitab-kitab Allah, bercerita tentang kisah Nabi Yunus dan Nabi Daud serta mengambil hikmah dari kisah tersebut, pengertian syukur, adil, ikhlas, tama’, dan boros


Qur’an Hadits
Santri mengenal huruf-huruf Hijaiyah, tanda baca, cara menyambung huruf, serta mampu membaca huruf sesuai dengan sifat dan makhrojnya
Pengenalan terhadap huruf-huruf yang disambung dari depan, tengah dan belakang, pengenalan tanda baca seperti: fathah, kashroh, dhommah, fathahtain, kashrohtain, dhommahtain, sukun, tasydid, mad alif, alif lam syamsiyah, alif lam qomariyah, serta praktek membacanya

SKI
 (Sejarah Kebudayaan Islam)
Santri mengerti dan memahami sejarah Nabi Muhammad s.a.w. dan meneladani sifat dan sikapnya
Masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam dilihat dari segi/keadaan alam, sosial, ekonomi, adat-istiadat, serta kepercayaan, kisah teladan tentang keimanan seorang Raja, kelahiran Nabi Muhammmad s.a.w., penyerangan pasukan gajah, waktu dan tempat kelahiran Nabi Muhammmad s.a.w., masa-kanak-kanak hingga masa remaja Nabi Muhammmad s.a.w.



Bahasa Arab
Santri mengenal beberapa kata tanya dalam bahasa arab, kata benda dan warna-warna, serta dapat menterjemahkan kalimat-kalimat sederhana ke dalam bahasa arab
Untuk materi pelajaran bahasa arab, disesuaikan dengan sub-sub bahasan yang ada pada kitab/buku panduan yang telah ditetapkan oleh Madrasah Diniyah Al Husna, misalnya untuk kelas IV pelajaran 1-18 maka pada setiap pertemuan dibahas 1 pelajaran dan apabila santri belum paham akan materi tersebut dapat diulang kembali pada pertemuan selanjutnya
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Tabel 4.8
Kurikulum Kelas V (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Bidang Studi
Tujuan Umum Pembelajaran
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri
(2 semester)

Qur’an Hadits
Santri mampu membaca, menyalin dan menghafal surat-surat pendek pada juz ’amma, memahami pokok-pokok isi kandungan hadits
Menghafal dengan fasih surat: Al Qodar, Al ’Adiyat, Al Zalzalah, Al ’Alaq, serta menyalin / menulis dengan baik dan rapi serta melafalkan, menghafal, menyebutkan isi / kandungan dari hadits: menghormati orang tua, dan tentang ukhuwah Islamiyah (persaudaraan)



SKI
 (Sejarah Kebudayaan Islam)
Santri mengetahui sejarah Nabi Muhammad s.a.w. sejak masa remaja hingga masa kerasulan
Perjalanan Rasulullah ke Syam, Rasulullah bertemu Bukhairo, Rasulullah berdagang, kebijakan Rasulullah dalam peletakan Hajar Aswad, awan yang menaungi Rasulullah, pengangkatan Nabi Muhammmad sebagai Rasul, Rasulullah di Gua Hiro’, nasehat Waroqoh bin Naufal, bukti-bukti ke Rasulan Nabi Muhammmad s.a.w., Da’wah Sirr dan Jahr, kisah teladan Arif dan Bijaksana, Assabiquna Awwalun, siksaan kaum kafir terhadap pengikut Rasulullah, pengucilan kaum Muslimin



Bahasa Arab
Santri mampu melafalkan bacaan / kalimat berbahasa arab dengan fasih, hafal beberapa kalimat tanya, kata benda, dan bisa mempraktekkan percakapan dengan menggunakan bahasa arab
Untuk materi pelajaran bahasa arab kelas V melanjutkan pelajaran kelas IV (tahun lalu) dengan menggunakan buku/kitab yang sama dan telah ditentukan oleh Madrasah Diniyah Al Husna



Tajwid
Santri mengetahui hukum-hukum bacaan Al Qur’an, macam-macam mad, dan ghoroibul kalimat
Mad wajib muttashil, mad jaiz munfashil, mad aridl lissukun, mad badal, mad len, mad shilah, mad iwadh, mad farqi, mad lazim kilmi musaqqol, mad lazim mukhoffaf, mad lazim harfi musaqqol, mad lazim harfi mukhoffaf, tanda-tanda waqof dan ghoroibul kalimat



Fiqih
Santri mengerti perbedaan infaq dan shodaqoh, makanan serta minuman yang halal dan haram, binatang yang halal dan haram, mengerti dan faham akan pengertian; qurban, aqiqah, dan khitan
Ketentuan infaq dan shodaqoh, makanan dan minuman halal, makanan dan minuman haram, binatang halal, binatang haram, menyembelih binatang, pengertian qurban, hukum qurban, pengertian aqiqah dan jumlahnya, ketentuan dan manfaat aqiqah, pengertian dan hukum khitan, waktu pelaksanaan dan manfaat khitan




Aqidah Akhlaq
Santri mengetahui cara mentaati Allah, beriman kepada Hari Akhir, beriman Qodlo’ dan Qodar, berperilaku terpuji, serta menjauhi perbuatan yang tercela
Taat kepada Allah, sopan santun beribadah kepada Allah, Iman kepada hari kiamat, tanda-tanda hari kiamat, arti Qodlo’ dan Qodar, pengertian Qona’ah, persaudaraan dan persatuan, sesama mu’min bersaudara, bertanggung jawab, berani menegakkkan kebenaran, menjauhi perilaku marah, dusta, malas, boros, kikir, ingkar janji, acuh tak acuh, tinggi hati, dengki, dendam, fitnah, adu domba, mencari kesalahan orang lain, tamak dan dzalim
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Tabel 4.9
Kurikulum Kelas VI (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Bidang Studi
Tujuan Umum Pembelajaran
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri
(2 semester)

Aqidah
Akhlaq
Santri mengerti tujuan mencari ilmu, niat yang benar dalam mencari ilmu, dengan membaca kitab berbahasa arab
Pengenalan huruf pego, latihan membaca dan cara membuka kitab (Ta’limul Muta’allim) dengan contoh dari ustadz, membaca dan memepelajari kitab sesuai dengan urutan babnya


Fiqih
Santri mengerti kewajiban Mukallaf, makna syahadatain, kewajiban orang Islam, dengan media kitab yang berbahasa arab
Pengenalan huruf pego serta latihan membaca dan membuka kitab (Sulamut Taufiq) dengan bantuan dab arahan dari ustadz/ustadzah, serta mempelajari kitab sesuai dengan urutan babnya

Nahwu
Shorof
Santri mengerti pembagian kalam
Pengenalan huruf pego dan tashrif, pembagian kalimat, isim mufrod mudzakkar, isim mufrod muannas, jama’ mudzakkkar salim, jama’ muannas salim, isim tasniyah, jam’ ta’tsir, isim dhomir, isim isyaroh, membuat contoh-contoh kalimat, isim mausul, fi’il madhi, fi’il mudhore’, fi’il ’amr, huruf jer, huruf nashob, huruf jazm

Terjemah Lafdziyah
Santri hafal ayat-ayat pilihan beserta artinya perkata
Menghafalkan ayat Qursy dan terjemahnya per kata (per mufrodat), serta surat Al Baqarah ayat 284-286, surat Al Isra’ ayat 23-27, surat Al Luqman ayat 12-19, dan surat Al Jumu’ah ayat 9-11



Hadits
Santri mengerti dan memahami hadts-hadits tentang kasih sayang serta kewajiban seorang muslim
Hadits tentang: kewajiban seorang muslim, berbakti kepada orang tua, larangan bersumpah, berdusta, mendo’akan orang yang bersin, istighfar, adab duduk, berlindung dari godaan syetan, menyuruh berbuat baik, kasih sayang kepada sesama, keutamaan mandi pada hari Jum’at


SKI
(Sejarah Kebudayaan Islam)
Santri mengetahui dan mengerti tentang periodesasi Khulafaur Rasyidin serta perkembangan dan keadaan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin
Pengertian Khulafaur Rasyidin dan periodesasinya, masa kepemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq, masa kepemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, masa kepemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, masa kepemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib, serta keadaan bangsa arab pada periode Khulafaur Rasyidin
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Proses belajar mengajar di Madrasah Diniyah Al Husana berlangsung selama 5 hari, yaitu mulai hari Senin sampai hari Jum’at. Dan di bagi menjadi 2 waktu, untuk kelas I, II, & III masuk pada pukul 14.30-16.00 wib., sedangkan untuk kelas IV, V, & VI masuk pada pukul 16.00-17.30 wib.. Sedangkan untuk pengajian KIR (Karya Ilmiah Remaja) atau pengajian bagi santri remaja/ dewasa dimulai pada pukul 18.00-19.30 wib.. Khusus untuk pengajian santri remaja/ dewasa hanya dilaksanakan setiap 2 hari dalam satu minggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Dan untuk pengajian remaja/ dewasa ini kurikulum juga bersifat fleksibel karena mengkaji dari kitab-kitab yang telah ditentukan oleh ustadz (wali kelas). Selain kurikulum yang telah disampaikan di atas, untuk setiap harinya santri mengikuti pelajaran sesuai dengan jadwal pelajaran, adapun susunan jadwal pelajaran (kls I-KIR) adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10
Jadwal Pelajaran di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Kelas
Jam
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jum’at

I
(A&B)
14.30-14.45
14.45-15.30
15.30-16.00
Klasikal
Individual
Haf. Do’a
Klasikal
Individual
Praktek Ibadah
Klasikal
Individual
Khot / Imla’
Klasikal
Individual
Haf. Surat Pendek
Klasikal
Individual
Aqidah Akhlaq
(BCM)

II
(A&B)
14.30-14.45
14.45-15.30
15.30-16.00
Klasikal
Individual
Khot / Imla’
Klasikal
Individual
Aqidah Akhlaq
Klasikal
Individual
Haf. Do’a+ Srt Pendek
Klasikal
Individual
Fiqih
Klasikal
Individual
Praktek Ibadah

III
(A&B)
14.30-14.45
14.45-15.30
15.30-16.00
Klasikal
Individual
Aqidah Akhlaq
Klasikal
Individual
Fiqih
Klasikal
Individual
Haf. Do’a+
Srt Pendek
Klasikal
Individual
Praktek Ibadah
Klasikal
Individual
Khot / Imla’

IV
(A&B)
16.00-16.15
16.15-17.00
17.00-17.30
Klasikal
Individual
Fiqih
Klasikal
Individual
Aqidah Akhlaq
Klasikal
Individual
Qur’an Hadits
Klasikal
Individual
SKI
Klasikal
Individual
Bahasa Arab

V
(A&B)
16.00-16.15
16.15-17.00
17.00-17.30
Klasikal
Individual
Qur’an Hadits
Klasikal
Individual
SKI
Klasikal
Individual
Bhs. Arab (Tajwid)
Klasikal
Individual
Fiqih
Klasikal
Individual
Aqidah Akhlaq

VI
(A&B)
16.00-16.15
16.15-17.00
17.00-17.30
Klasikal
Individual
Aqidah Akhlaq
Klasikal
Individual
Fiqih
Klasikal
Individual
Nahwu Shorof
Klasikal
Individual
Terj.Lafdz+ Hadits
Klasikal
Individual
SKI
KIR
18.00-18.15
18.15-19.00
19.00-19.30
Klasikal
Individual
Kitab

-

-
Klasikal
Individual
Kitab

-
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Dari kurikulum serta jadwal pelajaran yang telah dipaparkan maka dapat dilihat bahwasannya Madrasah Diniyah Al Husna tidak hanya menawarkan atau ingin menjadikan santrinya agar bisa mengaji Al Qur’an saja, melainkan santri juga dibekali dengan ilmu-ilmu keagamaan lainnya. Seperti praktek ibadah, menulis huruf-huruf Al Qur’an (Khot), menghafal do’a sehari-hari dan surat-surat pendek, fiqih, aqidah akhlaq, hadits, bahkan santri dikenalkan pada kitab-kitab yang tidak berharokat (pego). Khusus santri yang masih berumur TK ataupun Play Group, dalam pemberian materinya lebih banyak menggunakan metode BCM atau Bermain, Cerita dan Menyanyi, dengan tujuan untuk menumbuhkan kecintaan anak terhadap pendidikan keagamaan.
Oleh karena itu kurikulum di Madrasah Diniyah Al Husna bersifat lentur atau fleksibel, karena materi pelajarannya dapat dikurangi, ditambah maupun dimodifikasi sedemikian rupa. Hal tersebut dimaksudkan agar santri tidak merasa terbebani dan timbul semangatnya untuk terus belajar, dalam hal ini berkaitan dengan ilmu agama.
B.     Penyajian dan Analisis Data
1.      Implementasi Metode Iqra’ dan Metode Tilawati dalam Pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Sebelum Madrasah Diniyah Al Husna dibuka secara resmi, yaitu pada waktu proses pembelajaran Al Qur’an masih berlangsung atau dilaksanakan di kediaman pribadi Ibu Lailil Qomariyah, metode pembelajaran Al Qur’an yang pertama kali digunakan adalah metode Iqra’. Hal tersebut dikarenakan pada waktu itu masih belum banyak sosialisasi mengenai metode-metode pembelajaran Al Qur’an seperti sekarang, dan metode Iqra’ merupakan salah satu metode yang gencar atau aktif dalam pensosialisasian tentang cara mudah belajar membaca Al Qur’an. Selain itu metode Iqra’ dirasa lebih mudah jika dibandingkan metode pembelajaran Al Qur’an yang telah lazim digunakan oleh masyarakat (metode Baghdadiyah), karena memiliki sistem yang runtut dan menggunakan teknik Eja Langsung dan tanpa harus menghafalkan ke-29 huruf Hijaiyah terlebih dahulu. Misalnya huruf alif yang berfathah bisa langsung dibaca “a” bukan “alif fathah a”, seperti contoh bacaan yang terdapat pada Iqra’ jilid 1 (halaman pertama) berikut:
ا بَ            أَ = ا
ا  بَ  ا        بَ  ا  بَ             
بَ   ا  ا        ا  ا  بَ              
بَ  بَ ا      ا  بَ  بَ              
بَ  ا  بَ      ا   بَ  ا              
ا ا  ا                 بَ   بَ   بَ           
ا  بَ         ا  بَ          ا  بَ            
Dan ternyata dengan penggunaan metode Iqra’ tersebut respect atau tanggapan masyarakat yang mengikuti pengajian (pembelajaran Al Qur’an) di kediaman Ibu Lailil sangat bagus. Karena dengan menggunakan metode ini peserta didik (anak-anak atau ibu-ibu) tidak perlu menghafal begitu banyak huruf juga tidak perlu mengeja huruf dengan satu persatu, sehingga tidak membutuhkan waktu yang panjang/lama. Setelah hampir (kurang lebih) 5 tahun menggunakan metode Iqra’ tersebut, Ibu Lailil Qomariyah selaku Kepala Madrasah, ingin melakukan inovasi (pembaruan) terhadap metode pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna, yaitu dengan memilih metode Tilawati.
Hal tersebut terjadi karena pada waktu Ibu Lailil diundang untuk mengikuti sosialisasi/pelatihan metode Tilawati merasa tertarik dan ingin mencoba menerapkan metode tersebut di Madrasah Diniyah Al Husna. Pada akhirnya metode baru ini (Tilawati) digunakan di Madrasah Diniyah Al Husna, tepatnya pada satu tahun yang lalu hingga sampai saat ini.
Selain sebagai inovasi (pembaruan), metode Tilawati digunakan bukan semata-mata karena alasan bahwa metode Iqra’ dirasa sudah tidak efektif dan efisien serta banyak memiliki kekurangan/kelemahan. Melainkan untuk lebih mempermudah tercapainya target jenjang yang diharapkan oleh Madrasah Diniyah Al Husna, sebagaimana penuturan dari Ibu Lailil berikut:
“...Sebenarnya dengan metode Iqra’ untuk bacaan jika diukur dari kelancaran dapat dicapai, kemudian untuk makhraj anak-anak diberi waktu kira-kira 2 tahun agar lancar dulu, baru setelah itu tajwidnya yang dijadikan perhatian, dan setelah target makhroj dan tajwid dapat dicapai/dijalankan maka jenjang atau target terakhir adalah tartil atau lagu. Karena dirasa tahapan (jenjang/target) tersebut terlalu lama dan membutuhkan banyak waktu, maka setelah metode Tilawati hadir dan menawarkan tahapan makhraj, tajwid, dan lagu/tartil yang dikemas menjadi satu paket, saya tertarik untuk mencoba metode tersebut di Madrasah Diniyah Al Husna dengan harapan ketiga target dapat dicapai dalam waktu yang relatif singkat.” (Wawancara dengan Ibu Lailil Qomariyah selaku Kepala Madrasah Diniyah Al Husna, tgl. 10 Oktober 2006, pkl. 15.30 wib.)
Meskipun menggunakan metode baru (metode Tilawati), Madrasah Diniyah Al Husna tidak secara langsung mengganti atau menghapus metode Iqra’ yang sudah hampir 5 tahun digunakan. Karena melalui metode Iqra’ itu pula banyak anak-anak (santri) bahkan ibu-ibu yang dapat membaca atau melafalkan huruf-huruf Al Qur’an dengan baik dan benar bahkan adapula diantaranya yang sudah khatam Al Qur’an. Oleh karena itu untuk sementara metode Iqra’ tidak dihilangkan atau dihapus sebagai metode pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna.
Pada implementasi atau penerapannya di Madrasah Diniyah Al Husna, metode Tilawati hanya digunakan oleh santri-santri baru saja atau pada santri yang menggunakan metode Iqra’ jilid awal (jilid 1 atau jilid 2). Akan tetapi apabila santri yang menggunakan metode Iqra’ tersebut keberatan karena menurutnya lebih mudah penggunaan metode Iqra’ dan tidak mau berganti metode baru (metode Tilawati), maka pihak Madrasah Diniyah Al Husna tidak akan memaksa serta membebaskan santri tersebut untuk memilih. Karena pada dasarnya semua metode pembelajaran Al Qur’an itu tujuannya adalah sama, yaitu memudahkan seseorang (peserta didik) untuk belajar membaca Al Qur’an dengan baik dan benar.
Dan ustadz/ustadzah yang akan mengajarkan metode Iqra’ tidak harus lulus dengan bersyahadah, cukup dengan melihat aturan atau petunjuk mengajar metode Iqra’ yang terdapat pada tiap-tiap jilid buku Iqra’. Sedangkan implementasi metode Iqra’ di Madrasah Diniyah Al Husna dilaksanakan dengan menggunakan teknik privat atau individual, yaitu santri membaca di hadapan ustadz/ustadzah yang kemudian hasil dari bacaannya ditulis pada buku prestasi santri (kartu drill) , apakah santri harus mengulang bacaannya atau bisa melanjutkan ke halaman selanjutnya. Dan apabila santri telah sampai pada halaman terakhir atau halaman EBTA, maka santri yang bersangkutan harus membaca halaman tersebut di depan munaqis (dalam hal ini adalah Kepala Madrasah Diniyah Al Husna), apabila santri melafalkan huruf atau bacaan dengan baik dan benar serta memenuhi kriteria untuk lulus maka santri tersebut dapat melanjutkan pada jilid selanjutnya atau jika sudah sampai pada Iqra’ jilid 6 dan dinyatakan lulus dapat melanjutkan membaca Al Qur’an juz 1.
Dalam implementasi metode Iqra’ dan Tilawati ustadz/ ustadzah tidak diperbolehkan untuk menuntun santri, akan tetapi ustadz/ ustadzah hanya boleh memberi arahan tentang pokok bahasannya saja, misalnya “ini huruf a”. Atau biasa dikenal dengan metode CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), dimana yang dituntut untuk untuk aktif disini adalah santri. Dengan tujuan agar potensi yang ada dalam dirinya dapat berkembang secara maksimal dan santri dapat mandiri serta tidak bergantung kepada orang lain. 
Kemudian untuk implementasi/ penerapan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna, selain menggunakan teknik membaca secara Individual juga dilakukan dengan menggunakan teknik Klasikal Baca Simak, yaitu ustadz/ ustadzah membaca pokok bahasan/ materi yang telah ditentukan dengan menggunakan alat peraga di depan kelas, dan santri menyimak bacaan ustadz/ ustadzah yang kemudian menirukannya secara bersama-sama ataupun secara perorangan (bergiliran) yang ditunjuk oleh ustadz/ ustadzah. Setelah mengaji secara Klasikal, santri kemudian membaca secara individual, yaitu membaca satu-persatu di hadapan ustadz/ ustadzah dengan menggunakan kartu drill. Selain itu pada metode Tilawati ini juga menggunakan teknik Eja Langsung seperti teknik yang terdapat pada metode Iqra’, misalnya seperti contoh berikut ini:
Tilawati jilid 1 halaman 1
ا  بَ
ا بَ                  ا ا         بَ بَ
بَ ا          ا  بَ            بَ ا       
بَ  بَ ا       ا   بَ  ا              
ا  بَ  بَ                ا  بَ  بَ 



       
Iqra’ jilid 1 halaman 4
بَ   تَ
         تَ ب ا                       ا تَ ب
تَ ا بَ                       ا بَ تَ       بَ تَ ا                       ا تَ بَ
تَ ا تَ                       بَ ا تَ
ا تَ بَ                      تَ  تَ ا
ا بَ تَ                      ا بَ تَ     
Karena metode Tilawati ini dirasa sangat menarik yaitu dengan menggunakan lagu atau irama tartil yang diterapkan sejak jilid pertama, maka Kepala Madrasah Diniyah Al Husna meng-instruksikan kepada ustadz/ustadzah yang pernah mengikuti pelatihan metode ini untuk meng-implementasikannya pada setiap kelas. Maka pada setiap jam pelajaran Klasikal, selain diisi Klasikal surat-surat pendek juga diisi Klasikal Tilawati dengan menggunakan alat peraga mulai kelas I sampai kelas VI tanpa terkecuali, meskipun pada kelas VI kebanyakan santri sudah dapat membaca Al Qur’an dengan baik dan lancar. Hal tersebut dilakukan dengan harapan agar santri mengetahui dan dapat mempraktekkan membaca Al Qur’an dengan cara melagukannya (menggunakan irama Rost Standar Nasional).
Untuk dapat menerapkan metode Tilawati ini secara maksimal, maka seorang ustadz atau ustadzah dituntut untuk mengikuti pelatihan metode Tilawati ini (bersyahadah) minimal mengetahui teknik atau cara menyampaikan metode Tilawati pada santri. Atau jika ada salah satu ustadz/ ustadzah yang belum pernah mengikuti pelatihan Tilawati dapat mendengarkan arahan atau cara melagukan bacaan melalui kaset. Karena pada metode Tilawati ini mempunyai ciri khas yaitu menggunakan lagu tartil berirama Rost Standar Nasional, maka ustadz/ ustadzah harus mengetahui dan bisa mempraktekkan irama tartil tersebut serta melagukannya dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk Tutor atau kaset (cara membaca dalam metode Tilawati) yang telah tersedia.
Dari hasil observasi (pengamatan) yang dilakukan oleh peneliti menghasilkan beberapa data sebagai berikut: yaitu bahwa di Madrasah Diniyah Al Husna pada kedua metode tersebut (Iqra’ dan Tilawati) menggunakan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif). Maksudnya, yaitu guru atau ustadz/ ustadzah tidak dianjurkan untuk menuntun atau memberi contoh secara intensif dan juga tidak dianjurkan untuk memberi informasi yang berlebihan. Hal ini dimaksudkan untuk membantu santri agar mandiri, aktif, dan kreatif serta tidak selalu mengandalkan bantuan dari orang lain (ustadz/ ustadzah).
Selain itu, pada penerapan pembacaannya metode Iqra’ dan Tilawati menggunakan sistem Individual. Yaitu membaca secara perorangan (satu persatu) di depan wali kelas atau asisten. Apabila bacannya baik dan benar maka pada buku drill atau prestasi bacaan santri lebih banyak dituntun dibenarkan bacaannya oleh ustadz/ ustadzah maka harus ditulis Diulang atau C- (kurang).
Khusus pada metode Tilawati, selain menggunakan sistem Individual juga menggunakan sistem Klasikal. Yaitu membaca secara bersama-sama setelah ustadz/ ustadzah memberikan contoh terlebih dahulu. Kemudian untuk kelas I-VI (baik yang sudah sampai Al Qur’an ataupun yang belum) sebelum memulai pelajaran dan Individual terlebih dahulu diberikan Klasikal dengan menggunakan alat peraga Tilawati (Jilid 1-5) selama 15 menit. 
Jadi, di Madrasah Diniyah Al Husna untuk saat ini masih menggunakan 2 metode pembelajaran Al Qur’an,yaitu metode Iqra’ dan metode Tilawati. Hal tersebut dilakukan karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu karena santri Madrasah Diniyah Al Husna masih banyak yang menggunakan metode Iqra’ dan sudah sampai pada jilid 3-6, maka apabila santri dipaksa untuk mengganti dengan metode baru (metode Tilawati) santri akan merasa kecewa dan putus asa. Kemudian faktor selanjutnya yaitu, karena metode Tilawati masih dalam masa percobaan (transisi) maka metode ini hanya diterapkan pada santri baru (khususnya santri kelas 1 dan sebagian santri kelas 2) serta pada santri yang menggunakan metode Iqra’ jilid 1 dan 2 yang mau atau bersedia untuk mengganti metodenya. Akan tetapi meskipun banyak diantara santri yang masih menggunakan metode Iqra’, secara otomatis santri-santri tersebut juga dapat belajar metode Tilawati, karena pada jam pelajaran Klasikal selain pembacaan surat-surat pendek secara Klasikal, ustadz/ ustadzah juga akan mengajarkan metode Tilawati secara Klasikal. Sehingga santri mengetahui serta dapat melafalkan bacaan-bacaan dengan menggunakan irama/ tartil, meskipun dalam metode Iqra’ santri tidak boleh melagukan bacaan secara murottal sebelum bacaan santri baik dan benar.
2.      Persamaan dan Perbedaan Implementasi Metode Iqra’ dan Metode Tilawati Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Metode merupakan suatu sarana atau cara yang digunakan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal, efektif, dan efisien. Pada dasarnya semua metode dalam hal ini metode kontemporer dalam pembelajaran Al Qur’an menginginkan/ mengharapkan agar peserta didik mudah dan cepat dalam membaca Al Qur’an dengan baik dan benar. Oleh karena itu persamaan dan perbedaan yang terdapat antara metode satu dengan metode yang lainnya lazim (sudah umum) ditemukan keberadaannya.
Menurut kepala Madrasah serta ustadz/ ustadzah yang mengajar di Madrasah Diniyah Al Husna antara metode Iqra’ dan metode Tilawati memiliki beberapa persamaan, yaitu sama-sama merupakan suatu metode pembelajaran Al Qur’an dengan cara yang cepat tanpa harus mengeja huruf secara satu-persatu serta menghafal terlebih dahulu atau biasa disebut dengan Eja Langsung. Hal tersebut sesuai dengan penuturan dari Ibu Lailil Qomariyah berikut:
“...Persamaan antara metode Iqra’ dan metode Tilawati terletak pada cara membacanya yang tidak harus menghafal ke-29 huruf Hijaiyah terlebih dahulu, karena hal tersebut dapat membebani santri. Selain itu pada kedua metode tersebut tidak perlu mengeja huruf secara satu persatu seperti; alif fathah a, ba’ fathah ba, jim fathah ja, dan seterusnya, akan tetapi dapat dibaca secara langsung tanpa harus mengejanya misalnya; a, ba, ta, tsa, ja, dan seterusnya.” (Wawancara dengan Ibu Lailil Qomariyah selaku Kepala Madrasah Diniyah Al Husna, tgl. 10 Oktober 2006, pkl. 16.00 wib.)
Maka dari pernyataan tersebut salah satu alasan atau faktor penggunaan kedua metode tersebut di Madrasah Diniyah Al Husna yaitu karena keduanya menggunakan sistem Eja Langsung, jadi santri tidak perlu mengeja huruf satu persatu serta dapat mempersingkat waktu. Selain persamaan yang telah dituturkan oleh Kepala Madrasah Diniyah Al Husna tersebut di atas, menurut deskripsi salah satu ustadz yang menyatakan:
“...Metode Iqra’ dan metode Tilawati mempunyai persamaan struktur, yaitu keduanya disajikan dalam bentuk yang bervariasi atau dalam bentuk yang berjilid-jilid, dimana setiap satu jilid disusun dalam 1 buku dengan warna sampul yang berbeda, sehingga santri dapat terpacu untuk segera menyelesaikan jilidnya dan menuju jilid selanjutnya. Sedangkan secara implementasi/ penerapannya, dalam kedua metode tersebut santri dikelompokkan menurut tingkatan jilidnya masing-masing dan ustadz/ ustadzah hanya memberi contoh/ arahan serta tidak diperbolehkan menuntun. Karena pada kedua metode ini menerapkan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), sehingga santri dapat mandiri tanpa harus selalu mengharapkan bantuan dari ustadz/ ustadzah.” (Wawancara dengan Ustadz M. Mukhlisin selaku Waka Bid. Kurikulum, tgl. 11 Oktober 2006, pkl. 15.15 wib.)
Dari deskripsi tersebut juga terlihat pada implementasi kedua metode yang diterapkan di Madrasah Diniyah Al Husna. Misalnya mengenai cover atau sampul yang berbeda warna dalam setiap jilid dari kedua metode tersebut dapat merangsang santri untuk berpacu dan lebih meningkatkan belajarnya agar cepat menuju ke tingkatan jilid yang lebih tinggi. Selain itu pada sistem yang ditawarkan oleh kedua metode tersebut, yaitu sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif) Madrasah Diniyah Al Husna juga menerapkannya. Hal itu terbukti pada saat proses pembelajaran Al Qur’an secara individual atau privat, yaitu ketika santri maju satu-persatu, ustadz/ ustadzah hanya berfungsi sebagai pemerhati (penyemak) serta memberikan peringatan kepada santri bahwa bacaannya salah, dan ustadz/ ustadzah dilarang untuk memberikan keterangan ataupun informasi lainnya agar santri dapat konsentrasi dan mengetahui mengapa bacaannya salah. Pernyataan yang telah disampaikan oleh Ustadz Mukhlisin di atas, diperkuat oleh informasi yang disampaikan oleh Ustadzah Misbahus Sholihah seperti dalam petikan deskripsi berikut ini:
“...Setiap metode pembelajaran Al Qur’an sebenarnya menginginkan tujuan yang sama, yaitu ingin menerapkan suatu cara yang cepat dan mudah untuk membaca Al Qur’an dimana didalamnya juga terdapat petunjuk tajwid dan makhraj yang baik dan benar.” (Wawancara dengan Ustadzah Misbahus Sholihah selaku Waka Bid. Kesantrian, tgl. 12 Oktober 2006, pkl. 15.30 wib.)
Senada dengan deskripsi tersebut, pada metode Iqra’ dan metode Tilawati juga disajikan mengenai tajwid serta makharijul huruf seperti contoh bacaan tajwid berikut:
  • Bacaan Idghom Bighunnah:
 ً     ٍ     ٌ   atauنْ = ي     لِقوْمٍ يَّعْملوْنَ
  • Bacaan Idghom Bilaghunnah:
ً     ٍ     ٌ     atauنْ = ر ل           اِنْ لم يكن
  • Bacaan Iqlab:
ً     ٍ     ٌ   atauنْ = ب     مِنْ بَعْدِ هِمْ
  • Bacaan Idzhar Halqi:
ً     ٍ     ٌ   atauنْ = ا ء خ ح ع غ هـ              وَمَنْ اصدَقَ
  • Bacaan Ikhfa’ Hakiki:
        نْ – اندَادًا – عِندَهَا            ً     ٍ     ٌ = نْ        رَسُول كريم
            Serta contoh makharijul huruf sebagai berikut:
غ     -      ز    -     ص
زَ زِ زُ : بز  صَ ص صُ : بص        غ غ غ : بغ   
يَغفِرُوْ نَ       يَغلِبُوْنَ       يَغسِلوْ نَ
مُزهِـدِيْنَ     مُز رعِيْنَ     مُزعِميْنَ
يُصلِحُوْنَ    يُصبرُوْ نَ     يُصحبُوْ نَ
                        Akan tetapi di Madrasah Diniyah Al Husna juga mengemas/ memasukkan masalah tajwid dan makharijul huruf kedalam satu bidang studi yaitu Tajwid, yang juga telah diformat kedalam kurikulum Madrasah Diniyah Al Husna, sehingga informasi mengenai makharijul huruf serta tajwid dapat diketahui secara mendalam. Maka apabila santri masih bingung akan keterangan yang dipaparkan dalam buku Iqra’ maupun Tilawati, santri dapat memperhatikan serta menanyakan secara langsung hal-hal mengenai tajwid kepada ustadz/ ustadzah.
Kemudian untuk pemakaian sistem atau cara penerapan pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna, pada kedua metode tersebut (Iqra’ dan Tilawati) diterapkan melalui sistem privat/ individual, yaitu santri membaca di depan ustadz/ ustadzah yang kemudian hasil bacaannya tersebut ditulis ke dalam kartu drill. Sehingga ustadz/ ustadzah secara langsung dapat memantau perkembangan bacaan santri satu-persatu.  
Selain persamaan yang telah dipaparkan serta dituturkan oleh ustadz/ ustadzah di atas, antara metode Iqra’ dan Tilawati juga terdapat perbedaan yang menonjol pada implementasinya di Madrasah Diniyah Al Husna, sebagaimana pernyataan dari Ustadz Heri Utomo berikut:
“...Perbedaan yang sangat menonjol antara metode Iqra’ dan metode Tilawati yaitu terletak pada lagu. Untuk metode Iqra’ pelaguan terhadap bacaan bisa diberikan apabila santri sudah khatam dan lancar, baik dan benar dalam pelafalan makhraj dan tajwidnya (jika sudah khatam Iqra’ jilid 6). Sedangkan untuk metode Tilawati pelaguan pada bacaan (tartil) sudah diterapkan sejak Tilawati jilid 1 sampai jilid 5.” (Wawancara dengan Ustadz Heri Utomo selaku Waka Bid. Sarana Prasarana, tgl. 13 Oktober 2006, pkl. 15.45 wib.)
Setelah selesai membaca do’a dan sebelum proses pembelajaran dimulai secara individual atau privat, terlebih dahulu santri diajak untuk membaca secara Klasikal. Dan untuk teknik membaca Klasikal ini digunakan alat peraga Tilawati, dengan harapan santri mengetahui dan bisa melafalkan bacaan dengan menggunakan lagu seperti pada metode Tilawati, meskipun santri tersebut masih menggunakan metode Iqra’ ataupun sudah sampai Al Qur’an. Oleh karena itu, pada setiap kelas harus tersedia peraga Tilawati sebagai media untuk mempermudah proses belajar secara Klasikal tersebut. Maka pada setiap jam pelajaran Klasikal, selain membaca surat-surat pendek dengan cara bersama-sama (Klasikal), juga membaca Tilawati secara Klasikal dengan menggunakan alat peraga mulai dan dapat disesuaikan menurut rata-rata usia santri. Misalnya pada santri kelas VI yang rata-rata sudah membaca Al Qur’an dengan baik dan lancar dapat menggunakan alat peraga Tilawati jilid 4 atau jilid 5. Hal tersebut dilakukan dengan harapan agar santri mengetahui dan dapat mempraktekkan membaca Al Qur’an dengan cara melagukannya melalui pendekatan irama Rost. Jadi khusus pada metode Tilawati saja yang menggunakan teknik membaca Klasikal sebagai media sosialisasi terhadap bacaan tartil.
Selain perbedaan tersebut di atas, pada metode Iqra’ untuk huruf-huruf yang sulit atau rumit dalam pelafalannya menggunakan pendekatan bunyi, misalnya seperti:
  شَ   Lebih diarahkan ke bunyi SIA daripada keliru  سَ
قَ    Lebih diarahkan ke bunyi KO daripada keliru خَ
ضَ  Lebih diarahkan ke bunyi DHO (kendor) daripada keliru ظ
ظ    Lebih diarahkan ke bunyi  ذ  (dibaca dengan bibir agak maju)
Sedangkan pada metode Tilawati untuk huruf-huruf yang dalam pelafalannya rumit, disarankan untuk tetap melafalkannya secara baik dan benar sesuai dengan makharijul hurufnya. Hal tersebut dimaksudkan agar santri terhindar dari kesalahan pelafalan huruf sejak dini dan terbiasa melafalkan huruf secara baik dan benar.
            Maka, dari penjelasan di atas perbedaan antara metode Iqra’ dan Tilawati dapat dikategorikan sebagai berikut:
Metode Iqra’
Metode Tilawati
§  Tidak diperbolehkan untuk melagukan bacaan
§  Menggunakan pendekatan bunyi pada makharijul huruf
§  Menggunakan khot standart dengan tinta hitam
§  Dalam pembacaannya menggunakan sistem Individual

§   Menggunakan lagu dengan irama Rost Standart Nasional
§   Makharijul huruf harus dilafalkan dengan baik dan benar
§   Menggunakan khot standart dengan tinta hitam dan merah untuk membedakan materi
§   Dalam pembacaannya menggunakan sistem Individual dan Klasikal







3.      Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Metode Iqra’ dan Metode Tilawati Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Penerapan suatu metode tentunya tidak akan terlepas dari faktor pendukung serta faktor penghambat yang dapat menjadi kesuksesan serta kendala dalam pelaksanaan metode tersebut. Begitu pula dengan penerapan (implementasi) metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang. Dengan adanya faktor pendukung saja tidak mungkin suatu metode atau harapan yang diinginkan dapat tercapai, karena dibalik faktor tersebut terdapat hambatan-hambatan yang apabila solusinya dapat ditemukan dapat menjadi jalan atau media untuk menuju kesuksesan.
Hambatan (faktor penghambat) ini mungkin terjadi karena metode merupakan salah satu unsur pendidikan yang sangat kompleks, karena bersangkutan atau berkaitan dengan unsur-unsur pendidikan lainnya. Sehingga untuk mencapai tujuan pembelajaran Al Qur’an secara maksimal dan optimal bukanlah suatu hal yang mudah. Kesemuanya membutuhkan suatu proses dan solusi untuk meminimalisir hambatan (faktor-faktor penghambat) tersebut.
Adapun faktor-faktor yang mendukung bagi implementasi metode Iqra’ dan Tilawati antara lain yaitu: tersedianya alat-alat peraga Iqra’ dan Tilawati. Akan tetapi untuk saat ini alat peraga yang sering dan selalu digunakan adalah alat peraga Tilawati, hal ini dilakukan sebagai sarana untuk mensosialisasikan metode baru (Tilawati) kepada santri yang masih menggunakan metode Iqra’. Selain itu juga tersedianya kaset-kaset Murottal dengan beragam irama dalam pelaguan bacaan Al Qur’an. Jadi meskipun santri yang dulunya menggunakan metode Iqra’ dapat belajar tartil atau melagukan bacaan surat-surat pendek secara Klasikal, karena pada metode Iqra’ tidak diperkenankan memakai lagu (tartil) jika santri belum khatam Iqra’.
Agar proses pembelajaran Al Qur’an secara Individual dapat berlangsung secara optimal dan maksimal, maka pada setiap kelas selain diajar oleh ustadz/ ustadzah wali kelas, juga dibantu oleh asisten. Maka asisten juga harus mengetahui bagaimana bentuk atau struktur serta cara penerapan kedua metode yang digunakan di Madrasah Diniyah Al Husna. Jika asisten tidak pernah mengikuti diklat atau pelatihan kedua metode tersebut dapt belajar secara autodidak, misalnya saja untuk metode Iqra’ dapat melihat panduan atau petunjuk mengajar Iqra’ yang tercantum pada halaman-halaman awal di setiap jilid Iqra’. Kemudian untuk metode Tilawati dapat mendengarkan kaset yang telah tersedia.
Pada semua metode pembelajaran selalu dipaparkan informasi mengenai tajwid dan makharijul huruf. Dan seringkali pada pembahasan tentang materi tersebut santri selalu merasa bingung karena penjelasan yang ditawarkan oleh metode tersebut terlalu sulit (rumit). Oleh karena itu, Madrasah Diniyah Al Husna mengemas/ memasukkan masalah tajwid dan makharijul huruf tersebut kedalam satu bidang studi yaitu Tajwid, yang juga telah diformat kedalam kurikulum Madrasah Diniyah Al Husna, sehingga informasi mengenai makharijul huruf serta tajwid dapat diketahui secara mendalam, dan dapat medapatkan informasi serta menanyakan secara langsung hal-hal mengenai tajwid kepada ustadz/ ustadzah.
Selain kaset-kaset Murottal yang telah tersedia di Madrasah Diniyah Al Husna, agar ustadz/ ustadzah dapat menerapkan metode Tilawati; dimana cara membacanya harus dengan menggunakan irama Rost (Standar Nasional), maka pihak Madrasah Diniyah Al Husna mengadakan kursus tartil gratis bagi para ustadz/ ustadzah. Kursus tartil ini dilaksanakan 1 kali dalam setiap minggunya dengan mendatangkan tutor atau ustadz yang berpengalaman serta mengetahui seluk beluk Irama Tartil. Dan untuk metode Iqra’, apabila ustadz/ ustadzah tidak pernah mengikuti diklat atau pelatihan metode tersebut dapat merujuk atau mengikuti petunjuk mengajar yang tertera pada setiap jilidnya, seperti petunjuk mengajar Iqra’ jilid 5 berikut;
 Petunjuk mengajar jilid 5
1.      Petunjuk mengajar jilid 1 nomor 1,2,3,5,7,8, jilid 2 nomor 6, jilid 3 nomor 3, dan jilid 4 nomor 3 masih berlaku untuk jilid 5 ini.
2.      Halaman 23 adalah surat Al Mu’minun ayat 1-11 sebaiknya santri dianjurkan menghafalkan, syukur dengan artinya.
3.      Bila ada beberapa santri yang sama tingkat pelajarannya boleh menggunakan sistem tadarus, secara bergiliran membaca sekitar 2 baris, sedang lainnya menyimak.
4.      Santri tidak harus mengenal istilah-istilah tajwid, seperti idghom, ikhfa’ dan sebagainya, yang penting secara praktis betul bacaannya.
5.      Agar menghayati bacaan yang penting dan untuk membikin suasana semarak, baik andaikata santri diajak membaca bersama-sama/ koor yaitu halaman 16 sampai dengan 19 (3 baris dari atas). 
Kemudian untuk faktor penghambat bagi implementasi kedua metode tersebut, Ustadzah Misbahus Sholihah menyatakan argumennya dalam deskripsi wawancara berikut:
“...Untuk santri yang menggunakan metode Iqra’ maupun metode Tilawati, apabila sudah sampai pada bab atau materi yang membahas tentang bacaan mad (panjang) sering terjadi pengulangan pada bab tersebut. Dan untuk metode Tilawati apabila penguasaan lagu, santri kurang bisa memahami dan mempraktekkannya, maka santri cenderung tidak dapat mempertahankan lagu atau irama tersebut.” (Wawancara dengan Ustadzah Misbahus Sholihah selaku Waka Bid. Kesantrian, tgl. 12 Oktober 2006, pkl. 16.00 wib.)
Dari deskripsi wawancara yang diutarakan oleh Ustadzah Misbahus Sholihah tersebut, maka pada metode Iqra’ dan metode Tilawati salah factor penghambatnya yaitu terletak pada materi bacaan mad yang seringkali terjadi pengulangan pada halaman-halaman tertentu. Hal tersebut terjadi karena santri merasa kebingungan atau lupa pada bacaan mana yang harus dibaca panjang serta mana yang harus dibaca pendek.
Selain itu pada implementasi metode Tilawati, apabila santri telah menginjak jilid 3 keatas, cenderung tidak dapat mempertahankan irama lagunya. Salah satu penyebabnya yaitu karena santri merasa bingung antara mengingat atau menghafal lagu dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Selanjutnya untuk faktor penghambat bagi implementasi metode Tilawati, Ustadzah Siti Aminah menambahkan:
“...Apabila ustadz/ustadzah kurang menguasai cara atau teknik penyampaian metode Tilawati pada santri, maka cara membaca (dengan menggunakan irama) santri-pun akan beraneka ragam dan tidak sesuai dengan kaidah atau tata cara membaca Tilawati dengan menggunakan irama Rost (Standar Nasional).” (Wawancara dengan Ustadzah Siti Aminah, tgl. 14 Oktober 2006, pkl. 15.30 wib.)
Maka meskipun ustadz/ ustadzah yang belum pernah mengikuti diklat atau pelatihan Tilawati belajar dengan Irama Rost melalui kaset, tidak menjamin ustadz/ ustadzah tersebut akan berhasil mengajarkan metode Tilawati tersebut secara maksimal dan optimal.
Sedangkan faktor lainnya yang dapat menghambat implementasi metode Iqra’ adalah sebagaimana yang dituturkan oleh Kepala Madrsah Diniyah Al Husna berikut:
“...Pada metode Iqra’ tidak disusun atau dicetak buku khusus untuk panduan petunjuk membaca secara Klasikal. Selain itu pada metode Iqra’ santri tidak dikenalkan pada huruf-huruf Hijaiyah asli, sehingga ketika santri sampai pada Iqra’ jilid 6 dan bertemu dengan bacaan-bacaan fawatihussuwar atau Muqhottho’ah, santri tidak dapat membacanya dengan benar dan membutuhkan bimbingan serta contoh dari ustadz/ustadzah.” (Wawancara dengan Ibu Lailil Qomariyah selaku Kepala Madrasah Diniyah Al Husna, tgl. 10 Oktober 2006, pkl. 16.15 wib.)
Dari deskripsi tersebut di atas menyatakan bahwa implementasi metode Iqra’ di Madrasah Diniyah Al Husna kurang berjalan secara maksimal karena tidak tersedianya buku khusus sebagai panduan dalam membaca secara Klasikal. Selain itu, pada metode Iqra’ ini santri tidak dikenalkan pada huruf-huruf Hijaiyah asli, sehingga ketika santri menginjak pada jilid 6 khususnya pada halaman 28 yang membahas mengenai materi bacaan-bacaan fawatihussuwar atau Muqhottho’ah, contohnya seperti berikut di bawah ini:
يس            ص             طسمّ           ن      عسق           ا لم
ا ل مص       ا لمر            حم             كهيعص        ا لر    طس
santri tidak dapat melafalkan dengan baik dan benar, dan membutuhkan bantuan atau contoh dari ustadz/ ustadzah. Sehingga pada materi atau bahasan ini santri cenderung mengulangnya sampai beberapa kali.
            Dari hasil deskripsi di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan mengenai faktor-faktor pendukung serta penghambat bagi penerapan metode Iqra’ dan Tilawati, dan dapat dikategorikan seperti berikut:
Faktor Pendukung
Faktor Penghambat
·         Tersedianya alat-alat peraga Iqra’ dan Tilawati
·         Untuk metode Iqra’ ustadz/ ustadzah tidak perlu harus bersyahadah atau mengikuti diklat, karena sudah ada panduan mengajarnya
·         Agar proses belajar (khususnya membaca secara Individual) dapat terlaksana secara maksimal, wali kelas dibantu oleh seorang asisten
·         Pada materi bacaan mad (panjang), cenderung bacaan selalu diulang-ulang
·         Untuk metode Tilawati ustadz/ ustadzah harus mengikuti diklat terlebih dahulu
·         Pada santri yang usianya masih kecil untuk metode Tilawati setelah menginjak jilid 2 keatas lagunya cenderung hilang




BAB V
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A.    Implementasi Metode Iqra’ dan Metode Tilawati dalam Pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwasannya Madrasah Diniyah Al Husna untuk saat ini menggunakan 2 metode pembelajaran Al Qur’an. Hal ini terjadi karena Madrasah Diniyah Al Husna ingin mengadakan pembaharuan atau inovasi terhadap metode pembelajaran Al Qur’an. Yaitu dengan cara mengganti metode lama (Iqra’) dengan metode baru (Tilawati) secara bertahap. Bukan berarti dengan berganti metode baru Madrasah Diniyah Al Husna menganggap remeh terhadap metode yang lama, akan tetapi semata-mata ingin lebih meningkatkan implementasi metode pembelajaran Al Qur’an secara efektif dan efisien.
Pada dasarnya sistem yang dimiliki oleh kedua metode tersebut sama, yaitu memudahkan peserta didik dalam rangka belajar membaca menulis Al Qur’an secara praktis. Selain menerapkan sistem Eja Langsung, dimana santri tidak perlu mengeja huruf satu-persatu serta menghafal ke-29 huruf Hijaiyah terlebih dahulu, pada kedua metode yang diterapkan (diimplementasikan) pada Madrasah Diniyah Al Husna tersebut juga menggunakan prinsip CBSA (Cara Belajar Santri Aktif). Yang berarti ustadz/ustadzah tidak boleh memberikan tuntunan atau informasi secara berlebihan kepada santri mengenai materi yang ia baca, cukup dengan memberikan contoh atau arahan sesuai dengan kebutuhan santri. Hal tersebut dimaksudkan agar santri dapat mandiri dan tidak selalu menggantungkan pada bantuan ustadz/ustadzah.
Sebagaimana pernyataan Drs. HM. Budiyanto, yang menyatakan bahwa:
Prinsip CBSA (Cara Belajar Santri Aktif) atau prinsip ‘Biriyadlotuil Athfal’ adalah suatu prinsip dalam pengajaran yang ditandai oleh diutamkannya ‘belajar’ daripada ‘mengajar’, atau dengan perkataan lain CBSA adalah suatu sistem belajra-mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara matra kognitif, afektif, dan psikomotorik”.[50]
Pada implementasi kedua metode tersebut (Iqra’ dan Tilawati) dilakukan dengan menggunakan teknik privat atau penyimakan. Dimana santri membaca secara satu-persatu di depan ustadz/ustadzah, yang kemudian hasil bacaan santri tersebut ditulis atau dicatat dalam buku prestasi bacaan santri atau biasa disebut dengan kartu drill. Jika santri mampu membaca dengan baik dan benar, maka santri dapat melanjutkan ke halaman atau materi selanjutnya. Teknik privat atau penyemakan ini biasa juga disebut dengan teknik Individual. Sedangkan untuk santri yang akan khatam diwajibkan untuk membaca halaman terakhir (EBTA) di depan munaqis, dalam hal ini yang bertindak sebagai munaqis adalah Kepala Madrasah Diniyah Al Husna. Dan jika bacaan santri baik dan benar maka dapat melanjutkan pada tingkatan jilid selanjutnya atau dapat melanjutkan ke tahap membaca Al Qur’an 1.
Selain teknik Individual yang telah dijelaskan diatas, pada Madrasah Diniyah Al Husna juga menggunakan teknik Klasikal. Dan untuk teknik ini hanya dikhususkan pada penggunaan metode Tilawati saja. Dimana seorang ustadz/ustadzah memberikan contoh bacaan atau materi terlebih dahulu, kemudian santri mengikutinya secara bersama-sama. 
B.     Persamaan dan Perbedaan Implementasi Metode Iqra’ dan Metode Tilawati dalam Pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Antara metode yang satu dengan lainnya pastilah memiliki persamaan serta perbedaan, baik secara stuktur maupun dalam implementasinya. Adapun persamaan yang dimiliki oleh metode Iqra’ dan metode Tilawati antara lain sebagai berikut: sama-sama menggunakan prinsip CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub bahasan sebelumnya. Kemudian susunan buku atau jilidnya Variatif, karena kedua metode tersebut disusun menjadi beberapa jilid yang disajikan menjadi beberapa buku dengan cover menarik dan warna yang berbeda misalnya:
Metode Iqra’:                                                     Metode Tilawati:
jilid 1, berwarna = orange                                  jilid 1, berwarna = hijau
jilid 1, berwarna = hijau                                     jilid 2, berwarna = coklat
jilid 3, berwarna = biru                                       jilid 3, berwarna = biru tua
jilid 4, berwarna = merah                                   jilid 4, berwarna = ungu
jilid 5, berwarna = ungu                                     jilid 5, berwarna = biru muda
jilid 6, berwarna = coklat
sehingga melalui warna-warna cover atau sampul yang menarik tersebut dapat merangsang santri untuk segera menuju ke tingkatan jilid selanjutnya.
Selain itu, pada implementasi kedua metode tersebut menggunakan sistem Eja Langsung atau membaca langsung tanpa terputus-putus, sehingga tidak membutuhkan banyak waktu serta tidak harus menghafal ke-29 huruf Hijaiyah terlebih dahulu. Dan agar santri terhindar dari kesalahan dalam pelafalan makhraj maka sejak jilid pertama (awal), pada huruf yang agak sulit dalam pelafalannya ustazd/ustadzah membantu santri untuk bagaimana cara membaca huruf tersebut serta cara pendekatannya, misalnya:
شَ   Lebih diarahkan ke bunyi SIA daripada keliru  سَ
قَ    Lebih diarahkan ke bunyi KO daripada keliru خَ
ضَ  Lebih diarahkan ke bunyi DHO (kendor) daripada keliru ظ
ظ    Lebih diarahkan ke bunyi  ذ  (dibaca dengan bibir agak maju)
Akan tetapi cara pendekatan tersebut hanya bersifat sementara, mengingat usia santri yang masih sangat kecil atau santri memiliki keterbatasan fisik. Maka secara bertahap santri tersebut harus juga dibiasakan dan diarahkan untuk melafalkan huruf yang sempurna, agar kelak ketika ia dewasa dapat melafalkan huruf dengan baik dan benar. Oleh karena itu, para ustadz/ ustadzah harus tetap menanamkan kepada santri cara pelafalan huruf yang baik dan benar sedini mugkin. Sebagaimana yang tercantum dalam buku karangan Nur Uhbiyati, yang menyatakan bahwa “semua yang dipelajari anak di waktu kecil mempunyai pengaruh atau kesan yang sangat mendalam, sehingga sulit untuk dihilangkan, dan kalaupun ingin dihilangkan harus menempuh proses yang sangat lama”.[51]
Sedangkan perbedaan implementasi yang dimiliki oleh metode Iqra’ dan Tilawati pada Madrasah Diniyah Al Husna antara lain yaitu: untuk metode Tilawati menggunakan lagu dengan irama Rost Standar Nasional. Oleh karena itu, para ustadz/ustadzah harus bisa memberikan contoh bacaan secara fasih di depan santri. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dipaparkan dalam tehnik mengajar buku Tilawati pada jilid 4, yaitu “pada jilid 4 ini merupakan kunci keberhasilan bacaan tartil, maka ustadz yang mengajar jilid ini bacaannya harus benar-benar tartil/fasih dan telah mentashihkan diri pada para ahli Al Qur’an setempat serta mengikuti pembinaan di daerah setempat”.[52]
Sedangkan untuk metode Iqra’ pelaguan terhadap bacaan tidak boleh diberikan sebelum santri khatam atau dapat melafalkan bacaan secara baik dan benar. Sebagaimana yang tercantum dalam petunjuk mengajar Iqra’ jilid 6 yang menyatakan “santri tidak diperbolehkan untuk diajari dengan bacaan berlagu walaupun dengan irama Murottal, dan untuk kaset Murottal yang dikeluarkan oleh Team Tadrus ‘AMM’ dimaksudkan bagi yang sudah lancar dalam bertadarrus Al Qur’an”.[53]
Sedangkan untuk penulisan huruf (khot) pada metode Tilawati menggunakan 2 warna tinta yaitu tinta hitam dan tinta merah, tinta merah berfungsi untuk memberi tanda pada materi/pokok bahasan yang baru sedangkan tinta hitam untuk materi yang pernah diberikan sebelumnya, seperti pada contoh materi jilid 1 berikut:
 بَ   تَ
            بَ تَ            تَ ب           ا تَ   
تَ تَ         تَ بَ              تَ ا
تَ بَ تَ                    تَ تَ بَ
تَ  ا  بَ                    بَ  ا  تَ
ا  تَ  بَ                    ا   بَ تَ
تَ تَ بَ                    بَ بَ تَ        [54]
Akan tetapi pada metode Iqra’ penulisan huruf (khot) hanya menggunakan tinta hitam saja baik pada materi yang sudah diberikan sebelumnya maupun pada materi baru, sebagaimana contoh berikut:
بَ   تَ
         تَ ب ا                       ا تَ ب
تَ ا بَ                       ا بَ تَ       بَ تَ ا                       ا تَ بَ
تَ ا تَ                       بَ ا تَ
ا تَ بَ                      تَ  تَ ا
ا بَ تَ                      ا بَ تَ    [55]
C.    Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Metode Iqra’ dan Metode Tilawati dalam Pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Dalam penerapan (implementasi) metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang, memiliki faktor pendukung dan faktor penghambat. Adapun faktor-faktor yang mendukung bagi implementasi metode Iqra’ dan Tilawati antara lain yaitu: tersedianya alat-alat peraga Iqra’ dan Tilawati, yang juga didukung oleh kaset-kaset Murottal dengan beragam irama dalam pelaguan bacaan Al Qur’an.
Hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan proses belajar santri, yaitu dengan sarana atau media kaset-kaset Murottal tersebut yang diputar selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Sehingga santri dapat menyimak serta mengingat-ingat irama tartil, yang kemudian dapat dipraktekkan ketika santri membaca Al Qur’an. Dan melalui latihan serta kebiasaan mendengarkan tersebut, diharapkan santri dapat meningkatkan prestasi membaca Al Qur’annya. Sebagaimana pernyataan Zakiah Daradjat “untuk membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan hal yang baik, karena dengan kebiasaan dan latihan tersebutyang membuat dia cenderung kepada melakukan yang baik.”[56]
Dan untuk mempersingkat waktu selama proses pembelajaran secara Individual seorang wali kelas dibantu oleh seorang asisten. Sehingga prestasi bacaan santri dapat dipantau secara maksimal, dan memiliki waktu belajar yang maksimal pula. 
Kemudian untuk metode Iqra’, bagi ustadz/ustadzah yang belum pernah mengikuti diklat ataupun pelatihan metode ini dapat melihat atau merujuk pada petunjuk mengajar yang tercantum pada tiap jilidnya, dimana pada tiap jilid terdapat petunjuk yang berbeda-beda, seperti berikut ini:
Petunjuk mengajar jilid 5
1.      Petunjuk mengajar jilid 1 nomor 1,2,3,5,7,8, jilid 2 nomor 6, jilid 3 nomor 3, dan jilid 4 nomor 3 masih berlaku untuk jilid 5 ini.
2.      Halaman 23 adalah surat Al Mu’minun ayat 1-11 sebaiknya santri dianjurkan menghafalkan, syukur dengan artinya.
3.      Bila ada beberapa santri yang sama tingkat pelajarannya boleh menggunakan system tadarus, secara bergiliran membaca sekitar 2 baris, sedang lainnya menyimak.
4.      Santri tidak harus mengenal istilah-istilah tajwid, seperti idghom, ikhfa’ dan sebagainya, yang penting secara praktis betul bacaannya.
5.      Agar menghayati bacaan yang penting dan untuk membikin suasana semarak, baik andaikata santri diajak membaca bersama-sama / koor yaitu halaman 16 sampai dengan 19 (3 baris dari atas).
Demikian, semoga sukses. Amin.[57]
Untuk faktor penghambat bagi implementasi kedua metode tersebut, diantaranya yaitu: yaitu terletak pada materi bacaan mad yang seringkali terjadi pengulangan pada halaman-halaman tertentu. Hal tersebut terjadi karena santri merasa kebingungan atau lupa pada bacaan mana yang harus dibaca panjang serta mana yang harus dibaca pendek.
Selain itu pada implementasi metode Tilawati, apabila santri telah menginjak jilid 3 keatas, cenderung tidak dapat mempertahankan irama tartil Salah satu penyebabnya yaitu karena santri merasa bingung antara mengingat atau menghafal lagu dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Selain itu, pada metode Iqra’ ini santri tidak dikenalkan pada huruf-huruf Hijaiyah asli, sehingga ketika santri menginjak pada jilid 6 khususnya pada halaman 28 yang membahas mengenai materi bacaan-bacaan fawatihussuwar yang Muqhottho’ah, santri tidak dapat melafalkannya dengan baik dan benar. Sebagaimana contoh berikut ini:
يس            ص             طسمّ           ن      عسق           ا لم
ا لمص  ا لمر            حم             كهيعص        ا لر    طس
Sehingga dalam penerapan/ implementasinya santri selalu menunggu ustadz/ ustadzah untuk memberi contoh secara berulang-ulang. Sehingga pada materi atau bahasan ini santri cenderung mengulangnya sampai beberapa kali. Oleh karena itu, dibutuhkan pembiasaan berupa latihan-latihan secara kontinyu atau berkelanjutan dari ustadz/ ustadzah, agar ketika santri membaca Al Qur’an tidak selalu menunggua ustadz/ ustadzah memberikan contoh bacaan terlebih dahulu. Menginagt pembiasaan dan latihan memiliki peranan yang penting dalam pendidikan, maka Zakiah Daradjat dalam bukunya menyatakan “hendaknya setiap pendidik menyadari bahwa pembinaan pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya.”[58]




BAB VI
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan penulis pada penyajian dan analisis data di atas, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1        Implementasi metode Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna diantaranya yaitu: penggunaan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif); penggunaan teknik membaca Eja Langsung serta Individual (membaca secara perorangan di depan ustadz/ ustadzah).
2        Persamaan implementasi antara metode Iqra’ dan Tilawati antara lain yaitu: penggunaan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), penggunaan teknik Eja Langsung dalam pembacaannya, penggunaan teknik Individual (membaca secara perorangan didepan ustadz/ ustadzah), serta disusun/ dicetak dengan bentuk yang Variatif. Sedangkan untuk perbedaan pada implementasi metode Iqra’ dan Tilawati adalah: untuk metode Tilawati menggunakan lagu Irama Rost Standar Nasional, sedangkan untuk metode Iqra’ tidak diperbolehkan menggunakan lagu meski Irama Murottal sekalipun; pada metode Iqra’ menggunakan pendekatan bunyi untuk huruf-huruf yang sulit dalam pelafalannya, sedangkan pada metode Tilawati ditekankan untuk melafalkan huruf sesuai dengan makhraj yang benar; selain menggunakan teknik membaca secara Individual pada metode Tilawati juga menggunakan teknik Klasikal, sedangkan pada metode Iqra’ hanya menggunakan teknik Individual saja.
3        Faktor-faktor yang mendukung dalam implementasi metode Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna, yaitu: telah tersedianya alat-alat peraga serta kaset-kaset Murottal (dengan beberapa jenis irama lagu); untuk mempersingkat waktu, selama Individual ustadz/ ustadzah dibantu oleh seorang asisten sehingga prestasi bacaan santri dapat dipantau secara maksimal dan santri memiliki banyak waktu belajar yang maksimal pula. Untuk metode Iqra’ meskipun ustadz/ ustadzah tidak mengikuti diklat/ pelatihan dapat secara langsung mengajarkan metode Iqra’ ini karena terdapat petunjuk mengajar pada setiap jilidnya. Dan untuk perbedaan pada implementasinya adalah: jika ustadz/ ustadzah tidak mengikuti pelatihan atau diklat metode pembelajaran Al Qur’an, maka akan kesulitan dalam menerapkan metode tersebut kepada santri; santri yang menggunakan metode Tilawati jika sampai pada jilid 3 ke atas, cenderung tidak mampu mempertahankan irama lagunya, untuk metode Iqra’ materi bacaan Muqhottho’ah yang dipaparkan terlalu sedikit (½ halaman).
B.     Saran
Dari kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, perlu kiranya penulis memberikan sumbangan pemikiran berupa saran-saran bagi semua pihak terhadap implementasi metode Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an. Adapun saran-sarannya adalah sebagai berikut:
1.      Kepada Lembaga (Madrasah Diniyah Al Husna)
Madrasah Diniyah Al Husna dapat merealisasikan tujuan serta sasaran yang ingin dicapai, yaitu berusaha terus meningkatkan mutu pendidikan keagamaan khususnya yang berhubungan dengan metode pembelajaran Al Qur’an dengan cara peningkatan SDM secara berkala.
2.      Kepada Kepala Madrasah Diniyah Al Husna
Memberikan perhatian terhadap peningkatan kualitas SDM dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran Al Qur’an yang efektif, efisien dan maksimal. Serta memberikan motivasi kepada para ustadz/ ustadzah untuk berkreasi dan inovatif dalam menyampaikan metode sebagai wujud peningkatan efektifitas pembelajran Al Qur’an.
3.      Kepada Ustadz/ ustadzah Madrasah Diniyah Al Husna
Berusaha untuk terus meningkatkan kinerjanya (profesionalisme) melalui penyampaian metode yang tepat dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an, agar tercipta generasi qur’ani yang bertaqwa, berprestasi, shalih, dan berakhlaqul karimah.
4.      Kepada Santri Madrasah Diniyah Al Husna
Rajin belajar serta sabar dalam mengarungi samudera ilmu, memahami dan mengamalkan ajaran Al Qur’an supaya kelak menjadi insan shalih dan bermanfaat bagi keluarga, bangsa, dan agama serta menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.


5.      Kepada Wali Santri (Orang Tua)
Memberi dukungan, semangat dan perhatian kepada putra-putrinya dalam mengarungi samudera ilmu agar terpenuhi harapan untuk menjadikan anak yang shalih dan shalihah.

















DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rahman, Dudung. 2004. 350 Mutiara Hikmah dan Sya’ir Arab. Bandung: Media Qalbu.
al-Qarni, ‘Aidh. 2003. Laa Tahzan. Jakarta: Qisthi Press.
Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara, Penterjemah/ Pentafsir Al Qur’an.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Budiyanto. 1995. Prinsip-prinsip Metodologi Buku IQRO’. Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”.
Budiyanto. 2003. Ringkasan Pedoman Pengelolaan, Pembinaan dan Pengembangan Gerakan 5M. Yogyakarta: Team Tadarus AMM. 
Daradjat, Zakiah. 1993. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
et. al.. 2004. Tilawati Jilid 1-5. Surabaya: Pesantren Virtual Al Falah.
Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif dasar-dasar  dan aplikasi. Malang: IKIP Malang.
Hasan, Muhammad Tholhah. 2004. Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lantabora Press.
Humam, As’ad. 2000. Buku Iqra’ (Jilid 1-6). Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”.
Ibnu Nashir, Sa’id. Qaidah Baghdadiyah.
Mazhahiri, Husain. 2000. Meruntuhkan Hawa Nafsu Membangun Rohani . Jakarta: Lentera
Muaffa, Ali. Makalah Standar Nasional dan Metodologi Pengajaran Al Qur’an. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.
Mulyana, Dedy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif-Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moeloeng, Lexy J.. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset.
Muhaimin, H. Abd. Ghofir, dan Nur Ali Rahman.. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: CV. Citra Media.
Nasution. 1988. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Poerwadarminta, W.J.S.. 1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Qardhawi, Yusuf. 1998. Berinteraksi dengan Al Qur’an. Bandung: Mizan.
Sudarsono, dan Saliman. 1994. Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Said, Usman dan Jalaluddin. 1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Salim Zarkasyi , Dachlan. Metodologi Pengajaran Qiro’ati. Malang: Koordinator Pendidikan Al Qur’an Metode Qiro’ati.
Sastrapradja. 1981. Kamus Istilah dan Pendidikan Umum. Surabaya: Usaha Nasional.
Sulthon, Muhadjir. 1991. Al Barqy. Surabaya: Sinar Wijaya.
Supardi. 2004. Jurnal Penelitian KeIslaman. Mataram: Lemlit STAIN Mataram.
Surachmad, Winarno. 1976. Dasar dan Tehnik Research. Bandung: CV. Tarsito.
Syarifuddin, Ahmad. 2004. Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai Al Qur’an. Jakarta: Gema Insani.
Tjiptohardjono. 1994. Analisis Bacaan Basmallah. Jakarta: Kalam Mulia.
Uhbiyati, Nur. 1997. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: C.V. Pustaka Setia.


[1] Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al Qur’an (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 175
[2] Al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara, Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, 1971) hlm. 425-426
[3] Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia (Jakarta: Lantabora Press, 2004), hlm. 18
[4] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan bintang, 1993), hlm. 58
[5] Dudung Abd. Rahman, 350 Mutiara Hikmah dan Sya’ir Arab (Bandung: Media Qalbu, 2004), hlm. 14
[6] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam  (Bandung: C.V. Pustaka Setia, 1997), hlm. 99
[7] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam  (Bandung: C.V. Pustaka Setia, 1997), hlm. 123
[8] M. Sastrapradja, Kamus Istilah dan Pendidikan Umum (Surabaya: Usaha Nasional,1981), hlm. 318
[9] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 580
[10] Dr. Jalaluddin dan Drs. Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1994), hlm. 52-53
[11] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hlm. 521
[12] Drs. Saliman dan Drs. Sudarsono, Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 126
[13] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit., hlm. 664
[14] Drs. Muhaimin,MA. Dkk, Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: CV. Citra Media, 1996), hlm. 44-45
[15] Al Qur’an dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 15
[16] Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai Al Qur’an (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 16
[17] Drs. Tjiptohardjono, Analisis Bacaan Basmallah (Jakrta: Kalam Mulia, 1994), hlm. 8
[18] Ahmad Syarifuddin, op. cit., hlm. 62
                [19] Husain Mazhahiri, Meruntuhkan Hawa Nafsu Membangun Rohani (Jakarta: Lentera, 2000), hlm. 239
                [20] DR. ‘Aidh al-Qarni, Laa Tahzan (Jakarta: Qisthi Press, 2003), hlm. 236
                [21] Al Qur’an dan Terjemahnya, op.cit., hlm, 315
[22] Supardi, Jurnal Penelitian KeIslaman (Mataram: Lemlit STAIN Mataram, 2004),
hlm. 98
[23] Sa’id Ibn Nashir, Qa’idah Baghdadiyah
[24] Muhadjir Sulthon, Al Barqy (Surabaya: Sinar Wijaya, 1991), hlm. o-s
                [25] HM. Budiyanto, Prinsip-prinsip Metodologi Buku IQRO’ (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 1995), hlm. 23-24
                [26]H. Dachlan Salim Zarkasyi , Metodologi Pengajaran Qiro’ati (Malang: Koordinator Pendidikan Al Qur’an Metode Qiro’ati), hlm. 1
                [27] H. Hasan Sadzili, dkk., Tilawati Jilid 1-6 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah, 2004), hlm. i-iv
[28] H.M. Budiyanto, op.cit., hlm. 5-8
                [29] M. Sastrapradja, op.cit., hlm. 457
[30] As’ad Humam, Buku Iqra’ Jilid 6 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000)
                [31] H.M. Budiyanto, dkk., Ringkasan Pedoman Pengelolaan, Pembinaan dan Pengembangan Gerakan 5M (Yogyakarta: Team Tadarus AMM, 2003), hlm. 25
[32]  As’ad Humam, loc.cit.
                [33] Drs. H. Ali Muaffa, Standar Nasional dan Metodologi Pengajaran Al Qur’an, Makalah disajikan pada Sosialisasi Lagu Tartil TKA / TPA, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Surabaya 21 Mei 2006
[34] H.Hasan Sadzili dkk, Tilawati Jilid 1-6 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah, 2004), hlm. iv
[35] Drs. H. Ali Muaffa, Standar Nasional dan Metodologi Pengajaran Al Qur’an, Makalah disajikan pada Sosialisasi Lagu Tartil TKA/TPA, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Surabaya 21 Mei 2006.
                [36] Lexy J. Moeloeng, Metologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset,  2002), hlm. 3
                [37] Ibid,. hlm. 6
[38] Winarno Surachmad, Dasar dan Tehnik Research (Bandung: CV. Tarsito, 1976), hlm. 135-136
                [39] Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 121
                [40] Ibid., hlm. 112
                [41] Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 133
                [42] Ibid, hlm. 132
                [43] Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif dasar-dasar  dan aplikasi (Malang: IKIP  Malang, 1990), hlm. 81
                [44] Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 103
[45] Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif-Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnnya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 155
[46] Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1988), hlm. 129
[47] Ibid
[48] Ibid, hlm. 130
                [49] Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 178
[50] HM. Budiyanto, , op.cit., hlm. 19

[51] Nur Uhbiyati, loc. cit.
[52] H. Hasan Sadzili, dkk., Tilawati Jilid 4 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah, 2004), hlm. iv
[53] As’ad Humam, Buku Iqra’ jilid 6 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000), hlm. 2
[54] H. Hasan Sadzili, dkk., Tilawati Jilid 1 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah, 2004), hlm. 2
[55] As’ad Humam, Buku Iqra’ jilid 1 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000), hlm. 6
[56] Zakiah Daradjat, op.cit., hlm. 62
[57] As’ad Humam, Buku Iqra’ jilid 5 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000), hlm. 2
[58] Zakiah Daradjat, op.cit., hlm. 61

Tidak ada komentar:

Posting Komentar