BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al
Qur’an merupakan Kitab Suci yang diturunkan oleh Allah s.w.t kepada Nabi
Muhammad s.a.w sebagai mu’jizat dan salah satu rahmat yang tiada taranya bagi
alam semesta. Allah s.w.t. menurunkan KitabNya yang kekal Al Qur’an-agar dibaca
oleh lidah-lidah manusia, didengarkan oleh telinga mereka, ditadaburi oleh akal
mereka, dan menjadi ketenangan bagi hati mereka.[1]
Selain itu
Al Qur’an juga merupakan petunjuk kepada jalan yang benar/lurus. Sebagaimana
yang tertuang dalam firman Allah Q.S. Al Isro’ ayat 9, yang berbunyi:
إنَّ هذا القرآنَ
يَهْدِيْ للتيْ هِيَ أقوَمُ ويُبَشرُ المُؤْمنيْنَ الذيْنَ يَعْملوْنَ
الصَّالِحَاتِ أنَّ لهُمْ أجْرًا كَبيْرًا (الإسراء: )
Artinya: “Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan
petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada
orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal sholeh bahwa bagi mereka ada pahala
yang besar.” (Q.S Al Isro’: 9) [2]
Mengingat demikian
pentingnya peran Al Qur’an dalam membimbing dan mengarahkan kehidupan manusia,
maka belajar membaca, memahami dan menghayati Al Qur’an untuk kemudian
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari merupakan kewajiban bagi setiap insan
muslim. Namun sayangnya, fenomena yang terjadi saat ini tidaklah demikian.
Masih banyak kaum muslim baik dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa, bahkan
orang tua belum dapat membaca dan menulis huruf Al Qur’an (buta huruf Al
Qur’an). Keadaan yang demikian inilah menimbulkan keprihatinan khususnya bagi
muslimin di Indonesia.
Hal tersebut disebabkan bukan karena minimnya lembaga-lembaga pendidikan Al
Qur’an (TPA/TPQ), akan tetapi kurangnya peran serta maupun perhatian dari
masyarakat. Khususnya dalam hal ini adalah orang tua yang seharusnya
bertanggung jawab memberikan pembelajaran Al Qur’an kepada putra-putrinya sejak
dini, karena orang tua adalah komponen yang bersinggungan langsung dengan anak.
Selain adanya faktor eksternal tersebut, masih ada pula faktor internal yang
dapat menghambat atau menjadi masalah dalam usaha untuk menciptakan generasi
yang bebas dari buta huruf Al Qur’an. Yaitu tidak adanya tekad, semangat
(ghiroh) ataupun keinginan dari dalam diri untuk belajar membaca dan menulis Al
Qur’an. Padahal dalam aktifitas kita sehari-hari (ritual keagamaan) tidak lepas
dari bacaan-bacaan Al Qur’an, misalnya saja bacaan sholat (surat-surat pendek),
dzikir, bacaan-bacaan do’a untuk menghindarkan diri dari segala mara bahaya,
serta bacaan tahlil dan yasin. Oleh karena itu hendaknya para orang tua
menyisihkan waktunya untuk memantau perkembangan kegamaan anak serta mendidik
anak untuk mengenal agama sedini mungkin.
Sehubungan dengan hal tersebut Muhammad
Tholhah Hasan mengutip pernyataan dari Prof. Muhyi Hilal Sarhan, yang
menyatakan bahwa:
Agama Islam memberikan
perhatian besar terhadap anak-anak pada periode ini (umur 1-5 tahun) mengingat
akibatnya yang besar dalam hidup kanak-kanak baik dari segi pendidikan,
bimbingan serta perkembangan jasmaniyah maupun infialiyahnya dan pembentukan
sikap serta prilaku mereka dimulai pada periode ini dan bahkan pada umur 2
tahun mereka telah meletakkan suatu dasar untuk perkembangan mereka
selanjutnya”.[3]
Zakiah Daradjat juga menyatakan bahwa
“perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman
yang dilaluinya, terutama pada masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) umur
0-12 tahun”.[4] Hal tersebut senada dengan sabda Nabi s.a.w.:
اطلب العلم من المهد
الى اللحد
Artinya: “Belajarlah (carilah
ilmu) sejak engkau dalam buaian (ayunan) sampai ke liang lahat.” [5]
Maksudnya, “semua apa saja yang dipelajari anak di waktu kecil
mempunyai kesan/pengaruh yang amat dalam baginya dan sulit untuk dihilangkan,
kalaupun ingin dihilangkan harus dengan melalui proses yang lama”.[6]
Untuk
mengantisipasi ataupun meminimalisir buta huruf Al Qur’an, kita sebagai umat
Rasulullah s.a.w hendaknya dapat melakukan langkah-langkah positif untuk
mengembangkan pembelajaran Al Qur’an. Dan juga untuk membangkitkan semangat
(ghiroh) dan tekad saudara kita khususnya kaum muslim yang belum dapat baca
tulis Al Qur’an untuk belajar lebih giat lagi dalam memahami serta mentadaburi
kandungan-kandungan Al Qur’an baik yang tersurat maupun yang tersirat. Misalnya dengan menggunakan metode serta
tehnik belajar baca tulis Al Qur’an yang sesuai, praktis, efektif dan efisien.
Dan seperti yang telah
diketahui bahwasannya di Indonesia banyak terdapat metode-metode yang digunakan
dalam rangka pembelajaran Al Qur’an. Misalnya; metode Qa’idah Baghdadiyah,
metode Jibril, metode Iqra’, metode Qiro’ati, metode Al Barqy, metode Tilawati,
dan masih banyak lagi yang lainnya. Maka tugas seorang pendidik, guru,
ustadz/ustdzah-lah untuk menentukan metode yang tepat agar peserta didik dapat
lebih mudah untuk belajar baca tulis Al Qur’an.
Berkenaan dengan
penggunaan metode-metode pembelajaran Al Qur’an tersebut, pada awalnya Madrasah
Diniyah Al Husna menggunakan metode Iqra’ yang kemudian dipadukan dengan metode
yang baru saja disosialisasikan yaitu metode Tilawati. Dimana masing-masing
metode tersebut terdiri dari beberapa jilid yang ditambah dengan buku panduan
ghorib dan musykilat (bacaan-bacaan yang dianggap sulit). Maka dengan perpaduan
dua metode tersebut diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran Al
Qur’an, atau bahkan dapat menemukan inovasi (pembaharuan) dengan cara
membandingkan kedua metode tersebut.
Dengan demikian apabila
pembelajaran Al Qur’an dengan menggunakan metode yang sesuai dapat diterapkan
secara konsekuen, diharapkan target dalam memberantas buta huruf Al Qur’an dan
serta menciptakan generasi Qur’ani dapat terwujud. Maka dari pokok permasalahan
yang telah dipaparkan di atas, penulis terdorong untuk mengadakan penelitian
mengenai ”Implementasi Metode Kontemporer Dalam Pembelajaran Al Qur’an” (Studi
Komparatif Metode Iqra’ dengan Metode Tilawati).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas,
serta agar penelitian dapat mencapai hasil yang diharapkan, maka dapat penulis
rumuskan permasalahan pokok sebagai berikut:
1.
Bagaimana implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati dalam pembelajaran
Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
2.
Apa persamaan serta perbedaan implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati
di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
3.
Apa faktor-faktor yang mendukung serta menghambat implementasi metode Iqra’
dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
C. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian, tentunya
memiliki tujuan yang digunakan sebagai pedoman dan tolak ukur dari suatu
penelitian. Sehingga dalam penelitian ini juga mempunyai tujuan yang
berdasarkan dari rumusan masalah yang telah diuraikan di atas. Adapun
tujuan penelitiannya adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati dalam
pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
2.
Untuk mengetahui persamaan serta perbedaan implementasi metode Iqra’ dan
metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
3.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung serta menghambat implementasi
metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
(sumbangsih) kepada masyarakat luas, khususnya bagi umat muslim yang masih
belum bisa baca tulis Al Qur’an (buta huruf Al Qur’an). Dan adapun manfaat dari
penelitian ini antara lain yaitu:
1. Bagi Lembaga (Madrasah)
Memberikan kontribusi dalam rangka
meningkatkan kualitas pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna
Lawang
2. Bagi Guru (ustadz/ustadzah)
Dapat menambah wawasan para
ustadz/ustadzah dalam menggunakan berbagai metode pembelajaran Al Qur’an,
meningkatkan profesionalisme dalam pembelajaran Al Qur’an serta kreatifitas dan
inovatif dalam memilih metode pembelajaran Al Qur’an
3. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan ilmu
pengetahuan dalam pengembangan metode pembelajaran Al Qur’an yang variatif dan
merupakan wujud aktualisasi dari peneliti sebagai mahasiswa sebagai bentuk
pengabdiannya terhadap lembaga pendidikan
4. Bagi Khalayak Umum
Sebagai sarana da’wah/syi’ar kepada
masyarakat dalam rangka memberantas buta huruf Al Qur’an, serta sebagai bahan
informasi yang bermanfaat guna menuju jalan yang diridhoi Allah s.w.t.
5. Bagi Wali Santri (Orang Tua)
Sebagai media untuk mempererat
jalinan tali kasih sayang berupa dukungan, semangat dan perhatian orang tua
kepada putra-putrinya guna mencetak generasi yang shalih dan shalihah.
E. Batasan Penelitian
Dalam hal ini penulis membatasi obyek
penelitiannya yang telah disesuaikan dengan tujuan penelitian, sehingga
penyajian analisa dapat ditulis dengan tepat. Maka
penulis membatasi obyek penelitian ini yang berkisar pada:
1.
Memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran Al Qur’an dengan
menggunakan metode Iqra’ dan metode Tilawati
2.
Pencarian informasi tentang persamaan dan perbedaan antara metode Iqra’ dan
metode Tilawati
3.
Pencarian informasi terhadap faktor-faktor yang dapat mendukung serta
menghambat pada implementasi pembelajaran Al Qur’an dengan menggunakan metode
Iqra’ dan metode Tilawati
F. Sistematika
Pembahasan
Di dalam setiap penulisan skripsi tentunya
disajikan sistematika pembahasannya guna memberikan gambaran yang jelas
mengenai isi penelitian, demikian halnya dengan skripsi yang berjudul ”Implementasi Metode Kontemporer Dalam
Pembelajaran Al Qur’an” (Studi Komparatif Metode Iqra’ dengan Metode Tilawati).
Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang
berfungsi sebagai pengantar informasi penelitian. Dalam pendahuluan ini penulis
menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, batasan penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab Kedua, berisi tentang kajian teoritis yang membahas tentang
pengertian metode kontemporer dalam pembelajaran Al Qur’an, tinjauan tentang
metode Iqra’ serta tinjauan tentang metode Tilawati, dan perbandingan antara
metode Iqra’ dan Tilawati.
Bab Ketiga, berisi tentang metode penelitian yang
terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi
penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan
keabsahan data, serta tahap-tahap penelitian.
Bab
Keempat, berisi tentang hasil
penelitian yang berisi tentang kajian empiris yang menyajikan hasil penelitian
lapangan; antara lain berisi tentang latar belakang obyek yang meliputi letak
geografis, sejarah berdirinya, struktur organisasi, keadaan ustadz/ ustadzah,
keadaan santri, sarana prasarana, dan kurikulum, serta penyajian dan analisis
data.
Bab Kelima, berisi tentang temuan dan pembahasan yang menyajikan hasil penelitian lapangan yang nantinya
akan dipadukan dengan teori yang ada
Bab Keenam, adalah bab penutup yang mengemukakan kesimpulan hasil
penelitian dan saran yang berkaitan dengan realitas hasil penelitian, demi
pencapaian keberhasilan tujuan yang diharapkan
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Tinjauan Tentang Metode Kontemporer dalam Pembelajaran Al Qur'an
1.
Pengertian Metode Kontemporer dalam Pembelajaran Al Qur'an
Tidak diragukan lagi bahwa Al Qur’an mempunyai peranan penting bagi
pendidikan seorang muslim agar menjadi generasi yang Qur’ani. Melalui Al Qur’an
pula, mata manusia dapat terbuka lebar agar mereka meyakini jati diri dan
hakekat keberadaan mereka di muka bumi ini. Dan seiring dengan urgensi
(pentingnya) peran Al Qur’an tersebut para tokoh pendidikan Islam
berlomba-lomba dalam menciptakan metode-metode baru yang mudah, cepat, efektif
dan efisien dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an.
Sebelum membahas tentang metode kontemporer dalam pembelajaran Al Qur’an,
terlebih dahulu diuraikan tentang pengertian dari istilah tersebut.
Pertama-tama akan diuraikan tentang pengertian metode kontemporer, yang terdiri
dari dua suku kata yaitu ”metode” dan ”kontemporer”. Menurut Nur Uhbiyati,
Kata metode berasal dari bahasa latin ’meta’ yang berarti melalui, dan ’hodos’ yang
berarti jalan atau ke atau cara ke. Dalam bahasa Arab metode disebut ’tariqah’ artinya jalan, cara,
sistem, atau ketertiban dalam
mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau cara
yang mengatur suatu cita-cita[7]
Selaras dengan pengertian metode tersebut, M.
Sastrapradja dalam Kamus Istilah Pendidikan dan Umum menyebutkan bahwa metode
adalah ”cara yang telah diatur dan dipikirkan baik-baik untuk menyampaikan
suatu maksud atau tujuan”.[8] Sama
halnya dengan pengertian metode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang
menyatakan bahwa metode adalah ”cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai maksud”.[9]
Selain itu ada beberapa definisi lagi yang dikemukakan oleh para ahli,
sebagai berikut:
1.
Mohammad Athiyah al-Abrasy
mendefinisikan metode sebagai jalan yang kita ikuti untuk memberi paham kepada
murid-murid dalam segala macam pelajaran, jadi metode adalah rencana yang kita
buat untuk diri kita sebelum kita memasuki kelas.
2.
Prof. Abd. Al-Rahim Ghunaimah
menyebut metode sebagai cara-cara yang diikuti oleh guru untuk menyampaikan
sesuatu kepada anak didik.
3.
Edgar Bruce Wesley mendefinisikan
metode sebagai kegiatan terarah bagi guru yang menyebabkan terjadi proses
belajar-mengajar, hingga pengajaran menjadi berkesan.[10]
Sedangkan Kontemporer, menurut W.J.S. Poerwadarminta
berarti ”sewaktu; semasa; pada waktu/masa yang sama; pada masa kini; dewasa
ini”.[11] Senada
dengan pengertian kontemporer menurut Drs. Saliman dan Drs. Sudarsono yang
berarti ”masa kini”.[12]
Dari uraian tersebut, yang dimaksud dengan metode kontemporer yaitu suatu
cara yang ditempuh pada masa kini (modern) untuk mencapai suatu tujuan atau
cita-cita yang diharapkan.
Selanjutnya tentang pengertian pembelajaran Al Qur’an, juga terdiri dari
dua suku kata, yaitu ”pembelajaran” dan ”Al Qur’an”. Pembelajaran berasal dari
kata ”belajar” yang mendapat awalan pem- dan akhiran –an. Dimana menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia ”keduanya (pem-.....-an) merupakan konfiks nominal yang
bertalian dengan prefiks verbal meng-, yang mempunyai arti proses”.[13] Maka
sesuai dengan pernyataan tersebut jika kata belajar mendapat imbuhan serta
akhiran (pem-.....-an) maka dapat diartikan sebagai proses belajar.
Kemudian ada beberapa batasan mengenai pengertian belajar, antara lain:
a.
Dalam belajar ada tingkah laku
yang timbul atau berubah, baik tingkah laku jasmaniah maupun rohaniah
b.
Perubahan itu terjadi karena
pengalaman (menghadapi situasi baru) dan latihan
c.
Perubahan tingkah laku yang bukan
karena latihan (pendidikan) tidak digolongkan belajar
d.
Belajar menyangkut perubahan
dalam suatu organisme sebagai hasil pengalaman, hal ini berarti bahwa belajar
membutuhkan waktu.[14]
Sedangkan definisi Al Qur’an menurut pendapat yang
paling kuat seperti yang dikemukakan oleh Dr. Subhi Al Shalih ”yang berasal
dari kata qara’a dan berarti bacaan”.[15] Al
Qur’an juga dapat didefinisikan sebagai ”kalam Allah s.w.t. yang ditrunkan
(diwahyukan) secara mutawatir, yang ditulis di mushaf dan membacanya adalah
ibadah”.[16]
Dari beberapa definisi tentang metode, kontemporer, pembelajaran serta Al
Qur’an yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai
definisi dari metode kontemporer dalam pembelajaran Al Qur’an. Yaitu suatu cara
masa kini (modern) yang digunakan/ditempuh dalam rangka perubahan tingkah laku
peserta didik dengan melalui suatu proses guna mengetahui, mengerti, serta
memahami isi kandungan kalam Ilahi (Al Qur’an). Atau bisa juga didefinisikan
sebagai suatu cara modern yang digunakan dalam rangka mengetahui, mengerti,
serta memahami mu’jizat Allah s.w.t. yang paling besar yaitu Al Qur’an.
2.
Urgensi Pembelajaran Al Qur'an
Setiap insan di dunia membutuhkan pedoman (pegangan) dalam hidupnya guna
mencapai tujuan akhir yang bahagia baik di dunia maupun setelah ia meninggalkan
dunia. Dan Allah menurunkan mu’jizatNya kepada Nabi Muhammad s.a.w. berupa
wahyu yang telah dibukukan yaitu Al Qur’an, yang berisi tentang petunjuk jalan
yang lurus dan benar serta yang diridhoi oleh Allah s.w.t.. Oleh karena itu
agama Islam memerintahkan kepada semua umatnya untuk mengajarkan dan
mempelajari kitab suci Al Qur’an, karena Al Qur’an adalah sumber dari segala
ajaran Islam yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, juga memberikan rahmat
serta hidayah bagi umat manusia.
Dan bukti bahwa Al Qur’an mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, maka
H. Oemar Bakry mengklasifikasikan kandungan pokok Al Qur’an menjadi 10 aspek,
antara lain:
1.
Al Qur’an
2.
Keimanan
3.
Ibadah
4.
Perkawinan
5.
Sains dan Teknologi
6.
Kesehatan
7.
Ekonomi
8.
Kemasyrakatan / Kenegaraan
9.
Budi Pekerti Luhur
Melihat betapa banyaknya kandungan serta pentingnya Al Qur’an bagi
kehidupan manusia, maka hendaknya pendidikan dan pembelajaran Al Qur’an lebih
diutamakan. Bahkan menurut pengungkapan Ibnu Khaldun, ”di daerah Andalusia
kurikulum pendidikan anak ditekankan pada aspek Al Qur’an, karena Al Qur’an
merupakan sumber ilmu, bahkan di negara-negara Afrika pun lebih mementingkan
pendidikan Al Qur’an dan menghafalnya daripada pelajaran yang lain”.[18]
Dari paparan tersebut maka hendaknya pembelajaran Al Qur’an dilaksanakan
sejak usia dini. Pendidikan Agama Islam dalam hal ini pembelajaran Al Qur’an
bagi anak sangatlah penting dan menjadi tuntunan dan kebutuhan mutlak yang
harus dipenuhi untuk menyelamatkan mereka dari ancaman modernisasi dan
westernisasi yang penuh dengan kedholiman dan kemudhorotan. Oleh karena itu,
diperlukan bimbingan yang bijaksana dan baik dari orang tua maupun dari para
pendidik, agar ketika dewasa nanti anak tidak merasa canggung dan ketakutan
dalam mengarungi serta mengahadapi pengalaman-pengalaman baru. Pentingnya
pembinaan keagamaan tersebut adalah sebagai usaha yang bersifat preventif
(pencegahan), misalnya dengan upaya pemecahan masalah (problem solving)
terhadap kenakalan anak atau remaja salah satunya dengan cara mengadakan
pembinaan mental keagamaan. Selain itu juga sebagai suatau usaha kuratif
(perbaikan) terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada.
Akan tetapi, bukan berarti selain anak-anak (remaja dan orang dewasa) tidak
membutuhkan pembelajaran Al Qur’an, karena Al Qur’an diwahyukan dan diturunkan
untuk semua golongan tanpa mengenal usia, status, dan jenis kelamin.
Melihat demikian pentingnya atau urgensi dari pembelajaran Al Qur’an
tersebut bagi kehidupan manusia, Rasulullah s.a.w. sampai mengumpakan antara Al
Qur’an dengan manusia adalah ”seperti perumpamaan bumi dengan hujan, pada saat
bumi mati Allah mengirimkan hujan yang lebat sehingga bumi menjadi tumbuh dan
subur serta Allah mengeluarkan apa-apa yang ada di perut bumi berupa kebutuhan
manusia maupun binatang-binatang ternak, demikian juga yang dilakukan Al Qur’an
kepada manusia”.[19]
Selain itu dengan membaca Al Qur’an ”yang disertai perenungan, pendalaman,
dan tadabbur merupakan satu dari sekian banyak sebab kebahagiaan dan kelapangan
hati, sehingga Allah s.w.t. menyifati Kitab-Nya sebagai petunjuk, cahaya, dan
penawar atas semua yang ada di dalam dada serta sebagai rahmat”.[20]
Sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah s.w.t. Q.S. Yunus ayat 57, yang
berbunyi:
ياايهَا
النا سُ قدْ جاءَ تكمْ مَوْعِظَة مّنْ ر بكمْ وشفا ءٌ لماَ فِىالصّدُوروهُدًى وَّرَحْمَة
للمُؤمنيْنَ (يونس : )
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam
dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Q.S Yunus: 57) [21]
Mengingat
urgensi (pentingnya) pembelajaran Al Qur’an bagi umat manusia khususnya umat
Islam, dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Agama RI Nomor 128 Tahun 1982/44A secara eksplisit ditegaskan “bahwa umat Islam
agar selalu berupaya meningkatkan kemampuan baca tulis Al Qur’an dalam rangka
peningkatan penghayatan dan pengamalan Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari”.[22] Juga karena dari
pembelajaran Al Qur’an tersebut dapat diambil kandungan, hikmah serta ilmu yang
tiada bandingannya. Karena pembelajaran Al Qur’an memiliki keterkaitan erat
dengan ibadah-ibadah ritual kaum muslim, seperti; sholat, haji, dan kegiatan
berdo’a lainnya. Merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang mampu dan juga
tugas bagi seorang hamba yang mengaku beriman kepada Kitab Allah untuk belajar,
dan bila ia mampu mengajarkan kepada saudara-saudaranya yang belum bisa
membaca, menulis, serta mempelajari Al Qur’an. Maka dengan adanya tanggung
jawab yang dibebankan kepada umat Islam yakni belajar serta mengajar Al Qur’an
tersebut, diharapkan kepada seluruh kaum muslimin yang merasa bahwa Al Qur’an
merupakan Kitab Suci yang harus menjadi pedoman dalam hidupnya, minimal dapat
membaca Al Qur’an dengan baik dan benar serta maksimal dapat mencetak generasi
yang Qur’ani.
3.
Macam-macam Metode Kontemporer dalam Pembelajaran Al Qur'an
Dalam rangka mentransfer sebuah ilmu yang dicita-citakan sangat dibutuhkan
suatu metode (cara) yang tepat agar peserta didik mengerti dan memahami ilmu
yang disampaikan tersebut. Demikian halnya dengan pembelajaran Al Qur’an, juga
memerlukan suatu metode yang dirancang khusus agar memudahkan peserta didik
dalam proses belajar, baik menulis, membaca, serta memahami kalam Ilahi. Oleh
karena itu kaum muslim (pakar Pendidikan Islam) berlomba-lomba untuk
menciptakan metode baru yang efektif dan efisien serta mudah dipahami dalam
hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an.
Metode kontemporer (masa kini/modern) dalam pembelajaran Al Qur’an secara
umum yang berkembang di masyarakat adalah sebagai berikut:
a.
Metode
Tradisional (Qa’idah Baghdadiyah)
Metode ini paling lama digunakan di kalangan umat
Islam (khususnya di Indonesia), dan metode pembelajaran yang diterapkan dalam
metode ini adalah:
·
Hafalan
Sebelum santri diberi materi, terlebih dahulu harus menghafal huruf-huruf
hijaiyah yang berjumlah 28 huruf dari alif (ا
) sampai ya’ ( ي) ditambah dengan
huruf hamzah ( ء ) dan lam alif ( لا)
·
Eja
Maksud dari eja yaitu, sebelum santri membaca per kalimat terlebih dahulu
membaca huruf secara eja, misalnya: alif fathah a ( ا
), ba’ fathah ba ( بَ
) dan seterusnya
·
Modul
Siswa yang lebih dahulu menguasai materi, dapat melanjutkan kepada
materi/halaman berikutnya tanpa harus menunggu santri atau temannya yang lain
·
Tidak Variatif
Pada metode ini tidak disusun menjadi beberapa jilid buku, melainkan hanya
1 jilid buku saja
·
Pemberian contoh
yang Absolut
Seorang ustadz/ustadzah dalam memberikan bimbingan, terlebih dahulu
memberikan contoh kemudian santri mengikutinya, sehingga santri tidak
diperlukan untuk bersikap aktif[23]
Metode
ini meskipun kini sudah sangat jarang ditemui akan tetapi metode ini merupakan
salah satu pencetus lahirnya metode-metode yang lain dalam hubungannya dengan
pembelajaran Al Qur’an. Dan karena lamanya metode ini sampai saat inipun masih
belum diketahui secara jelas siapa penemu/pencetus dari metode Qa’idah
Baghdadiyah tersebut. Dilihat dari sistem pembelajaran yang telah dikemukakan
di atas metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama, karena harus menunggu
santri mengenal dan menghafal huruf-huruf hijaiyah. terlebih dahulu.
b.
Metode
Al Barqy
Metode ini ditemukan/dicetuskan oleh Drs. Muhadjir
Sulthon, dan disosialisasikan pertama kali sebelum tahun 1991, yang sebenarnya
sudah dipraktekkan pada tahun 1983. Pada metode ini juga tidak disusun atau
dicetak menjadi beberapa jilid melainkan sudah berbentuk buku. Dalam
pembelajaran Al Qur’an, metode ini lebih menekankan kepada pendekatan global
atau gestald psycology yang bersifat Struktural Analitik Sintetik (SAS). Yang
dimaksud dengan SAS ini adalah penggunaan struktur kata/kalimat yang tidak
mengikuti bunyi mati (sukun), seperti kata Jalasa dan Kataba.
Metode ini sifatnya bukan mengajar, namun mendorong
hingga guru hanya: tut wuri handayani dan murid (santri) dianggap telah memilki
persiapan dengan pengetahuan tersedia. Dalam perkembangannya Al Barqy ini
menggunakan metode yang diberi nama metode lembaga (kata kunci yang harus
dihafal) dengan pendekatan global dan bersifat Analitik Sintetik. Dan kata
lembaga tersebut adalah:
§
A-DA-RA-JA
§
MA-HA-KA-YA
§
KA-TA-WA-NA
§
SA-MA-LA-BA
Secara teoritis, metode ini apabila diterapkan pada
anak kelas IV SD keatas hanya memerlukan waktu (memenuhi sistem) 8 jam, bahkan
bagi anak SLTA keatas cukup 6 jam, sedangkan jika buku Al Barqy diterapkan pada
anak TK dengan cara bermain, maka dapat memicu kecerdasan.Adapun fase yang
harus dilalui dalam metode Al Barqy, antara lain:
1.
Fase analitik,
yaitu guru memberikan contoh bacaan yang berupa kata-kata lembaga dan santri
mengikutinya sampai hafal, dilanjutkan dengan pemenggalan kata lembaga dan
terakhir evaluasi yaitu dengan cara guru menunjuk huruf secara acak dan santri
membacanya
2.
Fase sintetik,
yaitu satu huruf (suku) digabung dengan yang lain, hingga berupa suatu bacaan,
misal : ا دَ رَ جَ
menjadi : أَ
رَ جا
3.
Fase penulisan,
yaitu santri menebali tulisan yang berupa titik-titik
4.
Fase pengenalan
bunyi a-i-u, yaitu pengenalan terhadap tanda baca fathah, kashroh, dan dhommah (ا ا ا)
5.
Fase pemindahan,
yaitu pengenalan terhadap bacaan atau bunyi Arab yang sulit, maka didekatkan
pada bunyi-bunyi Indonesia yang berdekatan, misal: ذ
dengan pendekatan دَ
شَdengan
pendekatan سَ
6.
Fase pengenalan
mad, yaitu mengenalkan santri pada bacan-bacaan panjang
7.
Fase pengenalan
tanda sukun, yaitu mengenalkan santri pada bacaan-bacaan yang bersukun
8.
Fase pengenalan
tanda syaddah, yaitu mengenalkan santri pada bacaan-bacaan yang bersyaddah
(berbunyi dobel)
9.
Fase pengenalan
huruf asli, yaitu mengenalkan santri pada huruf asli (tanpa harokat), seperti;
Alif ا
Ba’ ب
Ta’ ت
10. Fase pengenalan huruf yang tidak dibaca, yaitu
mengenalkan santri pada huruf yang tidak mendapat tanda saksi (harokat) atau
tidak dibaca, misal: والضحى
11. Fase pengenalan bacaan yang masykil, yaitu mengenalkan
santri pada huruf yang biasa dijumpai di Al Qur’an, misal: انانذيرمبين
dibaca pendek
12. Fase pengenalan menyambung, yaitu mengenalkan santri pada
huruf-huruf yang disambung di awal, di tengah, dan di akhir
13. Fase pengenalan tanda waqof, yaitu mengenalkan santri
pada tanda-tanda baca seperti yang sering ditemui di Al Qur’an[24]
c.
Metode
Iqra’
Metode pembelajaran ini pertama kali disusun oleh H.
As’ad Humam, di Yogyakarta. Buku metode Iqra’ ini disusun/tercetak dalam enam
jilid sekaligus dan ada pula yang tercetak atau disusun menjadi beberapa jilid
(jilid 1-6). Di mana dalam setiap jilidnya terdapat petunjuk mengajar dengan
tujuan untuk memudahkan setiap peserta didik (santri) yang akan menggunakannya,
maupun ustadz/ustadzah yang akan menerapkan metode tersebut kepada santrinya.
Metode Iqra’ ini termasuk salah satu metode yang
cukup dikenal di kalangan masyarakat, karena metode ini sudah umum
penggunaannya. Adapun metode ini dalam implementasinya tidak membutuhkan alat
yang bermacam-macam karena hanya ditekankan pada bacannya (membaca huruf Al
Qur’an dengan fasih), serta menggunakan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif).
Adapun proses pembelajaran metode Iqra’ berlangsung melalui tahap-tahap sebagai
berikut:
§
Ath Thoriqoh Bil
Muhaakah, yaitu ustadz/ustadzah memberikan contoh bacaan yang benar dan santri
menirukannya
§
Ath Thoriqoh Bil
Musyaafahah, yaitu santri melihat gerak-gerik bibir ustadz/ustadzah dan
demikian pula sebaliknya ustadz/ustadzah melihat gerak-gerik santri untuk
mengajarkan makhrojul huruf serta menghindari kesalahan dalam pelafalan huruf
§
Ath Thoriqoh Bil
Kalaamish Shoriih, yaitu ustadz/ustadzah harus menggunakan ucapan yang jelas
dan komunikatif
§
Ath Thoriqoh Bis
Sual Limaqoo Shidit Ta’liimi, yaitu ustadz/ustadzah mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan santri menjawab atau ustadz/ustadzah menunjuk
bagian-bagian huruf tertentu dan santri membacanya.[25]
d.
Metode
Qiro’ati
Metode Qiro’ati adalah metode yang telah baku yang
tidak dapat diubah lagi. Dan metode ini disususun oleh H. Dachlan Salim
Zarkasyi, di Semarang pada tanggal 1 Juli 1989 sebanyak 10 jilid yang kemudian
menjadi 6 jilid setelah dilakukan revisi dan ditambahkan materi yang cocok.
Dalam prakteknya metode Qiro’ati ini dibeda-bedakan, khusus untuk anak pra
sekolah TK (usia 4-6 tahun) dan untuk remaja serta orang dewasa. Adapun sistem
pembelajaran Qiro’ati ini adalah :
·
Eja langsung,
yaitu bacaan langsung dibaca tanpa harus mengejanya terlebih dahulu
·
Hafalan, santri
sebelumnya diharuskan menghafalkan huruf hijaiyah sebelum menginjak pada materi
atau bahasan yang lebih tinggi
·
Asistensi,
santri yang sudah mampu pada jilid tertentu dapat menyimak santri yang masih belajar
pada jilid yang lebih rendah
·
Variatif,
artinya buku Qiro’ati ini terdiri dari beberapa jilid (6 jilid), hal ini
dimaksudkan untuk merangsang santri agar tidak mengalami kejenuhan, dan
mempunyai rasa bangga karena telah menamatkan jilid tertentu
·
Modul, maksudnya
yaitu santri yang sudah menyelesaikan jilid tertentu dapat melanjutkan pada
materi atau jilid yang lebih tinggi
Sedangkan prinsip-prinsip dasar metode Qiro’ati antara lain:
A.
Prinsip dasar
bagi guru (ustadz/ustadzah)
1.
Dak-Tun (Tidak
boleh Menuntun)
Dalam mengajarkan Qiro’ati ustadz/ustadzah tidak diperbolehkan menuntun,
akan tetapi membimbing (memberi contoh bacaan yang benar,
mengingatkan/membenarkan bacaan yang salah)
2.
Ti-Wa-Gas
(Teliti Waspada Tegas)
Dalam mengajarkan ilmu baca Al Qur’an sangatlah dibutuhkan ketelitian,
kewaspadaan, dan ketegasan dari ustadz/ustadzah karena akan sangat berpengaruh
atas kefasihan dan kebenaran murid dalam membaca ayat-ayat Al Qur’an
3.
Teliti
Maksudnya, bahwa seorang ustadz/ustadzah harus meneliti bacaannya apakah
sudah benar atau belum dan harus memnberikan contoh secara benar kepada
santrinya
4.
Waspada
Dalam menyimak Al Qur’an, ustadz/ustadzah harus teliti dan waspada serta
tidak boleh lengah
5.
Tegas
Ustadz/ustadzah harus tegas dalam menentukan penilaian (evaluasi
kelancaran) bacaan murid jangan segan dan ragu-ragu
B.
Prinsip dasar
bagi murid (santri)
1.
CBSA + M (Cara
Belajar Santri Aktif dan Mandiri)
Santri dituntut untuk selalu aktif dan mandiri serta tidak tergantung pada
orang lain (ustadz/ustadzah)
2.
LCTB (Lancar
Cepat Tepat dan Benar)
Dalam hal ini santri diharapkan mampu cepat dalam membaca, tepat dalam
membaca, dan tidak keliru dalam membaca huruf, serta benar ketika membaca
hukum-hukum bacaan.[26]
e.
Metode
Tilawati
Metode Tilawati ini timbul karena keprihatinan para
aktifis yang sudah lama berkecimpung di TPA/TPQ karena masih banyak kalangan
umat muslim yang belum bisa membaca dan menulis Al Qur’an (buta huruf Al
Qur’an). Oleh karena itu Drs. H. Hasan Sadzili, Drs. H.M. Thohir Al Aly, M.Ag.,
KH. Masrur Masyhud serta Drs. H. Ali Muaffa bertekad untuk membuat suatu metode
yang praktis, cepat, dan lancar.
Dalam metode Tilawati ini terdapat/tersusun menjadi
beberapa jilid, yaitu mulai jilid 1 sampai dengan jilid 5, ditambah jilid 6
yang berisi tentang bacaan ghorib dan musykilat (bacaan-bacaan yang sulit dalam
Al Qur’an). Dan pada setiap jilidnya terdiri dari 44 halaman dengan desain
cover yang lux. Selain itu, pada setiap jilidnya juga dicantumkan syarat umum
menjadi guru pembelajaran Al Qur’an dengan menggunakan metode Tilawati, serta
pokok bahasan atau materi yang akan diajarkan pada setiap jilidnya. Adapun
sistem pembelajaran metode Tilawati ini adalah sebagai berikut:
§
Eja Langsung,
huruf-huruf yang ada langsung dibaca atau eja langsung tanpa harus mengejanya
satu persatu, misal; a, ba, ta, dan seterusnya
§
Klasikal atau
baca simak, setelah ustadz/ustadzah memberikan contoh bacaan maka santri
kemudian mengikuti atau membacanya secara bersama-sama dengan melihat alat
peraga yang tersedia
§
Variatif,
disusun menjadi beberapa jilid buku yaitu jilid 1 sampai jilid 6 dengan desain
cover yang lux, serta pada setiap bahasan atau bacaan huruf yang disampaikan
selalu ditandai atau dibedakan dengan menggunakan tinta merah
B.
Tinjauan Tentang Metode Iqra'
1.
Sejarah
Metode Iqra'
Iqra’
sebenarnya adalah judul sebuah buku yang berisi tuntunan belajar membaca Al
Qur’an dengan cara-cara baru yang berbeda dengan cara-cara lama, sebagaimana
yang dituntunkan oleh metode Qa’idah Baghdadiyah. Dengan ditemukannya metode
Iqra’ ini yang kemudian dibarengi dengan gerakan TK Al Qur’an dan Taman
Pendidikan Al Qur’an (TKA-TPA) yang merupakan suatu bentuk lembaga baru dari
pengajian anak-anak akhir-akhir ini, diseuruh tanah air telah terjadi suasana
dan gairah baru dalam mempelajari baca tulis Al Qur’an.
Metode Iqra’ ini pertama kali disusun oleh Ustadz As’ad Humam sekitar tahun
1983-1988. Pada usia belia Ustadz As’ad Humam sudah aktif mengajar membaca Al
Qur’an untuk anak-anak di lingkungan sekitarnya. Dan pada waktu itu beliau
masih menggunakan metode Qa’idah Baghdadiyah atau dikenal dengan istilah
Turutan. Cara atau metode ini ternyata tidak memuaskan hati beliau, karena
dinilainya terlalu lambat dalam mengantarkan anak bisa membaca Al Qur’an, yaitu
setelah belajar selama 2-3 tahun. Ketidakpuasan hatinya itulah yang kemudian
mendorong beliau mencari dan terus mencoba berbagai sistem dan metode yang ada.
Barulah sekitar tahun 1970-an, beliau mendapatkan buku Qiro’ati yang
disusun oleh ustadz Dachlan Salim dari Semarang, yang prinsip-prinsip
pengajarannya hampir sama dengan tulisan Prof. Mahmud Yunus dan telah tersusun
dalam tuntunan-tuntunan pengajaran yang lebih sistematis dan lengkap. Bersamaan
dengan itu, beliau bertemu dengan sejumlah anak-anak muda yang mempunyai
kekhawatiran yang sama dalam memikirkan problema pengajaran membaca Al Qur’an
ini. Anak-anak muda tersebut dihimpun dalam suatu wadah yang diberi nama “Team
Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Musholla Yogyakarta” atau biasa disingkat
dengan “Team Tadarus AMM”, dengan pusat kesekretariatannya di Musholla
Baiturrahman Selokraman Kotagede Yogyakarta.
Demikianlah bersama Team Tadarus “AMM” ini beliau untuk beberapa tahun
menggerakkan pengajian anak-anak dengan menggunakan metode Qiro’ati tersebut.
Namun dari pengalaman memakai buku Qiro’ati ini, ternyata masih banyak ditemui
beberapa kelemahan mendasar yang perlu disempurnakan. Untuk itu dengan didukung
oleh masukan-masukan dari Team Tadarus”AMM” yang beliau asuh serta dikuatkan
oleh hasil studi banding ke berbagai lembaga pengajaran/pesantren Al Qur’an
yang ada, maka disusunlah buku Iqra’ ini.[28]
2.
Struktur
Metode Iqra'
Dalam metode
Iqra’ ini agar materi mudah dipahami oleh peserta didik (santri) maka
disusun/dicetak menjadi beberapa jilid yaitu mulai jilid 1 sampai dengan jilid
6, dengan bentuk buku-buku kecil ukuran ¼ folio. Masing-masing
buku/jilidnya rata-rata terdiri dari 32 halaman, dan dikemas dengan warna
sampul yang berbeda-beda agar menarik perhatian peserta didik (santri)
Menurut M. Sastrapradja yang dimaksud dengan struktur adalah bentuk atau
susunan.[29] Maka
sesuai dengan maksud tersebut struktur atau susunan dari metode Iqra’ adalah
sebagai berikut:
Iqra’ Jilid 1
-
Pada jilid ini
seluruhnya berisi tentang pengenalan huruf-huruf tunggal berharokat fathah yang
diawali dengan huruf a, ba, ta, tsa, sampai dengan ya
-
Pembedaan
terhadap bunyi huruf-huruf yang memiliki makhroj berdekatan, seperti: ص
- س ث
- س خ
- غ
-
Pengenalan
terhadap angka-angka Arab ( )
Iqra’ Jilid 2
-
Pengenalan terhadap bunyi huruf-huruf
bersambung berharokat fathah, baik huruf sambung di awal, di tengah, maupun di
akhir, seperti:
بَ تَ = بَتَ تَ ا تَ = تا ت
-
Pengenalan bacaan mad (bacaan
panjang) namun tetap berharokat fathah, seperti:
ا مَنَ ا دَ مَ
-
Pengenalan
terhadap huruf alif ( ا
)
Iqra’ Jilid 3
-
Pengenalan terhadap bacaan-bacaan
selain harokat fathah yaitu kashroh dan dhommah, seperti:
عَمِلَ فعِلَ
-
Pengenalan terhadap bacaan panjang
yang berharokat kashroh dan berharokat dhommah yang diikuti dengan ya’ bertanda
sukun dan wawu bertanda sukun serta kashroh berdiri dan dhommah terbalik,
seperti:
عَز يْزُ يكون بطئه معه
-
Pengenalan
terhadap huruf ya’ ( ي ) dan wawu ( و )
Iqra’ Jilid 4
-
Pengenalan terhadap tanda baca
fathahtain, kashrohtain, dan dhommahtain, seperti:
حسنا حَاسِدٍ رَحيْمٌ
-
Pengenalan pada
huruf ya’ sukun yang jatuh setelah tanda fathah dan huruf wawu sukun yang jatuh
setelah tanda fathah , seperti:
بَيْنَ سَوْفَ
-
Pengenalan
terhadap huruf mim sukun dan nun sukun, seperti:
اولم ان هو
-
Pengenalan
terhadap huruf Qolqolah, seperti:
اجْ ادْ اط اقْ
-
Pengenalan
huruf-huruf bersukun yang memiliki makhroj yang berdekatan, seperti:
تأ تعْ تكْ تقْ
Iqra’
Jilid 5
-
Pengenalan atau
cara baca alif lam Qomariyah, seperti:
الحمد والفجر
-
Cara baca akhir ayat atau tanda
waqof, seperti:
.............نستَعيْنُO
-
Cara baca mad
far’i, seperti:
على
-
Cara baca alif
lam Syamsiyah, seperti:
والنهار
-
Pengenalan
terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bighunnah, seperti:
مِنْ مَّاءٍ خَيْرٌالنساء
-
Cara baca lam
dalam lafadz Jalalah, seperti:
وَاللهُ للهِ
-
Pengenalan
terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bilaghunnah, seperti:
منْ ر بّهمْ فمَنْ لم
-
Pengenalan terhadap
tanda baca tasydid, seperti:
اِنَّ عَمَّا
Iqra’ JIlid 6
-
Pengenalan
terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bighunnah, seperti:
مِنْ وَّاحِدٍ انْ يوْصلَ
-
Pengenalan terhadap tajwid yaitu
bacaan Iqlab, seperti:
مِنْ بَعْدِ
-
Pengenalan terhadap tajwid yaitu
bacaan Ikhfa’, seperti:
منْ جُوْع
-
Pengenalan
tanda-tanda waqof, seperti:
Boleh waqof
boleh terus ج
Bukan tempat
waqof لا
-
Cara baca waqof
pada beberapa huruf atau kata musykilat, seperti:
مَا ءً - مَا ءَ وَالفتح – وَالفتح
-
Cara baca
huruf-huruf dalam fawatihussuwar, seperti:
يس ص طسمّ
Melalui pemaparan struktur dari metode Iqra’ tersebut di atas maka akan
memudahkan peserta didik dalam hal ini santri untuk mempelajari Al Qur’an.
Karena diperlihatkan tahapan-tahapan materi yang akan dilalui oleh peserta
didik (santri).[30]
3.
Implementasi
Metode Iqra'
Untuk mencapai
target atau tujuan pembelajaran Al Qur’an yang diharapkan, maka seorang anak
usia TK sekalipun akan bisa mempelajari buku Iqra’ ini dengan pelan-pelan,
bertahap, dan tanpa ada perasaan tertekan. Sedangkan
frekwensi pembelajaran Iqra’ sebaiknya diberikan tiga sampai enam kali dalam
seminggu. Dan pada setiap pertemuan berlangsung selama 90 menit dengan
perincian sebagai berikut:
·
05 menit :
pembukaan (persiapan, salam, do’a, dan lain-lain)
·
10 menit :
hafalan (surat-surat pendek, do’a-do’a harian, ayat-ayat pilihan, dan lain-lain)
·
45 menit : pengajaran Iqra’ secara klasikal (dengan alat peraga)
·
15 menit : pendalaman Iqra’ secara individual bersama tutor teman sebaya (dengan buku Iqra’)
·
10 menit : materi-materi bersifat rekreasi (Bermain Cerita dan Menyanyi/BCM)
Jadi dalam metode Iqra’ penyampaian materi dilakukan
secara klasikal dan individual. Klasikal yaitu dengan cara ustadz/ustadzah
memberikan contoh terlabih dahulu kemudian santri mengikutinya secara
bersama-sama. Sedangkan Individual adalah dengan cara ustadz/ustadzah menyimak
bacaan santri satu persatu yang kemudian hasil dari bacaan tersebut ditulis ke
dalam buku drill atau buku prestasi bacaan. Selain ustadz/ustadzah teman sebaya
yang sudah mencapai jilid tertentu (lebih tinggi) dapat juga bertindak sebagai
tutor., sistem ini dapat disebut sebagai sistem baca simak.
Dalam implementasi (penyampaiannya) metode Iqra’ ini memiliki perbedaan
serta persamaan pada setiap jilid bukunya. Adapun implementasinya adalah sebagai
berikut:
Iqra’ Jilid 1
1.
CBSA (Cara Belajar Santri Aktif),
dalam hal ini guru (ustadz/ustadzah) bertindak sebagai penyimak saja jangan
sampai menuntun kecuali hanya memberikan contoh pokok pelajaran
2.
Mengenai judul-judul ustadz/ustadzah
langsung memberi contoh bacaannya, jadi tidak perlu banyak komentar
3.
Ustadz/ustadzah cukup membetulkan
bacaan-bacaan santri yang keliru saja, dengan cara: eee…, awas, stop, dan
sebagainya atau bisa juga memberi titian ingatan seperti: bila ada titiknya
dibaca Ro, bila tidak ada maka bacanya……
4.
Bagi santri yang betul-betul
menguasai pelajaran sekiranya mampu berpacu dalam menyelesaikan belajarnya maka
membacanya boleh diloncat-loncatkan, tidak harus utuh 1 halaman
5.
Untuk EBTA
sebaiknya ditentukan ustadz/ustadzahnya
6.
Sebelum
menguasai atau mengenal serta hafal terhadap huruf-huruf berfathah, santri
tidak boleh naik ke jilid selanjutnya, terutama pada huruf-hurf yang susah
pengucapan/pelafalannya, seperti:
شَ Lebih diarahkan ke
bunyi sia daripada keliru سَ
قَ Lebih diarahkan ke
bunyi ko daripada keliru خَ
Jadi, bisa naik ke pelajaran atau jilid 2 dengan “her” pada huruf-huruf
tertentu
Iqra’ Jilid 2
1.
Implementasi no.
1-5 pada Iqra’ Jilid 1 masih diterapkan pada Iqra’ Jilid 2
2.
Mulai halaman 16
materi menginjak pada bab mad (bacaan panjang), dan untuk sementara
diperbolehkan santri yang belum bisa membaca lebih dari 2 harokat, yang penting
harus tahu mana bacaan yang dibaca panjang dan mana bacaan yang harus dibaca
pendek
3.
Ustadz/ustadzah
harus menegur santri yang memanjangkan bacaan pendek ataupun memendekkan bacaan
yang panjang,
Iqra’ Jilid 3
1.
Peraturan no.
1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 3 ini +
peraturan/implementasi no. 3 pada Iqra’ jilid 2
2.
Ustadz/ustadzah
harus menegur santri yang selalu mengulang-ulang bacaannya, misalnya bacaan
wamaa dibaca berulang-ulang guru cukup menegur “bacaan wamaa ada berapa?”
Iqra’ Jilid 4
1.
Peraturan no.
1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 4 ini
2.
Bila santri
keliru pada akhir kalimat, maka ustadz/ustadzah hanya boleh membetulkan bacaan
yang keliru saja
3.
Untuk memudahkan
ingatan santri terhadap huruf-huruf Qolqolah maka boleh dengan menyingkatnya,
seperti: BAJU DI THOQO
4.
Untuk menentukan
bacaan yang betul pada bab hamzah dan sukun santri diajak membaca dengan
harokat fathah dulu dengan berulang-ulang baru dimatikan
Iqra’ Jilid 5
1.
Peraturan no.
1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 5
2.
Pada halaman 23
terdapat potongan surat Al Mu’minun ayat 1-11, santri dianjurkan untuk menghafalnya
3.
Santri tidak
diharuskan mengenal istilah-istilah tajwid, seperti Idghom Bighunnah, Idghom Bilaghunnah,
Idzhar, Iqlab, dan lain sebagainya yang penting praktis dan betul bacaannya
4.
Agar menghayati
bacaan yang penting dan untuk membuat suasana semarak, santri bisa diajak untuk
membaca bersama-sama secara koor yaitu pada halaman 16 sampai dengan 19 (3
baris dari atas)
Iqra’ Jilid 6
1.
Peraturan no.
1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 6
2.
Materi EBTA
dalam jilid 6 ini sebaiknya dihafalkan
3.
Ustadz/ustadzah
tidak diperkenankan untuk mengajari santri membaca dengan menggunakan
lagu/irama walaupun dengan irama murottal
4.
Tanda waqof
dibuat sesederhana mungkin yang terdapat/tertulis pada Iqra’ jilid 6 ini pada
halaman 21
5.
Sebelum EBTA ada
tambahan beberapa huruf yang biasa terdapat pada bagian awal surat (bacaan
fawatihussuwar) serta bacaan-bacaan Muqhottho’ah[32]
4.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Iqra'
Setiap metode pastilah seluruhnya akan memiliki keunggulan, karena dibalik
keunggulan/kelebihan tersebut pastilah terselip beberapa kelemahannya, baik
dari segi struktur maupun implementasinya. Hal tersebut terjadi karena
keterbatasan yang dimiliki oleh setiap manusia. Dari paparan data di atas, maka
dapat diklasifikasikan antara kelebihan serta kelemahan yang dimiliki oleh
metode Iqra’ ini, antara lain yaitu:
a.
Kelebihan Metode
Iqra’
§
Menggunakan
metode CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), jadi bukan guru atau
ustadz/ustadzah-lah yang aktif disini melainkan santri yang dituntut untuk
aktif membaca
§
Eja Langsung,
dimana santri tidak perlu mengeja huruf dan tanda secara satu persatu
§
Variatif,
disusun menjadi beberapa jilid buku dengan dengan desain cover menarik dan
warna yang berbeda
§
Modul, yaitu
santri yang sudah menamatkan jilidnya dapat melanjutkan jilid selanjutnya
§
Menggunakan
teknik Klasikal, dimana ustadz memberi contoh dan santri mengikutinya
bersama-sama, ataupun menggunakan teknik Privat/Individual yaitu santri membaca
secara perorangan di depan ustadz/ustadzah dengan menggunakan kartu drill
§
Pada huruf-huruf
yang dianggap sulit pelafalannya dapat digunakan pendekatan-pendekatan bunyi
§
Pengenalan
terhadap angka Arab (1-10)
§
Bacaan mad
(panjang) dikupas/dipaparkan dalam 2 jilid (jilid 1 dan jilid 3)
§
Setelah khatam
Iqra’ (jilid 6) dapat dilanjutkan Al Qur’an juz 1 bukan bacaan juz ’Amma
b.
Kelemahan metode
Iqra’
§
Pada jilid-jilid
awal tidak ada pengenalan terhadap huruf-huruf Hijaiyah asli
§
Pengenalan
terhadap bacaan-bacaan tajwid, tetapi tanpa harus mengenalkan istilah bacaan
tajwid
§
Tidak adanya
media atau lembar kerja siswa atau panduan untuk menulis huruf-huruf Arab
§
Tidak dianjurkan
untuk mengajarkan metode ini dengan menggunakan irama murottal, kecuali santri
sudah khatam jilid akhir serta dapat membaca lancar
§
Untuk
bacaan-bacaan Muqhottho’ah hanya dipaparkan pada 1 halaman saja
Dengan melihat kelebihan-kelebihan yang dimiliki metode Iqra’ ini maka
patutlah pengarang dan pencetus metode ini berbangga hati. Akan tetapi jika
dilihat dari kekurangan serta kelemahan yang ada, hendaknya hal tersebut dapat
dijadikan sebagai cambuk atau motivasi untuk menuju pembaharuan yang lebih
sempurna dan bermanfaat bagi kalangan umat Islam.
C.
Tinjauan Tentang Metode Tilawati
1.
Sejarah
Metode Tilawati
Dengan melihat
data pada tahun 90-an dimana semakin hari jumlah umat Islam yang tidak bisa
membaca Al Qur’an semakin banyak dan belum lagi yang belum paham akan makna
serta kandungan Al Qur’an, maka para aktifis yang sudah lama berkecimpung dalam
TPA/TPQ terdorong untuk membuat/merancang suatu metode pembelajaran Al Qur’an
yang diharapkan dapat mudah dipelajari. Selain persoalan tersebut diatas,
lahirnya metode Tilawati juga antara lain karena seba-sebab dibawah ini:
- Bergesernya peran orangtua terhadap anak (yang semula sebagai pendamping efektif bagi anak)
- Terhapusnya pelajaran Pegon (arab gundul) di sekolah
- Perkembangan zaman yang kurang kondusif bagi pendidikan Al Qur’an
- Guru kehilangan cara untuk mengajar Al Qur’an sehingga mutu pendidikan kian merosot
- Metode pembelajaran Al Qur’an selama ini yang terjadi tidak dilakukan secara maksimal
- Fenomena yang terjadi TPA/TPQ tidak bisa berkembang karena tidak bisa merekrut tenaga guru ngaji karena kekurangan dana untuk membayar tenaga guru
- Fenomena yang terjadi anak biasanya khatam metode pembelajaran Al Qur’an dengan memakan waktu yang cukup lama
Oleh karena itu para aktifis yang terdiri dari 4 orang yang sehari-hari
berjibaku dengan pendidikan Al Qur’an memberikan solusi yang mudah yaitu dengan
meluncurkan metode baru yang diberi nama Tilawati, para aktifis tersebut adalah
: Drs. Hasan Sadzili, Drs. HM. Thohir Al Aly, M.Ag. , KH. Masrur Masyhud, dan
Drs. H. Ali Muaffa. Para penyusun metode Tilawati tersebut menawarkan sebuah
metode yang menurut mereka berbeda, karena melalui metode ini diharapkan anak
sudah dapat melafalkan huruf-huruf Al Qur’an dengan tartil yaitu dengan
pendekatan irama Rost.
Metode Tilawati ini dituangkan kedalam buku yang terdiri dari beberapa
jilid, yaitu jilid 1 sampai dengan jilid 5 ditambah jilid 6 yang berisi
surat-surat pendek, ayat-ayat pilihan, ghorib dan musykilat. Dengan desain
cover lux dan warna yang indah serta menarik perhatian, juga dengan tulisan
standard dan disertai alat peraga pada masing-masing jilidnya. [33]
2.
Struktur
Metode Tilawati
Struktur atau susunan pada metode Tilawati ini sebenarnya hampir sama
dengan struktur atau susunan pada metode Iqra’. Yaitu pada setiap jilidnya
membahas kurang lebih 4 pokok bahasan atau materi. Adapaun struktur Tilawati
adalah sebagai berikut:
Tilawati Jilid 1
-
Pengenalan dan pemahaman huruf hijaiyah
berharokat fathah tidak berangkai, contoh: ا بَ تَ ثَ dan seterusnya………….
-
Pengenalan dan pemahaman huruf
hijaiyah berharokat fathah berangkai, contoh: بَ
تَ ثَ = بتَثَ
-
Pengenalan dan
pemahaman huruf hijaiyah asli, contoh:
Alif =
ا Tsa' = ث
Ba' =
ب Jim = ج
Ta' = ت
-
Pengenalan
angka-angka arab, contoh: ( )
Tilawati Jilid 2
-
Kalimat
berharokat fathah, kashroh, dan dhommah contoh :
وَ لكَ وَ لكِ وَ
لكُ
-
Kalimat berharokat fathahtain,
kashrohtain, dan dhommahtain, contoh:
حَسَنًا حَاسِدٍ رَحيْمٌ
-
Bentuk-bentuk ta’, contoh: ة
= ت
-
Kalimat / bacaan
panjang satu alif, contoh:
بَ – بَا جَ - جَا
-
Fathah panjang,
kashroh panjang, dhommah panjang, contoh:
ا مَنَ بَطَئِه مَعَه
-
Dhommah diikuti wawu sukun, ada
alifnya atau tidak ada alifnya tetap dibaca sama panjangnya, contoh: قا
لوْا
Tilawati Jilid 3
-
Membunyikan huruf yang disukun,
contoh:
ا – املهم ز - زمهريرا
-
Lam sukun dan
didahului alif dan huruf yang berharokat, contoh:
ا – الْ الحسيب
-
Lam sukun berhadapan dengan hamzah
bersyakal hidup, contoh:
ولاخر ة = ول اخر ة
-
Fathah diikuti wawu sukun, contoh:
قوْمٌ كَوْكَبًا
-
Fathah diikuti ya’ sukun, contoh:
ايْنَ شَيْ ءَ
Tilawati Jilid 4
-
Huruf-huruf bertasydid, contoh:
سَ لْ لَ = سلَّ سلمَ
-
Tanda panjang
(mad wajib dan mad jaiz), contoh:
مَاءَ = مَاءَ
-
Bacaan nun dan mim tasydid, contoh:
اِنا = اِنْ نَا عَمَّا = عَمْ مَا
-
Cara mewaqofkan, contoh:
يَقيْنٌ – يَقيْنُ –
يَقيْن – يَقيْن – يَقيْنْ
-
Lafdhul Jalalah, contoh:
وَاللهُ للهِ
-
Alif lam syamsiyah, contoh:
وَالسَّارقُ =
وَسَّارقُ
-
Bacaan Ikhfa’ Hakiki, contoh:
نْ – اندَادًا – عِندَهَا ً ٍ
ٌ = نْ رَسُول
كريم
-
Wawu yang tidak
ada sukunnya, contoh:
اولئِكَ = ا لئِكَ
-
Bacaan Idghom Bighunnah, contoh:
ً ٍ
ٌ atauم مِنْ مَّاءٍ = مِمْ مَاءٍ
Tilawati Jilid 5
-
Bacaan Idghom Bighunnah, contoh:
ً
ٍ ٌ atauنْ = ي لِقوْمٍ يَّعْملوْنَ
-
Bacaan Iqlab, contoh:
ً ٍ
ٌ atauنْ
= ب مِنْ
بَعْدِ هِمْ
-
Bacaan Ikhfa’ Syafawi, contoh:
م- ب
بَيْنَهُمْ مَّوْبقا bertemu
dengan مْ
-
Bacaan Qolqolah, contoh:
قْ – ْط – بْ – جْ – دْ = يقرَءُ وْ نَ
-
Bacaan Idghom Bilaghunnah, contoh:
ً ٍ
ٌ atauنْ = ر ل اِنْ لم يكن
-
Bacaan Idzhar Halqi, contoh:
ً ٍ
ٌ atauنْ
= ا ء خ ح ع غ هـ وَمَنْ اَصدَقَ
-
Cara membunyikan
akhir kalimat ketika waqof, contoh:
كلَّ يَوْم هُوَفِيْ
شَأ ن -
كلَّ يَوْم هُوَفِيْ شَأ نْ
-
Tanda-tanda waqof, contoh:
Boleh waqof boleh terus ج
3.
Implementasi
Metode Tilawati
Dalam metode Tilawati ini menawarkan model-model pengelolaan kelas yang
bertujuan:
- efektifitas belajar, sehingga santri mudah menguasai materi
- metodologi pengajaran Al Qur’an bisa berjalan dengan baik
- efektifitas kelas, sehingga waktu yang tersedia tidak terbuang sia-sia
- santri tertib di kelas
- target kurikulum dapat tercapai tepat waktu
Selain itu
teknik dalam penyampaian materi juga menggunakan teknik klasikal, dimana guru
membaca dan santri mendengarkan, menirukan serta membaca. Namun teknik ini
dapat bersifat fleksibel karena bisa disesuaikan dengan kebutuhan kondisi
kelas. Alokasi waktu pembelajaran yang ditawarkan oleh metode Tilawati ini adalah:
Tabel 2.1
Alokasi Pembelajaran Metode
Tilawati
Waktu
|
Materi
|
Teknik
|
Keterangan
|
5 menit
|
Do’a pembuka
|
Klasikal
|
Lagu Rost
|
15 menit
|
Peraga Tilawati
|
Klasikal
|
Lagu Rost
|
30 menit
|
Buku Tilawati
|
Baca SImak
|
Lagu Rost
|
20 menit
|
Materi Penunjang
|
Klasikal
|
Lagu Rost
|
5 menit
|
Do’a penutup
|
Klasikal
|
Lagu Rost
|
Sedangkan
target belajar yang ingin dicapai oleh metode Tilawati ini, adalah sebagai
berikut:
Waktu : 75 menit/pertemuan
Jumlah
santri / kelas : 15-20 santri
Masa
belajar : 3 Bulan 4x
pertemuan/minggu
Target : 80% santri naik
jilid dengan bacaan standart[35]
Adapun implementasi metode
Tilawati pada setiap jilidnya adalah sebagai berikut:
Tilawati Jilid 1
1.
Ajarkan
huruf-huruf hijaiyah asli secara bertahap hingga santri faham dan hafal
2.
Untuk memulai
mengajarkan bunyi huruf, ustadz/ustadzah cukup memberi contoh dengan bacaan dan
hindarkan memberi keterangan
3.
Mengajak santri untuk membaca
klasikal
4.
Setiap
pergantian materi selalu ditandai dengan tulisan atau tinta merah
5.
Pada halaman
33-44 sudah diajarkan pada huruf-huruf yang bersambung
Tilawati Jilid 2
1.
Buku Tillawati 2
ini pada halaman-halaman tertentu terdapat bacaan-bacaan yang belum diberi
tanda baca, maka tugas santri untuk memberinya tanda sesuaka hatinya dan
kemudian membacanya
2.
Ustadz/ustadzah
dalam membaca huruf-huruf harus dengan fasih, agar santri terhindar dari
kesalahan pelafalan huruf
Tilawati Jilid 3
1.
Pada bahasan Lam
Sukun ustadz/ustadzah harus memberikan contoh yang benar agar santri terhindar
dari bacaan Tawallud atau mental, missal: Al dibaca Alle
2.
Seluruh potongan
ayat atau kalimat dibaca berirama
3.
Agar bacaannya
benar, ustadz/ustadzah dalam mengajarkan membaca huruf-huruf Muqhottho’ah
dengan jelas dan perlahan
Tilawati Jilid 4
1.
Ustadz/ustadzah
pada halaman 12-selesai harus tetap mengajar dengan bacaan tartil
2.
Ustadz/ustadzah
tetap harus memberikan contoh, tetapi tidak menuntun santri dalam membaca
3.
Pada jilid ini
santri mulai diajarkan cara membaca akhir kalimat ketika waqof
Tilawati Jilid 5
1.
Pada jilid 5 ini
implementasi pembelajarannya sama dengan tilawati jilid 4
2.
Pada tilawati
jilid 5 ini ustadz/ustadzah diharapkan mengajarkan bacaan secara berulang-ulang
agar santri dapat menghafalnya
4.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Tilawati
Dilihat dari struktur dan
implementasinya, kelebihan dari metode Tilawati ini antara lain adalah:
- Menggunakan metode CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), jadi bukan guru atau ustadz/ustadzah-lah yang aktif disini melainkan santri yang dituntut untuk aktif membaca
- Eja Langsung, dimana santri tidak perlu mengeja huruf dan tanda secara satu persatu
- Variatif, disusun menjadi beberapa jilid buku dengan dengan desain cover menarik dan warna yang berbeda
- Modul, yaitu santri yang sudah menamatkan jilidnya dapat melanjutkan jilid selanjutnya
- Menggunakan teknik Klasikal, dimana ustadz memberi contoh dan santri mengikutinya bersama-sama, ataupun menggunakan teknik privat/individual yaitu santri membaca secara perorangan di depan ustadz/ustadzah dengan menggunakan kartu drill
- Melagukan bacaan (mulai jilid 1-5) dengan menggunakan Irama Rost Standar Nasional
- Pengenalan terhadap huruf-huruf Hijaiyah asli serta angka-angka Arab, mulai dari satuan sampai ribuan
- Menggunakan khot standar dengan tinta berwarna merah (untuk materi baru) dan tinta berwarna hitam (untuk materi lalu)
- Pengenalan terhadap bacaan-bacaan tajwid beserta istilah-istilahnya
- Pengenalan terhadap huruf-huruf bersambung pada jilid awal (1)
- Pengenalan terhadap huruf-huruf awal surat (fawatihussuwar) yang Muqhottho’ah pada jilid 3 sampai dengan jilid 5, dan diberikan secara konstan (terus-menerus)
- Setelah khatam Tilawati (jilid 5) dapat dilanjutkan Al Qur’an juz 1 bukan bacaan juz ’Amma
Sedangkan kelemahan atau kekurangan
yang dimiliki oleh metode Tilawati ini adalah sebagai berikut:
- Bagi ustadz/ustadzah yang akan menggunakan metode ini harus mengikuti pelatihan atau harus bisa membaca secara tartil
- Dengan pendekatan irama lagu rost yang digunakan dalam metode Tilawati ini, jika diterapkan pada anak-anak khususnya usia pra sekolah dikhawatirkan irama tersebut tidak dapat terjaga secara intensif
- Pada huruf-huruf yang pelafalannya agak sulit tidak diperbolehkan menggunakan pendekatan, jadi sejak awal santri harus bisa melafalkan huruf dengan baik, benar, serta fasih
- Untuk materi bacaan mad (panjang) hanya disajikan/dikupas pada satu jilid saja
D.
Perbandingan antara Metode Iqra' dengan Metode Tilawati
1. Persamaan antara
Metode Iqra' dengan Metode Tilawati
Dilihat dari struktur serta
penerapan atau implementasinya metode Iqra’ dan Tilawati memiliki beberapa
persamaan, antara lain yaitu:
a)
Menggunakan
sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), dalam hal ini yang dituntut untuk
aktif adalah, oleh karena itu ustadz/ustadzah dilarang untuk menuntun santri
ketika membaca melainkan memberi contoh santri sehingga santri tidak selalu
menggantungkan diri kepada ustadz/ustadzah
b)
Variatif,
terdiri dari beberapa jilid buku dengan desain cover yang menarik serta warna
yang berbeda, untuk Iqra’ terdiri dari 6 jilid sedangkan Tilawati terdiri dari
5 jilid buku
c)
Menggunakan
tehnik membaca secara Privat/Individual, dimana santri membaca secara
perorangan atau satu persatu didepan ustadz/ustadzah dengan menggunakan buku
drill (hasil prestasi bacaan santri)
d)
Eja langsung,
jadi santri tidak perlu mengeja huruf serta tanda baca secara satu persatu
e)
Berbentuk modul,
yaitu bagi santri yang lulus serta membaca baik dan benar dapat melanjutkan
pada jilid yang lebih tinggi
f)
Setelah khatam
jilid akhir (Iqra’ jilid 6 atau Tilawati jilid 5) dapat dilanjutkan Al Qur’an
juz 1,bukan bacaan juz ’Amma
g)
Pengenalan
terhadap bacaan mad (panjang) dimulai pada jilid 2
2. Perbedaan antara
Metode Iqra' dengan Metode Tilawati
Sedangkan
perbedaan yang ada pada metode Iqra’ dan metode Tilawati adalah sebagai
berikut:
a)
Pada metode
Tilawati dalam pembacaannya menggunakan irama lagu Rost, sedangkan pada Iqra’
dalam pembacaannya dilarang menggunakan lagu sekalipun dengan menggunakan irama
Murottal
b)
Menurut susunan
bukunya pada metode Iqra’ terdiri dari 6 jilid plus buku Ghorib dan Musykilat
dan pada metode Tilawati hanya terdiri dari 5 jilid, sedangkan Ghorib dan
Musykilat terdapat pada jilid 6
Metode
Iqra’: Metode
Tilawati:
jilid 1, berwarna = orange jilid
1, berwarna = hijau
jilid 1, berwarna = hijau jilid
2, berwarna = coklat
jilid 3, berwarna = biru jilid
3, berwarna = biru tua
jilid 4, berwarna = merah jilid
4, berwarna = ungu
jilid 5, berwarna = ungu jilid
5, berwarna = biru muda
jilid 6,
berwarna = coklat
c)
Pada jilid
pertama dalam metode Iqra’ belum diajarkan huruf bersambung, sedangkan dalam
metode Tilawati sudah diajarkan huruf-huruf bersambung
d)
Pada metode
Iqra’ pengenalan terhadap huruf-huruf Hijaiyah asli baru dipaparkan pada jilid
2 dan itupun hanya terbatas 2 sampai 3 huruf saja, sedangkan dalam metode
Tilawati bacaan huruf asli sudah diberikan pada jilid pertama mulai dari alif
sampai ya’ ditambah dengan pengenalan terhadap angka-angka arab mulai satuan
sampai ribuan
e)
Pada metode
Tilawati setiap pergantian pokok bahasan baru selalu ditandai dengan tinta
merah sehingga memudahkan santri untuk mengingatnya, sedang dalam metode Iqra’
baik pokok bahasan baru atau lama tetap menggunakan tinta hitam
Metode Tilawati
بَ تَ
بَ تَ تَ ب ا تَ
تَ تَ تَ
بَ تَ ا
تَ بَ تَ تَ تَ بَ
تَ ا
بَ بَ ا تَ
ا تَ بَ ا بَ تَ
Metode Iqra’
بَ تَ
تَ ب ا ا تَ ب
تَ ا بَ ا بَ تَ بَ تَ ا
ا تَ بَ
تَ ا تَ بَ ا تَ
ا تَ بَ تَ
تَ ا
f)
Pada metode
Iqra’ untuk huruf-huruf yang dianggap sulit dalam pelafalannya menggunakan
pendekatan bunyi, contohnya seperti;
شَ
Lebih diarahkan ke bunyi SIA daripada keliru سَ
قَ
Lebih diarahkan ke bunyi KO daripada keliru خَ
ضَ Lebih diarahkan ke bunyi
DHO (kendor) daripada keliru ظ
ظ
Lebih diarahkan ke bunyi ذ (dibaca dengan bibir
agak maju)
sedangkan pada Tilawati ustadz/ustadzah harus mengenalkan huruf-huruf
sesuai dengan makhraj dengan baik dan benar
g)
Untuk
huruf-huruf Muqhottho’ah, pada Iqra’ hanya dipaparkan/disajikan ½ halaman saja
yang ditulis pada jilid akhir (6), sedangkan untuk Tilawati disajikan sejak
jilid 3 sampai jilid akhir secara berkesinambungan (istiqomah)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Pendekatan teoritis dan empiris dalam
penelitian sangatlah diperlukan. Oleh karena itu sesuai dengan judul di atas,
penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif.
Sebagaimana pendapat Kirk dan Miller seperti yang dikutip oleh Moeloeng, yang
menyatakan bahwa penelitian kualitatif ”berusaha mengungkapkan gejala suatu
tradisi tertentu yang secara fundamental tergantung pada pengamatan manusia
dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam
bahasannya dan peristilahannya”.[36]
Sedangkan deskriptif menurut Moeloeng adalah ”laporan penelitian akan
berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan”.[37] Dalam
hal ini peneliti menggunakan metode kualitatif karena ada beberapa pertimbangan
lain, menjelaskan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan
kenyataan-kenyataan ganda. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat
hubungan antara peneliti dengan responden, metode ini lebih reka dan dapat
menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola
nilai yang dihadapi.
Dalam pendekatan deskriptif terdapat beberapa jenis metode yang telah lazim
dilaksanakan. Dan sehubungan dengan hal tersebut peneliti menggunakan
pendekatan deskriptif dengan jenis studi komparatif. Yang berarti ”suatu
penyelidikan deskriptif yang berusaha mencari pemecahan melalui analisa tentang
perhubungan-perhubungan sebab akibat, yakni yang meneliti faktor-faktor
tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan
membandingkan satu faktor dengan yang lain”.[38] Oleh
karena itu melalui observasi, wawancara dan angket adalah teknik pengumpulan
data yang akan digunakan oleh peneliti yang juga akan ditambah dengan
dokumentasi.
B. Kehadiran
Peneliti
Kehadiran
peneliti dalam penelitian kualitatif mutlak diperlukan, karena peneliti sendiri
merupakan alat (instrumen) pengumpul data yang utama sehingga kehadiran
peneliti mutlak diperlukan dalam menguraikan data nantinya. Karena dengan terjun langsung
ke lapangan maka peneliti dapat melihat secara langsung fenomena di daerah
lapangan seperti “kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit.
Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis,
penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi hasil pelapor dari hasil
penelitiannya”.[39] Kedudukan peneliti sebagai Instrumen atau alat penelitian ini sangat
tepat, karena ia mempunyai peran yang sangat vital dalam proses penelitian.
Sedangkan
kehadiran peneliti dalam penelitian ini diketahui statusnya sebagai peneliti
oleh subyek atau informan, dengan terlebih dahulu mengajukan surat izin
penelitian ke lembaga yang terkait. Adapun peran peneliti dalam penelitian
adalah sebagai pengamat berperan serta yaitu peneliti tidak sepenuhnya sebagai
pemeran serta tetapi masih melakukan fungsi pengamatan. Peneliti pada saat
penelitian mengadakan pengamatan langsung, sehingga diketahui fenomena-fenomena
yang nampak. Secara umum kehadiran peneliti di lapangan dilakukan melalui tiga
tahap, yaitu:
1. Penelitian pendahuluan yang
bertujuan mengenal lapangan penelitian
2. Pengumpulan data, dalam
bagian ini peneliti secara khusus mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam
proses penelitian
3. Evaluasi data yang bertujuan
menilai data yang diperoleh di lapangan pnelitian dengan kenyataan yang ada
Dalam
penelitian yang dilakukan selama kurang lebih 3 minggu, peneliti hadir secara
intensif di Madrasah Diniyah Al Husna guna memperoleh informasi serta data yang
dibutuhkan. Misalnya
saja dengan masuk ke ruang-ruang kelas secara bergantian (mulai kelas IA sampai
kelas VIB), dan mengikuti proses belajar-mengajar di kelas-kelas tersebut.
Kemudian selebihnya peneliti melakukan interview (wawancara) kepada Kepala
Madrasah Diniyah Al Husna dan ustadz/ ustadzah serta mengumpulkan atau menyalin
data yang berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan latar belakang, visi,
misi, serta kurikulum.
C. Lokasi
Penelitian
Lokasi penelitian adalah letak dimana penelitian akan dilakukan untuk
memperoleh data atau informasi yang diperlukan dan berkaitan dengan
permasalahan penelitian. Adapun lokasi penelitian ini berada di Madrasah
Diniyah Al Husna Lawang, tepatnya terletak di Jalan Mayor Abdullah No. 248
Lawang – Malang, dan berdiri dibawah naungan Yayasan Ponpes. Al Husna Lawang.
Lokasi Madrasah Diniyah Al Husna berada di tempat yang sangat strategis dan
tanah berada di kelas A dengan luas 343 m persegi, lingkungan sangat mendukung
untuk berkembang pesat karena akan sangat kompetitif dilihat dari banyaknya tempat pendidikan yang
lain di lingkungan tersebut, baik dalam kalangan Islam maupun Nasrani. Dan
berada tepat di depan instansi pemerintah (dinas pertanian) di jalur menuju
Agro Wisata Wonosari (perkebunan teh) serta ada di belakang perkampungan padat
penduduk.
D. Sumber Data
Menurut
pernyataan Lofland dan Lofland yang dikutip oleh Moeloeng, “sumber data utama
dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata,
dan tindakan selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada
bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data
tertulis, foto dan statistic”.[40]
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dapat dimengerti bahwa yang dimaksud
dengan sumber data adalah dari mana peneliti akan mendapatkan dan menggali
informasi berupa data-data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian. Adapun
sumber data dalam penelitian ini adalah:
1.
Sumber Data
Primer
Sumber data primer merupakan data yang dikumpulkan,
diolah, dan disajikan oleh peneliti dari sumber utama, yang dapat berupa
kata-kata atau tindakan. Dalam hal ini yang akan menjadi sumber data primer/
utama adalah Kepala Madrasah Diniyah Al Husna, ustadz/ ustadzah dan para
stafnya serta santriwan-santriwati Madrasah Diniyah Al Husna.
2.
Sumber Data
Skunder
Sumber data skunder merupakan sumber data pelengkap
yang berfungsi melengkapi data-data yang diperlukan oleh data primer/ data
utama. Yaitu dapat berupa buku-buku, makalah, arsip, dokumen pribadi serta
dokumen resmi.
E. Prosedur
Pengumpulan Data
1. Observasi
Di dalam pengertian psikologik, “observasi atau yang
disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap
sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra”.[41]
Dengan kata lain, metode
observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang diperoleh dari hasil
pengamatan terhadap fenomena (kejadian) yang diamati dan diselidiki untuk
kemudian dilakukan pencatatan. Melalui metode ini peneliti ingin
memperoleh data mengenai:
a.
Penerapan pembelajaran Al Qur’an dengan menggunkan metode Iqra’ dan
Tilawati.
b.
Persamaan dan perbedaan antara metode Iqra’ dan metode Tilawati.
c.
Faktor-faktor yang mendukung serta menghambat bagi penerapan metode Iqra’
dan Tilawati.
Sedangkan untuk proses
observasinya yaitu, peneliti menggunakan metode angket yang disebarkan kepada
para ustadz/ ustadzah, melakukan interview (wawancara) kepada beberapa ustadz/
ustadzah yang mengerti serta paham tentang metode Iqra’ dan Tilawati. Selain
itu, guna memperoleh informasi lebih lengkap maka peneliti juga terjun
langsung, yaitu dengan masuk ke ruang-ruang kelas dan mengikuti proses
belajar-mengajar.
2. Interviu (Interview)
Interviu yang sering juga
“disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang
dilakukan oleh pewawancara (interviewer)
untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer)”.[42] Metode ini juga merupakan wawancara langsung dengan
responden sebagai pihak yang memberikan keterangan. Adapun data yang ingin
diperoleh oleh peneliti melalui metode/ tehnik ini adalah :
a.
Mengetahui gambaran umum tentang Madrasah Diniyah Al Husna, antara lain
seabagai berikut:
- Sejarah dan latar belakang Madrasah Diniyah Al Husna
- Visi dan Misi Madrasah Diniyah Al Husna
- Struktur organisasi Madrasah Diniyah Al Husna
- Keadaan ustadz/ ustadzah Madrasah Diniyah Al Husna
- Keadaan santri Madrasah Diniyah Al Husna
- Keadaan sarana prasarana Madrasah Diniyah Al Husna
b.
Penggalian informasi tentang metode pembelajaran Al Qur’an di Madrasah
Diniyah Al Husna, diantaranya:
§ Penerapan metode Iqra’ dan Tilawati di
Madrasah Diniyah Al Husna
§ Persamaan dan perbedaan antara metode
Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna
§ Faktor pendukung dan penghambat bagi
penerapan metode Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna
Adapun yang menjadi responden
dalam metode Wawancara (Interview)
ini adalah Kepala Madrsah Diniyah Al Husna, ustadz/ ustadzah serta para staf
Madrasah Diniyah Al Husna.
3. Dokumentasi
Dokumentasi atau “dokumen (document) ialah semua jenis rekaman/ catatan
‘skunder’ lainnya, seperti surat-surat, memo/ nota, pidato-pidato, buku harian,
poto-poto, kliping berita koran, hasil-hasil penelitian, agenda kegiatan”.[43] Tehnik/ metode ini biasa digunakan sebagai sumber data
yang berupa laporan ataupun catatan tertulis, misalnya: buku-buku, makalah,
catatan, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, agenda kegiatan,
dan sebaginya. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperoleh data tentang:
a.
Visi dan misi Madrasah Diniyah Al Husna
b.
Struktur organisasi Madrasah Diniyah Al Husna
c.
Kurikulum di Madrasah Diniyah Al Husna
d.
Keadaan ustadz/ ustadzah Madrasah Diniyah Al Husna
e.
Keadaan santri Madrasah Diniyah Al Husna
f.
Sarana prasarana
F. Analisis
Data
Analisis data menurut Moeleong adalah
proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan
satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”.[44] Karena dalam penelitian ini tidak menggunakan angka,
maka metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dimana dengan analisis
deskriptif berusaha menggambarkan, mempresentasikan serta menafsirkan tentang
hasil penelitian secara detail/ menyeluruh sesuai data yang sudah diperoleh dan
dikumpulkan dari hasil observasi, interview, dan dokumentasi.
Mendeskripsikan data kualitatif adalah
“dengan cara menyusun dan mengelompokkan data yang ada, sehingga memberikan
gambaran nyata terhadap responden. Metode penelitian kualitatif tidak
mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau metode
statistik”.[45]
Proses analisa yang dilakukan oleh
peneliti yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Reduksi
Data
Reduksi data merupakan analisis
yang menajamkan, menggolongkan data dengan cara sedemikian rupa hingga dapat
ditarik kesimpulan final/ akhirnya (diverifikasi). Data yang diperoleh dari
lapangan langsung ditulis dengan rinci dan sistematis setiap selesai
mengumpulkan data. Laporan-laporan itu perlu direduksi, yaitu dengan memilih
hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian agar mudah untuk
menyimpulkannya. Reduksi data dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam
mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan serta membantu dalam
memberikan kode kepada aspek-aspek tertentu.[46]
2.
Display
Data atau Penyajian Data
Display data menurut “yaitu
mengumpulkan data atau informasi secara tersususun, yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data yang sudah ada
disusun dengan menggunakan teks yang bersifat naratif, selain itu dapat berupa
matriks, grafik, networks, dan chart”.[47] Hal tersebut dilakukan dengan alasan supaya peneliti
dapat menguasai data dan tidak terpaku pada tumpukan data, serta memudahkan
peneliti untuk merencanakan tindakan selanjutnya.
3.
Verifikasi
atau menarik kesimpulan
Verifikasi atau penarikan
kesimpulan merupakan tahap akhir dan analisis data puncak. Meskipun begitu,
kesimpulan juga membutuhkan verifikasi selama penelitian sedang berlangsung.
Verifikasi dimaksudkan untuk menghasilkan kesimpulan yang valid. Oleh karena
itu, ada baiknya sebuah kesimpulan ditinjau ulang dengan cara mem-verifikasi
kembali catatan-catatan selama penelitian dan mencari pola, tema, model,
hubungan dan persamaan untuk diambil sebuah kesimpulan.[48]
G. Pengecekan
Keabsahan Data
Dalam
penelitian, setiap hal temuan harus dicek keabsahannya, agar hasil
penelitiannya dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya dan dapat dibuktikan
keabsahannya. Dan untuk pengecekan keabsahan temuan ini teknik yang
dipakai oleh peneliti adalah triangulasi.
Triangulasi menurut Moeloeng adalah “teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu”.[49] Dan
pengecekan atau pemeriksaan yang dilakukan oleh peneliti antara lain yaitu:
1.
Triangulasi Data, yaitu dengan cara membandingkan data
hasil pengamatan dengan hasil wawancara, data hasil wawancara dan data hasil
dengan dokumentasi. Hasil perbandingan ini diharapkan dapat menyatukan persepsi
atas data yang diperoleh.
2.
Triangulasi Metode, yaitu dengan cara mencari data lain
tentang sebuah fenomena yang diperoleh dengan menggunakan metode yang berbeda
yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Kemudian hasil yang diperoleh
dengan menggunakan metode ini dibandingkan dan disimpulkan sehingga memperoleh
data yang bisa dipercaya.
3.
Triangulasi Sumber, yaitu dengan cara membandingkan
kebenaran suatu fenomena berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti, baik
dilihat dari dimensi waktu maupun sumber lainnya.
H. Tahap-tahap
Penelitian
Selama melakukan penelitian dalam rangka
penyelesaian tugas akhir ini, peneliti melalui beberapa tahapan, antara lain:
- Tahap Persiapan, meliputi;
a) Pengajuan
judul dan proposal penelitian kepada pihak Kajur (kantor jurusan)
b)
Konsultasi proposal ke Dosen Pembimbing
c) Melakukan
kegiatan kajian pustaka yang sesuai dengan judul penelitian
d)
Menyusun metode penelitian
e) Mengurus surat
perizinan penelitian kepada fakultas untuk diserahkan kepada Pimpinan/ Kepala
Madrasah yang dijadikan obyek penelitian
f) Menjajaki dan
menilai keadaan lapangan yang akan diteliti
g)
Memilih dan memanfaatkan informan
h)
Menyiapkan perlengkapan penelitian
- Tahap Pelaksanaan, meliputi;
Kegiatan yang
dilakukan adalah pengumpulan data dan pengolahan data, adapun pengumpulan data
dilakukan dengan cara:
a) Memahami latar
belakang penelitian dan persiapan diri
b)
Mengadakan observasi langsung
c)
Melakukan wawancara kepada subyek penelitian
d) Menggali data
penunjang melalui dokumen-dokumen
Pengolahan
data dilakukan dengan cara data yang diperoleh dari hasil penelitian di
analisis dengan tehnik atau metode analisis yang telah ditentukan sebelumnya.
- Tahap Penyelesaian, meliputi;
a)
Menyusun kerangka laporan hasil penelitian
b) Menyusun
laporan akhir penelitian dengan selalu berkonsultasi kepada Dosen Pembimbing
c)
Ujian pertanggung jawaban hasil penelitian di depan dewan penguji
d) Penggandaan
dan penyampaian hasil laporan hasil penelitian kepada pihak-pihak yang
bersangkutan dan berkepentingan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.
Latar
Belakang Obyek Penelitian
Dalam rangka
mengadakan pembuktian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan penulisan (skripsi
ini), maka penulis mengadakan penelitian lapangan (field research) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang. Dan latar
belakang obyek penelitian merupakan hal sangat penting untuk dikemukakan dalam
penelitian, karena obyek penelitian adalah pusat informasi data yang akan
diambil oleh peneliti dalam menyempurnakan penelitiannya. Oleh karena itu,
dalam latar belakang obyek ini akan memaparkan profil obyek penelitian secara
garis besar, yaitu mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Letak Geografis
Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Madrasah Diniyah Al Husna terletak di wilayah/ kota
Lawang, yang kurang lebih berjarak 25 km dari kota Malang. Tepatnya terletak di
Jalan Mayor Abdullah No. 248 Lawang-Malang, dan berdiri di bawah naungan
Yayasan Pondok Pesantren Al Husna Lawang. Lokasi Madrasah Diniyah Al Husna
berada di tempat yang sangat strategis dan tanah berada di kelas A dengan
ukuran luas 343 m persegi. Dengan lingkungan yang sangat mendukung untuk
berkembang, karena akan sangat kompetitif dilihat dari banyaknya tempat
pendidikan di sekitar lingkungan tersebut. Baik di bawah naungan umat Muslim
maupun di bawah naungan umat Nasrani, serta merupakan jalur menuju Agro Wisata
Wonosari (perkebunan teh).
Adapun batas wilayah Madrasah Diniyah Al Husna
adalah, di sebelah Barat terletak/ berdiri sebuah instansi pemerintahan (Dinas
Pertanian), serta sebuah bangunan TK (Taman Kanak-kanak) dan KB (Kelompok
Bermain/ Play Group) yang juga berada di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren
Al Husna. Kemudian di sebelah Timur terdapat beberapa lembaga pendidikan TK dan
SD yang dikelola oleh kaum Nasrani juga sebuah Gereja,di sebelah Utara dan
Selatan terdapat perkampungan dan perumahan padat penduduk.
Sesuai dengan letaknya yang strategis, maka santri
Madrasah Diniyah Al Husna tidak hanya berasal dari desa atau perkampungan
sekitarnya saja, bahkan banyak yang datang dari luar desa atau kecamatan yang
letaknya sangat jauh. Sehingga salah satu dari wali santri menyediakan jasa
antar jemput (abumen) bagi santri yang rumahnya terletak agak jauh dari lokasi
Madrasah Diniyah Al Husna.
2. Sejarah
Berdirinya Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Pada awal berdirinya (sebelum resmi menyandang nama
Madrasah Diniyah Al Husna), Ibu Lailil Qomariyah yang sejak kecil memang sudah
akrab dengan lingkungan pondok pesantren, dan dibantu oleh dua orang adiknya
mengajar anak-anak kampung di sekitar rumahnya agar bisa membaca dan menulis
huruf Al Qur’an Semula jumlah anak-anak yang mengajihanya 50 orang, akan tetapi
sejalan dengan tingginya animo serta kesadaran masyarakat sekitar akan agama
dan pentingnya Al Qur’an, maka dalam jangka waktu 3 bulan jumlah anak-anak
bahkan ibu-ibu yang mengaji bertambah menjadi tiga kali lipat. Karena jumlah
anak-anak dan ibu-ibu yang mengaji bertambah banyak sehingga membutuhkan tempat
yang lebih luas, maka pada awal tahun 2000 tepatnya pada bulan April, Ibu
Lailil Qomariyah mendirikan tempat belajar Al Qur’an atau biasa disebut dengan
TPA/TPQ (Taman Pendidikan Al Qur’an). Dan berdasarkan atas saran serta hasil
musyawarah ustadz-ustadz dan ulama’ se-Lawang maka Madrasah Diniyah Al Husna
resmi dibuka untuk umum.
Sedangkan tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh
Madrasah Diniyah Al Husna yaitu menjadi salah satu sarana/ tempat pendidikan Al
Qur’an (TPA/ TPQ) yang unggul dari segi mutu, dan ingin menciptakan ciri khas
yang berbeda dari tempat-tempat mengaji lainnya. Oleh karena itu diberi nama
Madrasah Diniyah atau biasa diartikan sebagai sekolah agama, dimana didalamnya anak-anak dibekali dengan
pengetahuan mengenai dasar-dasar agama. Sehingga mereka (santri) nantinya
ketika dewasa tidak hanya bisa membaca Al Qur’an saja. Hal tersebut disebabkan
karena di sekolah-sekolah umum kebanyakan materi pelajaran agama dirasa sangat
kurang, yaitu hanya 2 jam pelajaran dalam satu minggunya. Maka sangat mendesak
dibutuhkan keberadaan suatu lembaga yang khusus menangani pendidikan agama
anak-anak sejak usia dini. Dan Madrasah Diniyah Al Husna berusaha menjawab
permasalahan tersebut dengan cara menyediakan sarana yang representatif dalam
rangka pembelajaran keagamaan.
Setiap instansi atau lembaga baik formal maupun non
formal, pasti memiliki visi dan misi guna mencapai tujuan yang dicita-citakan,
begitupun dengan Madrasah Diniyah Al Husna. Adapun Visi dan Misi yang ingin
dicapai oleh Madrasah Diniyah Al Husna adalah sebagai berikut:
Visi
Mencetak generasi Qur’ani, yang mempunyai komitmen pada agama Islam,
bertaqwa, berprestasi, ber-akhlaqul karimah, shaleh, dan bermanfaat bagi
keluarga, bangsa dan agama.
Misi
·
Menumbuhkan
kecintaan anak/ santri pada Allah, Rasul-Nya, Agama-Nya, dan Kitab Suci-Nya
·
Menyiapkan
santri untuk dapat membaca Al Qur’an dengan tartil, fasih, dan lancar serta
dapat memahami maknanya, sehingga kelak dapat mengamalkan ajaran-Nya
·
Mengetahui
dasar-dasar agama Islam untuk bekal dalam menghadapi perubahan zaman dan
membentengi diri dari pengaruh-pengaruh luar yang merusak moral dan aqidah
anak/ santri
·
Memberi
kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk mengembangkan bakat, minat dan
potensinya agar tersalurkan secara wajar dan seimbang sehingga dapat
berprestasi
3. Struktur
Organisasi Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Struktur organisasi merupakan kerangka atau susunan
yang menunjang hubungan antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya,
sehingga jelas antara wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam kebulatan
yang teratur. Pengorganisasian adalah menyusun hubungan perilaku yang efektif
antar personalia, sehingga mereka dapat bekerjasama secara efisien dan
memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan beberapa tugas dan dalam situasi
lingkungan yang ada disekitarnya guna mencapai tujuan dan sasaran yang
diharapkan. Oleh karena itu Madrasah Diniyah Al Husna sebagai suatu lembaga
pendidikan dimana didalamnya terdapat penasehat, kepala Madrasah, Waka. Bid.
Kurikulum, Waka. Bid. Kesantrian, Waka Bid. Sarana Prasarana, ustadz/ ustadzah,
karyawan/ security, staff tata usaha, santriwan/ santriwati dan sebagainya
memerlukan pengorganisasian yang baik. Hal ini bertujuan agar program serta
kurikulum yang sudah dibentuk (ditentukan) dapat berjalan lancar sesuai dengan
yang diharapkan. Selain itu agar kerjasama dan tanggung jawab dapat dijalankan
secara maksimal, baik antara ustadz dengan ustadzah, santri dengan santri,
ustadz dengan santri, dan demikian pula sebaliknya.
Adapun struktur organisasi pada Madrasah Diniyah Al
Husna adalah sebagai berikut:
STRUKTUR
ORGANISASI MADRASAH DINIYAH
AL HUSNA
Keterangan:
Penasehat : Ustadz H. Anis Shahab
H. Soepra’i Ahmad Rifa’i
H. Abdul Mu’in Effendi
Kepala Madrasah : Ustadzah Lailil Qomariyah
Waka Bid. Kurikulum : Ustadz M. Mukhlisin, S.Pd.
Waka Bid. Kesantrian : Ustadzah Misbahus Sholihah
Waka Bid. Sarana Prasarana : Ustadz Heri Utomo
Staff Tata Usaha : Ibu Endah Rahayu
Listyarini
Ibu Zuliatul Masruroh
4. Keadaan Ustadz/ ustadzah
Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Guru atau pendidik merupakan salah satu komponen pendidikan
yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, karena keberadaannya sangat
mempengaruhi hal tersebut dan sekaligus merupakan faktor penentu menuju
tercapainya tujuan pembelajaran. Dan dalam lingkungan pembelajaran Al Qur’an
(TPA/ TPQ), istilah guru atau pendidik sering disebut juga dengan istilah
ustadz/ ustadzah. Untuk melihat lebih lengkap mengenaai data guru (ustadz/
ustadzah) dan para staff/karyawan Madrasah Diniyah Al Husna dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.1
Data
Ustadz/ ustadzah serta staff Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
No.
|
Nama ustadz/ ustadzah
dan staff
|
Pendidikan terakhir
|
Jabatan
|
1
|
Ustdz. Lailil Qomariyah
|
SMU
|
Kepala madrasah
|
2
|
Ust. Abdul Bari, SH. M.HUM
|
S2
|
Wali kls.6B
|
3
|
Ust. Heri Utomo
|
MA
|
Wali kls.1A+ass. kls.6B
|
4
|
Ustdz. Misbahus Sholihah
|
SMU
|
Wali kls.3A+ass. kls.6A
|
5
|
Ust. M. Mukhlisin, S.Pd.
|
S1
|
Wali kls.2A+5B
|
6
|
Ust. Ahmad Hanafi
|
MA
|
Wali kls. penjurusan
|
7
|
Ust. M. Ali Chusni
|
MA
|
Ass. penjurusan
|
8
|
Ustdz. Siti Nur Azizah
|
PGTK
|
Wali kls.4A+ass. Kls.1B
|
9
|
Ustdz. Anisatul Maghfiroh
|
SMU
|
Wali kls.2B+4B
|
10
|
Ustdz. Siti Latifatul Hidayah
|
D3
|
Wali kls.3A+ass. kls.6A
|
11
|
Ustdz. Reny Fitria
|
SMU
|
Wali kls.3A+ass. kls.6A
|
12
|
Ustdz. Siti Aminah
|
SMU
|
Asss. kls.4A
|
13
|
Ustdz. Firmandini Islamy
|
SMU
|
Wali kls.3A+ass. kls.6A
|
14
|
Ustdz. Luluk Muthoifah
|
SMU
|
Asss. kls.2B+4B
|
15
|
Ust. Muhammad Imam, S.Pd.I
|
S1
|
Wali kls.3A+ass. kls.6A
|
16
|
Ust. Ainun Hakim
|
SMU
|
Ass. kls.2A+4A
|
17
|
Ust. Thoha Luqoni, S.Sos.
|
S1
|
Guru ekstra kurikuler jurnalistik
|
18
|
Ust. Mujib
|
MA
|
Guru ekstra kurikuler tartil
|
19
|
Bpk Sony
|
SMU
|
Guru ekstra kurikuler menggambar
|
20
|
Ibu Endah Rahayu Listyarini
|
SMU
|
Staff TU
|
21
|
Ibu Zuliatul Masruroh
|
SMK
|
Staff TU
|
22
|
Bpk. Rahmad Jatmiko
|
SMU
|
Security
|
Sumber data: Dokumentasi Madrasah
Diniyah Al Husna
5. Keadaan Santri
Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Peserta didik dalam hal ini santri, merupakan salah
satu dari sekian banyak faktor yang mendukung dalam kegiatan belajar mengajar
dan juga merupakan salah faktor yang dominan. Dan murid (santri) sebagai obyek
pendidikan tentunya mempunyai peranan yang sangat penting dalam mensukseskan
proses pembelajaran Al Qur’an, meskipun hal ini tidak dapat dilepaskan
hubungannnya dengan pendidik atau ustadz/ ustadzah.
Secara garis besar jumlah santriwan/ santriwati
Madrasah Diniyah Al Husna dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2
Data
Santriwan/ santriwati Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Kelas
|
Santriwan
|
Santriwati
|
Jumlah
|
1 A
|
5
|
18
|
23
|
1 B
|
11
|
10
|
21
|
2 A
|
7
|
14
|
21
|
2 B
|
11
|
13
|
24
|
3 A
|
10
|
5
|
15
|
3 B
|
9
|
5
|
14
|
4 A
|
-
|
10
|
10
|
4 B
|
13
|
-
|
13
|
5 A
|
-
|
24
|
24
|
5 B
|
5
|
-
|
5
|
6 A
|
-
|
20
|
20
|
6 B
|
13
|
-
|
13
|
Penjurusan
|
8
|
8
|
16
|
Jumlah Total
|
92
|
127
|
219
|
Sumber data:
Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Dari penyajian data di atas dapat dilihat
bahwasannya jumlah santriwati lebih dominan (lebih banyak) daripada jumlah
santriwan. Dan dari jumlah tersebut, sebagian besar santri Madrasah Diniyah Al
Husna berasal dari daerah sekitar (wilayah Kecamatan Lawang sendiri).
Seedangkan usia santri, rata-rata masih duduk pada tingkatan sekolah dasar
(SD), meskipun ada pula beberapa santri yang masih TK atau bahkan pra-sekolah
(Play Group).
6. Sarana dan
Prasarana Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Dalam suatu lembaga, sarana prasarana merupakan
suatu alat atau media keberhasilan dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Apalagi suatu lembaga pendidikan seperti Madrasah Diniyah Al Husna, sarana
prasarana merupakan alat penunjang keberhasilan bagi kelancaran proses
pembelajaran Al Qur’an selama ini. Adapun saran dan prasaran yang ada di
Madrasah Diniyah Al Husna secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.3
Sarana
Prasarana Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
No.
|
Nama
|
Jumlah
|
1
|
Ruang kelas
|
6
|
2
|
Musholla
|
1
|
3
|
Ruang guru/kantor
|
1
|
4
|
KM/WC
|
4
|
5
|
Koperasi santri
|
1
|
6
|
Ruang Audio Visual
|
1
|
7
|
Alat-alat peraga
|
11
|
8
|
Televisi/TV
|
1
|
9
|
VCD (Video Casette Disk)
|
1
|
10
|
Komputer
|
1
|
11
|
Papan Tulis
|
6
|
12
|
Almari Berkas
|
1
|
13
|
Rak Al Qur’an
|
2
|
14
|
Mading (Majalah Dinding)
|
2
|
15
|
Almari Perpustakaan
|
2
|
16
|
Puzzle Hijaiyah
|
4
|
17
|
Kartu-kartu Hijaiyah
|
6
|
18
|
Salon
|
4
|
19
|
Sound System
|
1
|
20
|
Bangku/Dampar
|
100
|
Sumber data:
Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Selain sarana prasarana yang telah disebutkan di
atas, masih banyak lagi sarana prasarana yang dalam waktu dekat akan berusaha
untuk dipenuhi serta dibangun oleh Madrasah Diniyah Al Husna. Misalnya saja
seperti: penambahan bangku-bangku santri/ dampar, pembangunan kamar inap
santri, serta pengembangan usaha seperti koperasi santri, kios bunga, dan
rental VCD Islami. Sarana dan prasarana yang telah dimiliki atau yang telah
tersedia dirawat dengan baik oleh ustadz/ ustadzah, karyawan, serta
santriwan/santriwati Madrasah Diniyah Al Husna.
7. Kurikulum
Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Eksistensi kurikulum dalam sebuah lembaga pendidikan
mempunyai peranan yang sangat penting, karena merupakan operasionalisasi yang
dicita-citakan, bahkan tujuan pendidikan tidak akan tercapai tanpa kurikulum
pendidikan. Oleh karena itu Madrasah Diniyah Al Husna menggunakan Modifikasi
Kurikulum Depag. (Departemen Agama), LPTQ Nasional/ LPPTKA (Lembaga Pembinaan
dan Pengembangan Taman Kanak-kanak Al Qur’an), BKPRMI (Badan Komunikasi Remaja
Masjid Indonesia) dan Madrasah Diniyah Al Husna sendiri.
Akan tetapi
pada setiap tahunnya kurikulum di Madrasah Diniyah Al Husna ini dapat berubah,
mengingat usia santri yang selalu berubah pada setiap tahunnya (menyesuaikan)
berdasarkan kelas. Misalnya pada tahun 2004/2005 di kelas I A dan I B rata-rata
usia santri adalah TK sampai SD, akan tetapi pada tahun 2005/2006 pada kelas I
A dan I B banyak santri yang berusia pra sekolah (Play Group atau usia KB/
Kelompok Bermain) sampai TK, sehingga apabila diterapkan kurikulum yang sama
(dengan tahun sebelumnya) akan membebani santri-santri tersebut. Maka Kepala
Madrasah Diniyah Al Husna mengambil kebijakan dengan cara mengurangi materi
atau mengubah kurikulum kelas I tersebut, hal ini dilakukan agar santri rajin
dan bersemangat dalam menjalani proses transferisasi ilmu. Jadi sifat dari
kurikulum Madrasah Diniyah Al Husan adalah fleksibel, karena dapat berubah
sewaktu-waktu atau menyesuaikan dengan kondisi santri pada saat itu.
Adapun kurikulum yang digunakan pada tahun 2005/2006
oleh Madrasah Diniyah Al Husna adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4
Kurikulum
Kelas I (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Bidang Studi
|
Tujuan Umum Pembelajaran
|
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri
(2 semester)
|
Hafalan Do’a
|
Santri mampu menghafal do’a-do’a dan mempraktekkan dalam kehidupan
sehari-hari
|
Menghafal do’a-do’a: sebelum & sesudah makan, sebelum & bangun
tidur, masuk & keluar wc/km, belajar, keluar rumah, masuk & keluar
masjid, kebaikan dunia akhirat, naik kendaraan, mohon pertolongan, dan
mensyukuri ni’mat
|
Praktek Ibadah
|
Santri mengetahui dan mampu melaksanakan tata cara bersuci seperti; wudhu
dan tayamum juga mempraktekkan sholat subuh dan maghrib secara berjama’ah,
serta dapat melafalkan lafadz adzan dan iqomat dengan baik dan benar
|
Niat wudhu, gerakan-gerakan wudhu, praktek wudhu, niat tayamum,
sebab-sebab tayamum, praktek sholat subuh dan maghrib berjama’ah, menghafal
serta mempraktekkan bacaan-bacaan adzan dan iqomat
|
Khot /
Imla’
|
Santri mengetahui nama-nama huruf Hijaiyah dan mampu menulis dengan baik,
rapi dan benar yang diikuti dengan tanda fathah, kashroh, dan dhommah
|
Menulis 29 huruf hijaiyah (untuk setiap minggu/pertemuan menulis 3 huruf)
diikuti dengan tanda-tanda fathah, kashroh, dan dhommah
|
Hafalan Surat Pendek
|
Santri mengenal nama-nama surat pendek dan menghafalkannya dengan fasih
dan tartil
|
Membaca Ta’awudz serta Basmallah yang baik danbenar, menghafal surat Al
Fatihah (pada minggu ke-1 membaca ayat 1-4, minggu ke-2 membaca ayat 5-7),
menghafal surat-surat pendek seperti; An Naas, Al Ikhlas, Al ’Ashr, Al
Kautsar, Al Lahab, An Nashr, dan Al Maa’un
|
Aqidah Akhlaq
dengan metode
BCM (Bermain Cerita dan
Menyanyi)
|
Santri mengetahui dasar-dasar aqidah (Rukun Iman), memahami kekuasaan dan
sifat-sifat Allah, mengenal Nabi-nabi melalui kisah-kisahnya, dan berakhlaq
terpuji.
(Semuanya dijelaskan atau disampaikan dengan menggunakan metode
BCM/Bermain Cerita dan Menyanyi)
|
Tepuk Anak Sholeh, Mewarnai ”Al Qur’an Kitabku”, Menyanyi Lagu ”Satu-Satu
Aku Cinta Allah”, Cerita Tentang Nabi-Nabi Seperti; Nabi Ibrahim, Nabi Musa,
Nabi Nuh, Nabi Yusuf, dan Nabi Muhammad, tepuk Rukun Iman, melihat VCD
tentang kekuasaan Allah, tepuk ”kalau kau suka ngaji”, menyanyi ”mari kita
sembahyang”, mewarnai ”pergi ke masjid”, tepuk rukun Islam, serta mewarnai
”Nuri menyayangi si Meong”
|
Sumber data: Dokumentasi Madrasah
Diniyah Al Husna
Tabel 4.5
Kurikulum
Kelas II (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Bidang Studi
|
Tujuan Umum Pembelajaran
|
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri
(2 semester)
|
Khot / Imla’
|
Santri mampu menulis huruf-huruf Hijaiyah dengan baik dan benar, mengenal
tanda baca dalam Al Qur’an, serta mampu menulis huruf Hijaiyah yang
bersambung
|
Menulis 29 huruf Hijaiyah (setiap minggu 3 huruf), dengan harokat fathah,
kashroh, dan dhommah, pengenalan terhadap harokat fathahtain, kashrohtain,
dan dhommahtain, dikte/imla’ (guru membaca santri menulis), pengenalan
terhadap tanda baca tasydid dan sukun serta menyambung 2, 3, atau 4 huruf
|
Aqidah / Akhlaq
|
Santri mampu membiasakan bersikap terpuji terhadap orang tua, guru,
teman, dan lingkungan sekitar, mengetahui cerita Nabi-nabi untuk diambil
hikmah dan diteladani, serta hafal dan mengerti tentang Rukun Iman
|
Adab tidur, mandi, buang hajat, makan, minum, berpakaian, belajar,
terahadap orang tua, di rumah, kepada guru, berjumpa dan berpisah dengan
teman di jalan, menyayangi binatang, bersin, menguap, meludah, bertamu, serta
cerita tentang Nabi Adam, Nabi Nuh, dan Nabi Hud
|
Hafalan Do’a dan Surat
Pendek
|
Santri hafal do’a sehari-hari, dan hafal surat-surat pendek untuk dibaca
pada waktu sholat
|
Mengahafal do’a sehari-hari, seperti; akan belajar, untuk kedua orang
tua, kebaikan dunia dan akhirat, mohon pertolongan, mensyukuri ni’mat,
sesudah wudhu, sesudah adzan, serta do’a naik kendaraan, dan menghafal
surat-surat pendek seperti; Al Kautsar, Al Lahab, An Nashr, Al Maa’un, Al
Falaq, dan Al Quraisy
|
Fiqih
|
Santri hafal dan mengerti Rukun Islam, mengetahui manfaat hidup bersih,
mengetahui macam-macam najis, dan cara mensucikannya, serta mengerti tata
cara wudhu dan tayamum
|
Melafalkan Syahadatain beserta artinya, menghafalkanRukun Islam,
mengetahui dan mengerti tentang; kebersihan, macam-macam najis dan cara
mensucikannya, macam-macam air, perbedaan wudhu dan tayamum, syarat-syarat
wudhu, rukun, serta sunnahwudhu, sebab dan syarat tayamum, praktek wudhu dan
tayamum
|
Praktek Ibadah
|
Santri mampu melakukan gerakan-gerakan serta mampu melafalkan
bacaan-bacaan sholat wajib dengan baik dan benar
|
Praktek sholat subuh berjama’ah, menghafal bacaan-bacaan pada setiap
gerakan sholat, praktek sholat dzuhur, ashar, maghrib, dan isya’, serta
praktek adzan dan iqomat
|
Sumber data:
Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Tabel 4.6
Kurikulum
Kelas III (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Bidang Studi
|
Tujuan Umum Pembelajaran
|
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri
(2 semester)
|
Aqidah Akhlaq
|
Santri mengetahui adab terhadap lingkungannya, mengenal sifat-sifat Allah
untuk memumbuhkan keimanan kepada Allah, memiliki sifat-sifat terpuji dan
meneladani kisah para Nabi
|
Mengetahui dan mengerti mengenai macam-macam adab seperti; bertetangga,
terhadap alam, cara memelihara kelestarian alam dan manfaatnya, cara beriman
kepada Allah, mengetahui sifat-sifat Allah seperti; Maha Mengetahui, Maha
Mendengar, Maha Pemaaf, Maha Pemurah, tanda-tanda orang yang beriman kepada
Allah, taat kepada Rasul, menjadi orang yang sabar, jujur, sederhana, amanah,
ikhlas, optimis, rendah hati, kisah Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yusuf,
dan Nabi Musa
|
Fiqih
|
Santri mengerti tentang waktu-waktu sholat, cara menjawab adazn,
mengetahui syarat, rukun, serta hal-hal yang membatalkan sholat, mengerti
tata cara sholat berjama’ah, sholatnya orang sakit, sholat-sholat sunnah,
sholat jama’ dan qoshor, sujud sahwi dan sujud syukur
|
Waktu-waktu sholat fardhu, jawaban ketika mendengar adzan, bacaan iqomat,
syarat wajib dan sah sholat, yang membatalkan sholat, cara sholat berjama’ah,
syarat sah menjadi ma’mum, ma’mum masbuq, keutamaan sholat berjama’ah, sholat
tahjud, sholat bagi orang sakit, sholat sunnah rowatib dan keutamaannya,
sholat witiw, sholat jama’ dan qoshor, praktek sujud sahwi dan sujud syukur
|
Hafalan Do’a dan Surat
Pendek
|
Santri hafal do’a sehari-hari dan hafal surat-surat pendek untuk bacaan
dalam sholat dan dzikir ba’da sholat
|
Menghafal do’a: setelah adzan, sesudah wudhu, mohon pertolongan,
mensyukuri ni’mat, bercermin, serta bacaan dzikir setelah (ba’da) sholat, dan
menghafal surat: Al Maa’un, Al Quraisy, Al Fiil, Al Humazah, dan At Takatsur
|
Praktek Ibadah
|
Santri mengetahui dan dapat mempraktekkan sholat-sholat sunnah, sholat
berjama’ah, menjadi ma’mum masbuq, sholat ketika sakit, sholat jama’ dan
qoshor, sujud sahwi dan sujud syukur
|
Niat wudhu dan tayamum, praktek sholat: subuh, dzuhur, ashar, maghrib,
isya’, jum’at, dhuha, tahajud, witir, jenazah, ketika sakit, qobliyah,
ba’diyah, jama’, qoshor, serta sujud sahwi dan sujud syukur
|
Khot / Imla’
|
Santri dapat menulis huruf Hijaiyah bersambung, serta dapat menulis
kalimat-kalimat Thoyyibah dan ayat-ayat pendek dengan metode dikte atau imla’
|
Menulis 4 huruf dengan disambung (bergandeng), menulis kalimat-kalimat
Thoyyibah seperti: salam, sholawat, hamdalah, basmalah, tahmid, takbir,
istighfar, serta ta’awudz, dan menulis atau menyalin tulisan do’a: sebelum
dan sesudah makan, keluar rumah, masuk dan keluar masjid
|
Sumber data:
Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Tabel 4.7
Kurikulum
Kelas IV (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Bidang Studi
|
Tujuan Umum Pembelajaran
|
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri
(2 semester)
|
Fiqih
|
Santri memahami ketentuan-ketentuan dan tata cara melaksanakan puasa,
serta terbiasa melaksanakannya dan memahami hukum Islam khususnya mengenai
zakat
|
Pengertian puasa, syarat dan rukun puasa, amalan-amalan puasa, hal-hal
yang membatalkan puasa, orang yang boleh tidak berpuasa dan cara
menggantinya, cara menyambut bulan puasa, cara berbuka puasa dan sahur yang
benar, do’a buka puasa, sikap taat kepada Allah, Qiyamul Lail, memperbanyak
infaq dan shodaqoh, keutamaan menghafal Al Qur’an, hari-hari yang disunnahkan
dan diharamkan untuk berpuasa, pengertian dan hukum zakat, macam-macam zakat,
nishab zakat, orang-orang yang berhak menerima zakat
|
Aqidah Akhlaq
|
Santri memahami dan meyakini bahwa Allah Maha Dahulu, berbeda dengan
makhluk-Nya, Maha Pemelihara, serta mengimani kitab-kitab Allah dan
meneladani kisah-kisah para Rasul juga mengerti sikap-sikap terpuji dan
kebiasaan-kebiasaan baik
|
Menyebutkan alasan (logika) sederhana bahwa Allah Maha Dahulu, dalil aqli
dan naqli bahwa Allah Maha Dahulu, menyebutkan alasan sederhana serta dalil
naqli bahwa Allah berbeda dengan makhluk-Nya, menyebutkan kitab-kitab Allah,
bercerita tentang kisah Nabi Yunus dan Nabi Daud serta mengambil hikmah dari
kisah tersebut, pengertian syukur, adil, ikhlas, tama’, dan boros
|
Qur’an Hadits
|
Santri mengenal huruf-huruf Hijaiyah, tanda baca, cara menyambung huruf,
serta mampu membaca huruf sesuai dengan sifat dan makhrojnya
|
Pengenalan terhadap huruf-huruf yang disambung dari depan, tengah dan belakang,
pengenalan tanda baca seperti: fathah, kashroh, dhommah, fathahtain,
kashrohtain, dhommahtain, sukun, tasydid, mad alif, alif lam syamsiyah, alif
lam qomariyah, serta praktek membacanya
|
SKI
(Sejarah Kebudayaan Islam)
|
Santri mengerti dan memahami sejarah Nabi Muhammad s.a.w. dan meneladani
sifat dan sikapnya
|
Masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam dilihat dari segi/keadaan alam,
sosial, ekonomi, adat-istiadat, serta kepercayaan, kisah teladan tentang
keimanan seorang Raja, kelahiran Nabi Muhammmad s.a.w., penyerangan pasukan
gajah, waktu dan tempat kelahiran Nabi Muhammmad s.a.w., masa-kanak-kanak
hingga masa remaja Nabi Muhammmad s.a.w.
|
Bahasa Arab
|
Santri mengenal beberapa kata tanya dalam bahasa arab, kata benda dan
warna-warna, serta dapat menterjemahkan kalimat-kalimat sederhana ke dalam
bahasa arab
|
Untuk materi pelajaran bahasa arab, disesuaikan dengan sub-sub bahasan
yang ada pada kitab/buku panduan yang telah ditetapkan oleh Madrasah Diniyah
Al Husna, misalnya untuk kelas IV pelajaran 1-18 maka pada setiap pertemuan
dibahas 1 pelajaran dan apabila santri belum paham akan materi tersebut dapat
diulang kembali pada pertemuan selanjutnya
|
Sumber data:
Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Tabel 4.8
Kurikulum
Kelas V (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Bidang Studi
|
Tujuan Umum Pembelajaran
|
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri
(2 semester)
|
Qur’an Hadits
|
Santri mampu membaca, menyalin dan menghafal surat-surat pendek pada juz
’amma, memahami pokok-pokok isi kandungan hadits
|
Menghafal dengan fasih surat: Al Qodar, Al ’Adiyat, Al Zalzalah, Al
’Alaq, serta menyalin / menulis dengan baik dan rapi serta melafalkan,
menghafal, menyebutkan isi / kandungan dari hadits: menghormati orang tua,
dan tentang ukhuwah Islamiyah (persaudaraan)
|
SKI
(Sejarah Kebudayaan Islam)
|
Santri mengetahui sejarah Nabi Muhammad s.a.w. sejak masa remaja hingga
masa kerasulan
|
Perjalanan Rasulullah ke Syam, Rasulullah bertemu Bukhairo, Rasulullah
berdagang, kebijakan Rasulullah dalam peletakan Hajar Aswad, awan yang
menaungi Rasulullah, pengangkatan Nabi Muhammmad sebagai Rasul, Rasulullah di
Gua Hiro’, nasehat Waroqoh bin Naufal, bukti-bukti ke Rasulan Nabi Muhammmad
s.a.w., Da’wah Sirr dan Jahr, kisah teladan Arif dan Bijaksana, Assabiquna
Awwalun, siksaan kaum kafir terhadap pengikut Rasulullah, pengucilan kaum
Muslimin
|
Bahasa Arab
|
Santri mampu melafalkan bacaan / kalimat berbahasa arab dengan fasih,
hafal beberapa kalimat tanya, kata benda, dan bisa mempraktekkan percakapan
dengan menggunakan bahasa arab
|
Untuk materi pelajaran bahasa arab kelas V melanjutkan pelajaran kelas IV
(tahun lalu) dengan menggunakan buku/kitab yang sama dan telah ditentukan
oleh Madrasah Diniyah Al Husna
|
Tajwid
|
Santri mengetahui hukum-hukum bacaan Al Qur’an, macam-macam mad, dan ghoroibul
kalimat
|
Mad wajib muttashil, mad jaiz munfashil, mad aridl lissukun, mad badal,
mad len, mad shilah, mad iwadh, mad farqi, mad lazim kilmi musaqqol, mad
lazim mukhoffaf, mad lazim harfi musaqqol, mad lazim harfi mukhoffaf,
tanda-tanda waqof dan ghoroibul kalimat
|
Fiqih
|
Santri mengerti perbedaan infaq dan shodaqoh, makanan serta minuman yang
halal dan haram, binatang yang halal dan haram, mengerti dan faham akan
pengertian; qurban, aqiqah, dan khitan
|
Ketentuan infaq dan shodaqoh, makanan dan minuman halal, makanan dan
minuman haram, binatang halal, binatang haram, menyembelih binatang,
pengertian qurban, hukum qurban, pengertian aqiqah dan jumlahnya, ketentuan
dan manfaat aqiqah, pengertian dan hukum khitan, waktu pelaksanaan dan
manfaat khitan
|
Aqidah Akhlaq
|
Santri mengetahui cara mentaati Allah, beriman kepada Hari Akhir, beriman
Qodlo’ dan Qodar, berperilaku terpuji, serta menjauhi perbuatan yang tercela
|
Taat kepada Allah, sopan santun beribadah kepada Allah, Iman kepada hari
kiamat, tanda-tanda hari kiamat, arti Qodlo’ dan Qodar, pengertian Qona’ah,
persaudaraan dan persatuan, sesama mu’min bersaudara, bertanggung jawab,
berani menegakkkan kebenaran, menjauhi perilaku marah, dusta, malas, boros,
kikir, ingkar janji, acuh tak acuh, tinggi hati, dengki, dendam, fitnah, adu
domba, mencari kesalahan orang lain, tamak dan dzalim
|
Sumber data:
Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Tabel 4.9
Kurikulum
Kelas VI (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Bidang Studi
|
Tujuan Umum Pembelajaran
|
Target Pemahaman dan Kemampuan Santri
(2 semester)
|
Aqidah
Akhlaq
|
Santri mengerti tujuan mencari ilmu, niat yang benar dalam mencari ilmu,
dengan membaca kitab berbahasa arab
|
Pengenalan huruf pego, latihan membaca dan cara membuka kitab (Ta’limul
Muta’allim) dengan contoh dari ustadz, membaca dan memepelajari kitab sesuai
dengan urutan babnya
|
Fiqih
|
Santri mengerti kewajiban Mukallaf, makna syahadatain, kewajiban orang
Islam, dengan media kitab yang berbahasa arab
|
Pengenalan huruf pego serta latihan membaca dan membuka kitab (Sulamut
Taufiq) dengan bantuan dab arahan dari ustadz/ustadzah, serta mempelajari
kitab sesuai dengan urutan babnya
|
Nahwu
Shorof
|
Santri mengerti pembagian kalam
|
Pengenalan huruf pego dan tashrif, pembagian kalimat, isim mufrod
mudzakkar, isim mufrod muannas, jama’ mudzakkkar salim, jama’ muannas salim,
isim tasniyah, jam’ ta’tsir, isim dhomir, isim isyaroh, membuat contoh-contoh
kalimat, isim mausul, fi’il madhi, fi’il mudhore’, fi’il ’amr, huruf jer,
huruf nashob, huruf jazm
|
Terjemah Lafdziyah
|
Santri hafal ayat-ayat pilihan beserta artinya perkata
|
Menghafalkan ayat Qursy dan terjemahnya per kata (per mufrodat), serta
surat Al Baqarah ayat 284-286, surat Al Isra’ ayat 23-27, surat Al Luqman
ayat 12-19, dan surat Al Jumu’ah ayat 9-11
|
Hadits
|
Santri mengerti dan memahami hadts-hadits tentang kasih sayang serta
kewajiban seorang muslim
|
Hadits tentang: kewajiban seorang muslim, berbakti kepada orang tua,
larangan bersumpah, berdusta, mendo’akan orang yang bersin, istighfar, adab
duduk, berlindung dari godaan syetan, menyuruh berbuat baik, kasih sayang
kepada sesama, keutamaan mandi pada hari Jum’at
|
SKI
(Sejarah Kebudayaan
Islam)
|
Santri mengetahui dan mengerti tentang periodesasi Khulafaur Rasyidin
serta perkembangan dan keadaan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin
|
Pengertian Khulafaur Rasyidin dan periodesasinya, masa kepemerintahan
Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq, masa kepemerintahan Khalifah Umar bin
Khattab, masa kepemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, masa kepemerintahan
Khalifah Ali bin Abi Thalib, serta keadaan bangsa arab pada periode Khulafaur
Rasyidin
|
Sumber data:
Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Proses belajar mengajar di Madrasah Diniyah Al
Husana berlangsung selama 5 hari, yaitu mulai hari Senin sampai hari Jum’at.
Dan di bagi menjadi 2 waktu, untuk kelas I, II, & III masuk pada pukul
14.30-16.00 wib., sedangkan untuk kelas IV, V, & VI masuk pada pukul
16.00-17.30 wib.. Sedangkan untuk pengajian KIR (Karya Ilmiah Remaja) atau
pengajian bagi santri remaja/ dewasa dimulai pada pukul 18.00-19.30 wib..
Khusus untuk pengajian santri remaja/ dewasa hanya dilaksanakan setiap 2 hari
dalam satu minggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Dan untuk pengajian remaja/
dewasa ini kurikulum juga bersifat fleksibel karena mengkaji dari kitab-kitab
yang telah ditentukan oleh ustadz (wali kelas). Selain kurikulum yang telah
disampaikan di atas, untuk setiap harinya santri mengikuti pelajaran sesuai
dengan jadwal pelajaran, adapun susunan jadwal pelajaran (kls I-KIR) adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.10
Jadwal
Pelajaran di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Kelas
|
Jam
|
Senin
|
Selasa
|
Rabu
|
Kamis
|
Jum’at
|
I
(A&B)
|
14.30-14.45
14.45-15.30
15.30-16.00
|
Klasikal
Individual
Haf. Do’a
|
Klasikal
Individual
Praktek Ibadah
|
Klasikal
Individual
Khot / Imla’
|
Klasikal
Individual
Haf. Surat Pendek
|
Klasikal
Individual
Aqidah Akhlaq
(BCM)
|
II
(A&B)
|
14.30-14.45
14.45-15.30
15.30-16.00
|
Klasikal
Individual
Khot / Imla’
|
Klasikal
Individual
Aqidah Akhlaq
|
Klasikal
Individual
Haf. Do’a+ Srt Pendek
|
Klasikal
Individual
Fiqih
|
Klasikal
Individual
Praktek Ibadah
|
III
(A&B)
|
14.30-14.45
14.45-15.30
15.30-16.00
|
Klasikal
Individual
Aqidah Akhlaq
|
Klasikal
Individual
Fiqih
|
Klasikal
Individual
Haf. Do’a+
Srt Pendek
|
Klasikal
Individual
Praktek Ibadah
|
Klasikal
Individual
Khot / Imla’
|
IV
(A&B)
|
16.00-16.15
16.15-17.00
17.00-17.30
|
Klasikal
Individual
Fiqih
|
Klasikal
Individual
Aqidah Akhlaq
|
Klasikal
Individual
Qur’an Hadits
|
Klasikal
Individual
SKI
|
Klasikal
Individual
Bahasa Arab
|
V
(A&B)
|
16.00-16.15
16.15-17.00
17.00-17.30
|
Klasikal
Individual
Qur’an Hadits
|
Klasikal
Individual
SKI
|
Klasikal
Individual
Bhs. Arab (Tajwid)
|
Klasikal
Individual
Fiqih
|
Klasikal
Individual
Aqidah Akhlaq
|
VI
(A&B)
|
16.00-16.15
16.15-17.00
17.00-17.30
|
Klasikal
Individual
Aqidah Akhlaq
|
Klasikal
Individual
Fiqih
|
Klasikal
Individual
Nahwu Shorof
|
Klasikal
Individual
Terj.Lafdz+ Hadits
|
Klasikal
Individual
SKI
|
KIR
|
18.00-18.15
18.15-19.00
19.00-19.30
|
Klasikal
Individual
Kitab
|
-
|
-
|
Klasikal
Individual
Kitab
|
-
|
Sumber data:
Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Dari kurikulum serta jadwal pelajaran yang telah
dipaparkan maka dapat dilihat bahwasannya Madrasah Diniyah Al Husna tidak hanya
menawarkan atau ingin menjadikan santrinya agar bisa mengaji Al Qur’an saja,
melainkan santri juga dibekali dengan ilmu-ilmu keagamaan lainnya. Seperti
praktek ibadah, menulis huruf-huruf Al Qur’an (Khot), menghafal do’a
sehari-hari dan surat-surat pendek, fiqih, aqidah akhlaq, hadits, bahkan santri
dikenalkan pada kitab-kitab yang tidak berharokat (pego). Khusus santri yang
masih berumur TK ataupun Play Group, dalam pemberian materinya lebih banyak
menggunakan metode BCM atau Bermain, Cerita dan Menyanyi, dengan tujuan untuk
menumbuhkan kecintaan anak terhadap pendidikan keagamaan.
Oleh karena itu kurikulum di Madrasah Diniyah Al
Husna bersifat lentur atau fleksibel, karena materi pelajarannya dapat
dikurangi, ditambah maupun dimodifikasi sedemikian rupa. Hal tersebut
dimaksudkan agar santri tidak merasa terbebani dan timbul semangatnya untuk
terus belajar, dalam hal ini berkaitan dengan ilmu agama.
B.
Penyajian
dan Analisis Data
1. Implementasi
Metode Iqra’ dan Metode Tilawati dalam Pembelajaran Al Qur’an di Madrasah
Diniyah Al Husna Lawang
Sebelum Madrasah Diniyah Al Husna dibuka secara
resmi, yaitu pada waktu proses pembelajaran Al Qur’an masih berlangsung atau
dilaksanakan di kediaman pribadi Ibu Lailil Qomariyah, metode pembelajaran Al
Qur’an yang pertama kali digunakan adalah metode Iqra’. Hal tersebut
dikarenakan pada waktu itu masih belum banyak sosialisasi mengenai
metode-metode pembelajaran Al Qur’an seperti sekarang, dan metode Iqra’
merupakan salah satu metode yang gencar atau aktif dalam pensosialisasian
tentang cara mudah belajar membaca Al Qur’an. Selain itu metode Iqra’ dirasa
lebih mudah jika dibandingkan metode pembelajaran Al Qur’an yang telah lazim
digunakan oleh masyarakat (metode Baghdadiyah), karena memiliki sistem yang
runtut dan menggunakan teknik Eja Langsung dan tanpa harus menghafalkan ke-29
huruf Hijaiyah terlebih dahulu. Misalnya huruf alif yang berfathah bisa
langsung dibaca “a” bukan “alif fathah a”, seperti contoh bacaan yang terdapat
pada Iqra’ jilid 1 (halaman pertama) berikut:
ا بَ أَ = ا
ا بَ
ا بَ ا بَ
بَ ا ا ا ا بَ
بَ بَ
ا ا بَ بَ
بَ ا بَ ا بَ ا
ا ا ا بَ بَ بَ
ا بَ ا بَ ا بَ
Dan ternyata dengan penggunaan metode Iqra’ tersebut respect atau
tanggapan masyarakat yang mengikuti pengajian (pembelajaran Al Qur’an) di
kediaman Ibu Lailil sangat bagus. Karena dengan menggunakan metode ini peserta
didik (anak-anak atau ibu-ibu) tidak perlu menghafal begitu banyak huruf juga
tidak perlu mengeja huruf dengan satu persatu, sehingga tidak membutuhkan waktu
yang panjang/lama. Setelah hampir (kurang lebih) 5 tahun menggunakan metode
Iqra’ tersebut, Ibu Lailil Qomariyah selaku Kepala Madrasah, ingin melakukan
inovasi (pembaruan) terhadap metode pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah
Al Husna, yaitu dengan memilih metode Tilawati.
Hal tersebut terjadi karena pada waktu Ibu Lailil diundang untuk
mengikuti sosialisasi/pelatihan metode Tilawati merasa tertarik dan ingin
mencoba menerapkan metode tersebut di Madrasah Diniyah Al Husna. Pada
akhirnya metode baru ini (Tilawati) digunakan di Madrasah Diniyah Al Husna,
tepatnya pada satu tahun yang lalu hingga sampai saat ini.
Selain sebagai inovasi (pembaruan), metode Tilawati
digunakan bukan semata-mata karena alasan bahwa metode Iqra’ dirasa sudah tidak
efektif dan efisien serta banyak memiliki kekurangan/kelemahan. Melainkan untuk
lebih mempermudah tercapainya target jenjang yang diharapkan oleh Madrasah
Diniyah Al Husna, sebagaimana penuturan dari Ibu Lailil berikut:
“...Sebenarnya dengan metode
Iqra’ untuk bacaan jika diukur dari kelancaran dapat dicapai, kemudian untuk
makhraj anak-anak diberi waktu kira-kira 2 tahun agar lancar dulu, baru setelah
itu tajwidnya yang dijadikan perhatian, dan setelah target makhroj dan tajwid
dapat dicapai/dijalankan maka jenjang atau target terakhir adalah tartil atau
lagu. Karena dirasa tahapan (jenjang/target) tersebut terlalu lama dan
membutuhkan banyak waktu, maka setelah metode Tilawati hadir dan menawarkan
tahapan makhraj, tajwid, dan lagu/tartil yang dikemas menjadi satu paket, saya
tertarik untuk mencoba metode tersebut di Madrasah Diniyah Al Husna dengan
harapan ketiga target dapat dicapai dalam waktu yang relatif singkat.”
(Wawancara dengan Ibu Lailil Qomariyah selaku Kepala Madrasah Diniyah Al Husna,
tgl. 10 Oktober 2006, pkl. 15.30 wib.)
Meskipun menggunakan metode baru (metode Tilawati),
Madrasah Diniyah Al Husna tidak secara langsung mengganti atau menghapus metode
Iqra’ yang sudah hampir 5 tahun digunakan. Karena melalui metode Iqra’ itu pula
banyak anak-anak (santri) bahkan ibu-ibu yang dapat membaca atau melafalkan
huruf-huruf Al Qur’an dengan baik dan benar bahkan adapula diantaranya yang
sudah khatam Al Qur’an. Oleh karena itu untuk sementara metode Iqra’ tidak
dihilangkan atau dihapus sebagai metode pembelajaran Al Qur’an di Madrasah
Diniyah Al Husna.
Pada implementasi atau penerapannya di Madrasah
Diniyah Al Husna, metode Tilawati hanya digunakan oleh santri-santri baru saja
atau pada santri yang menggunakan metode Iqra’ jilid awal (jilid 1 atau jilid
2). Akan tetapi apabila santri yang menggunakan metode Iqra’ tersebut keberatan
karena menurutnya lebih mudah penggunaan metode Iqra’ dan tidak mau berganti
metode baru (metode Tilawati), maka pihak Madrasah Diniyah Al Husna tidak akan
memaksa serta membebaskan santri tersebut untuk memilih. Karena pada dasarnya
semua metode pembelajaran Al Qur’an itu tujuannya adalah sama, yaitu memudahkan
seseorang (peserta didik) untuk belajar membaca Al Qur’an dengan baik dan benar.
Dan ustadz/ustadzah yang akan mengajarkan metode
Iqra’ tidak harus lulus dengan bersyahadah, cukup dengan melihat aturan atau
petunjuk mengajar metode Iqra’ yang terdapat pada tiap-tiap jilid buku Iqra’.
Sedangkan implementasi metode Iqra’ di Madrasah Diniyah Al Husna dilaksanakan
dengan menggunakan teknik privat atau individual, yaitu santri membaca di
hadapan ustadz/ustadzah yang kemudian hasil dari bacaannya ditulis pada buku
prestasi santri (kartu drill) , apakah santri harus mengulang bacaannya atau
bisa melanjutkan ke halaman selanjutnya. Dan apabila santri telah sampai pada
halaman terakhir atau halaman EBTA, maka santri yang bersangkutan harus membaca
halaman tersebut di depan munaqis (dalam hal ini adalah Kepala Madrasah Diniyah
Al Husna), apabila santri melafalkan huruf atau bacaan dengan baik dan benar
serta memenuhi kriteria untuk lulus maka santri tersebut dapat melanjutkan pada
jilid selanjutnya atau jika sudah sampai pada Iqra’ jilid 6 dan dinyatakan
lulus dapat melanjutkan membaca Al Qur’an juz 1.
Dalam implementasi metode Iqra’ dan Tilawati ustadz/
ustadzah tidak diperbolehkan untuk menuntun santri, akan tetapi ustadz/
ustadzah hanya boleh memberi arahan tentang pokok bahasannya saja, misalnya
“ini huruf a”. Atau biasa dikenal dengan metode CBSA (Cara Belajar Santri
Aktif), dimana yang dituntut untuk untuk aktif disini adalah santri. Dengan
tujuan agar potensi yang ada dalam dirinya dapat berkembang secara maksimal dan
santri dapat mandiri serta tidak bergantung kepada orang lain.
Kemudian untuk implementasi/ penerapan metode
Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna, selain menggunakan teknik membaca secara
Individual juga dilakukan dengan menggunakan teknik Klasikal Baca Simak, yaitu
ustadz/ ustadzah membaca pokok bahasan/ materi yang telah ditentukan dengan
menggunakan alat peraga di depan kelas, dan santri menyimak bacaan ustadz/
ustadzah yang kemudian menirukannya secara bersama-sama ataupun secara
perorangan (bergiliran) yang ditunjuk oleh ustadz/ ustadzah. Setelah mengaji
secara Klasikal, santri kemudian membaca secara individual, yaitu membaca
satu-persatu di hadapan ustadz/ ustadzah dengan menggunakan kartu drill. Selain
itu pada metode Tilawati ini juga menggunakan teknik Eja Langsung seperti
teknik yang terdapat pada metode Iqra’, misalnya seperti contoh berikut ini:
Tilawati jilid 1 halaman 1
ا بَ
ا بَ ا ا بَ
بَ
بَ ا ا بَ بَ ا
بَ بَ
ا
ا بَ ا
ا بَ بَ ا بَ بَ
Iqra’ jilid
1 halaman 4
بَ تَ
تَ ب ا ا تَ ب
تَ ا بَ ا بَ تَ بَ تَ ا
ا تَ بَ
تَ ا تَ بَ ا تَ
ا تَ بَ تَ
تَ ا
ا بَ تَ ا بَ تَ
Karena metode Tilawati ini dirasa sangat menarik
yaitu dengan menggunakan lagu atau irama tartil yang diterapkan sejak jilid
pertama, maka Kepala Madrasah Diniyah Al Husna meng-instruksikan kepada
ustadz/ustadzah yang pernah mengikuti pelatihan metode ini untuk
meng-implementasikannya pada setiap kelas. Maka pada setiap jam pelajaran
Klasikal, selain diisi Klasikal surat-surat pendek juga diisi Klasikal Tilawati
dengan menggunakan alat peraga mulai kelas I sampai kelas VI tanpa terkecuali,
meskipun pada kelas VI kebanyakan santri sudah dapat membaca Al Qur’an dengan
baik dan lancar. Hal tersebut dilakukan dengan harapan agar santri mengetahui
dan dapat mempraktekkan membaca Al Qur’an dengan cara melagukannya (menggunakan
irama Rost Standar Nasional).
Untuk dapat menerapkan metode Tilawati ini secara
maksimal, maka seorang ustadz atau ustadzah dituntut untuk mengikuti pelatihan
metode Tilawati ini (bersyahadah) minimal mengetahui teknik atau cara
menyampaikan metode Tilawati pada santri. Atau jika ada salah satu ustadz/
ustadzah yang belum pernah mengikuti pelatihan Tilawati dapat mendengarkan
arahan atau cara melagukan bacaan melalui kaset. Karena pada metode Tilawati
ini mempunyai ciri khas yaitu menggunakan lagu tartil berirama Rost Standar
Nasional, maka ustadz/ ustadzah harus mengetahui dan bisa mempraktekkan irama
tartil tersebut serta melagukannya dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk
Tutor atau kaset (cara membaca dalam metode Tilawati) yang telah tersedia.
Dari hasil
observasi (pengamatan) yang dilakukan oleh peneliti menghasilkan beberapa data
sebagai berikut: yaitu bahwa di Madrasah Diniyah Al Husna pada kedua metode
tersebut (Iqra’ dan Tilawati) menggunakan sistem CBSA (Cara Belajar Santri
Aktif). Maksudnya, yaitu guru atau ustadz/ ustadzah tidak dianjurkan untuk
menuntun atau memberi contoh secara intensif dan juga tidak dianjurkan untuk
memberi informasi yang berlebihan. Hal ini dimaksudkan untuk membantu santri
agar mandiri, aktif, dan kreatif serta tidak selalu mengandalkan bantuan dari
orang lain (ustadz/ ustadzah).
Selain itu,
pada penerapan pembacaannya metode Iqra’ dan Tilawati menggunakan sistem
Individual. Yaitu membaca secara perorangan (satu persatu) di depan wali kelas
atau asisten. Apabila bacannya baik dan benar maka pada buku drill atau
prestasi bacaan santri lebih banyak dituntun dibenarkan bacaannya oleh ustadz/
ustadzah maka harus ditulis Diulang atau C- (kurang).
Khusus pada
metode Tilawati, selain menggunakan sistem Individual juga menggunakan sistem
Klasikal. Yaitu membaca secara bersama-sama setelah ustadz/ ustadzah memberikan
contoh terlebih dahulu. Kemudian untuk kelas I-VI (baik yang sudah sampai Al
Qur’an ataupun yang belum) sebelum memulai pelajaran dan Individual terlebih
dahulu diberikan Klasikal dengan menggunakan alat peraga Tilawati (Jilid 1-5)
selama 15 menit.
Jadi, di Madrasah Diniyah Al Husna untuk saat ini
masih menggunakan 2 metode pembelajaran Al Qur’an,yaitu metode Iqra’ dan metode
Tilawati. Hal tersebut dilakukan karena adanya beberapa faktor yang
mempengaruhi, yaitu karena santri Madrasah Diniyah Al Husna masih banyak yang
menggunakan metode Iqra’ dan sudah sampai pada jilid 3-6, maka apabila santri
dipaksa untuk mengganti dengan metode baru (metode Tilawati) santri akan merasa
kecewa dan putus asa. Kemudian faktor selanjutnya yaitu, karena metode Tilawati
masih dalam masa percobaan (transisi) maka metode ini hanya diterapkan pada
santri baru (khususnya santri kelas 1 dan sebagian santri kelas 2) serta pada
santri yang menggunakan metode Iqra’ jilid 1 dan 2 yang mau atau bersedia untuk
mengganti metodenya. Akan tetapi meskipun banyak diantara santri yang masih
menggunakan metode Iqra’, secara otomatis santri-santri tersebut juga dapat
belajar metode Tilawati, karena pada jam pelajaran Klasikal selain pembacaan
surat-surat pendek secara Klasikal, ustadz/ ustadzah juga akan mengajarkan
metode Tilawati secara Klasikal. Sehingga santri mengetahui serta dapat
melafalkan bacaan-bacaan dengan menggunakan irama/ tartil, meskipun dalam
metode Iqra’ santri tidak boleh melagukan bacaan secara murottal sebelum bacaan
santri baik dan benar.
2. Persamaan dan
Perbedaan Implementasi Metode Iqra’ dan Metode Tilawati Al Qur’an di Madrasah
Diniyah Al Husna Lawang
Metode merupakan suatu sarana atau cara yang
digunakan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal, efektif,
dan efisien. Pada dasarnya semua metode dalam hal ini metode kontemporer dalam
pembelajaran Al Qur’an menginginkan/ mengharapkan agar peserta didik mudah dan
cepat dalam membaca Al Qur’an dengan baik dan benar. Oleh karena itu persamaan
dan perbedaan yang terdapat antara metode satu dengan metode yang lainnya lazim
(sudah umum) ditemukan keberadaannya.
Menurut kepala Madrasah serta ustadz/ ustadzah yang
mengajar di Madrasah Diniyah Al Husna antara metode Iqra’ dan metode Tilawati
memiliki beberapa persamaan, yaitu sama-sama merupakan suatu metode
pembelajaran Al Qur’an dengan cara yang cepat tanpa harus mengeja huruf secara
satu-persatu serta menghafal terlebih dahulu atau biasa disebut dengan Eja
Langsung. Hal tersebut sesuai dengan penuturan dari Ibu Lailil Qomariyah
berikut:
“...Persamaan antara metode Iqra’
dan metode Tilawati terletak pada cara membacanya yang tidak harus menghafal
ke-29 huruf Hijaiyah terlebih dahulu, karena hal tersebut dapat membebani
santri. Selain itu pada kedua metode tersebut tidak perlu mengeja huruf secara
satu persatu seperti; alif fathah a, ba’ fathah ba, jim fathah ja, dan
seterusnya, akan tetapi dapat dibaca secara langsung tanpa harus mengejanya
misalnya; a, ba, ta, tsa, ja, dan seterusnya.” (Wawancara dengan Ibu Lailil
Qomariyah selaku Kepala Madrasah Diniyah Al Husna, tgl. 10 Oktober 2006, pkl.
16.00 wib.)
Maka dari pernyataan tersebut salah satu alasan atau
faktor penggunaan kedua metode tersebut di Madrasah Diniyah Al Husna yaitu
karena keduanya menggunakan sistem Eja Langsung, jadi santri tidak perlu
mengeja huruf satu persatu serta dapat mempersingkat waktu. Selain persamaan
yang telah dituturkan oleh Kepala Madrasah Diniyah Al Husna tersebut di atas,
menurut deskripsi salah satu ustadz yang menyatakan:
“...Metode Iqra’ dan metode
Tilawati mempunyai persamaan struktur, yaitu keduanya disajikan dalam bentuk
yang bervariasi atau dalam bentuk yang berjilid-jilid, dimana setiap satu jilid
disusun dalam 1 buku dengan warna sampul yang berbeda, sehingga santri dapat
terpacu untuk segera menyelesaikan jilidnya dan menuju jilid selanjutnya.
Sedangkan secara implementasi/ penerapannya, dalam kedua metode tersebut santri
dikelompokkan menurut tingkatan jilidnya masing-masing dan ustadz/ ustadzah
hanya memberi contoh/ arahan serta tidak diperbolehkan menuntun. Karena pada
kedua metode ini menerapkan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), sehingga
santri dapat mandiri tanpa harus selalu mengharapkan bantuan dari ustadz/
ustadzah.” (Wawancara dengan Ustadz M. Mukhlisin selaku Waka Bid. Kurikulum,
tgl. 11 Oktober 2006, pkl. 15.15 wib.)
Dari deskripsi tersebut juga terlihat pada
implementasi kedua metode yang diterapkan di Madrasah Diniyah Al Husna.
Misalnya mengenai cover atau sampul yang berbeda warna dalam setiap jilid dari
kedua metode tersebut dapat merangsang santri untuk berpacu dan lebih
meningkatkan belajarnya agar cepat menuju ke tingkatan jilid yang lebih tinggi.
Selain itu pada sistem yang ditawarkan oleh kedua metode tersebut, yaitu sistem
CBSA (Cara Belajar Santri Aktif) Madrasah Diniyah Al Husna juga menerapkannya.
Hal itu terbukti pada saat proses pembelajaran Al Qur’an secara individual atau
privat, yaitu ketika santri maju satu-persatu, ustadz/ ustadzah hanya berfungsi
sebagai pemerhati (penyemak) serta memberikan peringatan kepada santri bahwa
bacaannya salah, dan ustadz/ ustadzah dilarang untuk memberikan keterangan
ataupun informasi lainnya agar santri dapat konsentrasi dan mengetahui mengapa
bacaannya salah. Pernyataan yang telah disampaikan oleh Ustadz Mukhlisin di
atas, diperkuat oleh informasi yang disampaikan oleh Ustadzah Misbahus Sholihah
seperti dalam petikan deskripsi berikut ini:
“...Setiap metode pembelajaran Al
Qur’an sebenarnya menginginkan tujuan yang sama, yaitu ingin menerapkan suatu
cara yang cepat dan mudah untuk membaca Al Qur’an dimana didalamnya juga
terdapat petunjuk tajwid dan makhraj yang baik dan benar.” (Wawancara dengan
Ustadzah Misbahus Sholihah selaku Waka Bid. Kesantrian, tgl. 12 Oktober 2006,
pkl. 15.30 wib.)
Senada dengan deskripsi tersebut, pada metode Iqra’
dan metode Tilawati juga disajikan mengenai tajwid serta makharijul huruf
seperti contoh bacaan tajwid berikut:
- Bacaan Idghom Bighunnah:
ً
ٍ ٌ atauنْ = ي لِقوْمٍ يَّعْملوْنَ
- Bacaan Idghom Bilaghunnah:
ً ٍ
ٌ atauنْ = ر ل اِنْ لم يكن
- Bacaan Iqlab:
ً ٍ
ٌ atauنْ
= ب مِنْ
بَعْدِ هِمْ
- Bacaan Idzhar Halqi:
ً ٍ
ٌ atauنْ
= ا ء خ ح ع غ هـ وَمَنْ اصدَقَ
- Bacaan Ikhfa’ Hakiki:
نْ – اندَادًا – عِندَهَا ً ٍ
ٌ = نْ رَسُول
كريم
Serta contoh makharijul huruf
sebagai berikut:
غ -
ز
- ص
زَ
زِ زُ : بز صَ ص صُ : بص غ غ غ : بغ
يَغفِرُوْ نَ يَغلِبُوْنَ يَغسِلوْ نَ
مُزهِـدِيْنَ مُز رعِيْنَ مُزعِميْنَ
يُصلِحُوْنَ يُصبرُوْ نَ يُصحبُوْ نَ
Akan tetapi
di Madrasah Diniyah Al Husna juga mengemas/ memasukkan masalah tajwid dan
makharijul huruf kedalam satu bidang studi yaitu Tajwid, yang juga telah diformat
kedalam kurikulum Madrasah Diniyah Al Husna, sehingga informasi mengenai
makharijul huruf serta tajwid dapat diketahui secara mendalam. Maka apabila
santri masih bingung akan keterangan yang dipaparkan dalam buku Iqra’ maupun
Tilawati, santri dapat memperhatikan serta menanyakan secara langsung hal-hal
mengenai tajwid kepada ustadz/ ustadzah.
Kemudian untuk pemakaian sistem atau cara penerapan pembelajaran Al
Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna, pada kedua metode tersebut (Iqra’ dan
Tilawati) diterapkan melalui sistem privat/ individual, yaitu santri membaca di
depan ustadz/ ustadzah yang kemudian hasil bacaannya tersebut ditulis ke dalam
kartu drill. Sehingga ustadz/ ustadzah secara langsung dapat memantau
perkembangan bacaan santri satu-persatu.
Selain persamaan yang telah dipaparkan serta
dituturkan oleh ustadz/ ustadzah di atas, antara metode Iqra’ dan Tilawati juga
terdapat perbedaan yang menonjol pada implementasinya di Madrasah Diniyah Al
Husna, sebagaimana pernyataan dari Ustadz Heri Utomo berikut:
“...Perbedaan yang sangat
menonjol antara metode Iqra’ dan metode Tilawati yaitu terletak pada lagu.
Untuk metode Iqra’ pelaguan terhadap bacaan bisa diberikan apabila santri sudah
khatam dan lancar, baik dan benar dalam pelafalan makhraj dan tajwidnya (jika
sudah khatam Iqra’ jilid 6). Sedangkan untuk metode Tilawati pelaguan pada
bacaan (tartil) sudah diterapkan sejak Tilawati jilid 1 sampai jilid 5.”
(Wawancara dengan Ustadz Heri Utomo selaku Waka Bid. Sarana Prasarana, tgl. 13
Oktober 2006, pkl. 15.45 wib.)
Setelah selesai membaca do’a dan sebelum proses
pembelajaran dimulai secara individual atau privat, terlebih dahulu santri
diajak untuk membaca secara Klasikal. Dan untuk teknik membaca Klasikal ini
digunakan alat peraga Tilawati, dengan harapan santri mengetahui dan bisa
melafalkan bacaan dengan menggunakan lagu seperti pada metode Tilawati,
meskipun santri tersebut masih menggunakan metode Iqra’ ataupun sudah sampai Al
Qur’an. Oleh karena itu, pada setiap kelas harus tersedia peraga Tilawati sebagai
media untuk mempermudah proses belajar secara Klasikal tersebut. Maka pada
setiap jam pelajaran Klasikal, selain membaca surat-surat pendek dengan cara
bersama-sama (Klasikal), juga membaca Tilawati secara Klasikal dengan
menggunakan alat peraga mulai dan dapat disesuaikan menurut rata-rata usia
santri. Misalnya pada santri kelas VI yang rata-rata sudah membaca Al Qur’an
dengan baik dan lancar dapat menggunakan alat peraga Tilawati jilid 4 atau
jilid 5. Hal tersebut dilakukan dengan harapan agar santri mengetahui dan dapat
mempraktekkan membaca Al Qur’an dengan cara melagukannya melalui pendekatan
irama Rost. Jadi khusus pada metode Tilawati saja yang menggunakan teknik
membaca Klasikal sebagai media sosialisasi terhadap bacaan tartil.
Selain perbedaan tersebut di atas, pada metode Iqra’
untuk huruf-huruf yang sulit atau rumit dalam pelafalannya menggunakan
pendekatan bunyi, misalnya seperti:
شَ
Lebih diarahkan ke bunyi SIA daripada keliru سَ
قَ
Lebih diarahkan ke bunyi KO daripada keliru خَ
ضَ Lebih diarahkan ke bunyi
DHO (kendor) daripada keliru ظ
ظ
Lebih diarahkan ke bunyi ذ (dibaca dengan bibir
agak maju)
Sedangkan pada metode Tilawati
untuk huruf-huruf yang dalam pelafalannya rumit, disarankan untuk tetap
melafalkannya secara baik dan benar sesuai dengan makharijul hurufnya. Hal
tersebut dimaksudkan agar santri terhindar dari kesalahan pelafalan huruf sejak
dini dan terbiasa melafalkan huruf secara baik dan benar.
Maka,
dari penjelasan di atas perbedaan antara metode Iqra’ dan Tilawati dapat
dikategorikan sebagai berikut:
Metode
Iqra’
|
Metode
Tilawati
|
§
Tidak
diperbolehkan untuk melagukan bacaan
§
Menggunakan
pendekatan bunyi pada makharijul huruf
§
Menggunakan
khot standart dengan tinta hitam
§
Dalam
pembacaannya menggunakan sistem Individual
|
§
Menggunakan
lagu dengan irama Rost Standart Nasional
§
Makharijul
huruf harus dilafalkan dengan baik dan benar
§
Menggunakan
khot standart dengan tinta hitam dan merah untuk membedakan materi
§
Dalam
pembacaannya menggunakan sistem Individual dan Klasikal
|
3. Faktor Pendukung
dan Penghambat Implementasi Metode Iqra’ dan Metode Tilawati Al Qur’an di
Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Penerapan suatu metode tentunya tidak akan terlepas
dari faktor pendukung serta faktor penghambat yang dapat menjadi kesuksesan
serta kendala dalam pelaksanaan metode tersebut. Begitu pula dengan penerapan
(implementasi) metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna
Lawang. Dengan adanya faktor pendukung saja tidak mungkin suatu metode atau
harapan yang diinginkan dapat tercapai, karena dibalik faktor tersebut terdapat
hambatan-hambatan yang apabila solusinya dapat ditemukan dapat menjadi jalan
atau media untuk menuju kesuksesan.
Hambatan (faktor penghambat) ini mungkin terjadi
karena metode merupakan salah satu unsur pendidikan yang sangat kompleks,
karena bersangkutan atau berkaitan dengan unsur-unsur pendidikan lainnya.
Sehingga untuk mencapai tujuan pembelajaran Al Qur’an secara maksimal dan
optimal bukanlah suatu hal yang mudah. Kesemuanya membutuhkan suatu proses dan
solusi untuk meminimalisir hambatan (faktor-faktor penghambat) tersebut.
Adapun faktor-faktor yang mendukung bagi
implementasi metode Iqra’ dan Tilawati antara lain yaitu: tersedianya alat-alat
peraga Iqra’ dan Tilawati. Akan tetapi untuk saat ini alat peraga yang sering
dan selalu digunakan adalah alat peraga Tilawati, hal ini dilakukan sebagai
sarana untuk mensosialisasikan metode baru (Tilawati) kepada santri yang masih
menggunakan metode Iqra’. Selain itu juga tersedianya kaset-kaset Murottal
dengan beragam irama dalam pelaguan bacaan Al Qur’an. Jadi meskipun santri yang
dulunya menggunakan metode Iqra’ dapat belajar tartil atau melagukan bacaan
surat-surat pendek secara Klasikal, karena pada metode Iqra’ tidak
diperkenankan memakai lagu (tartil) jika santri belum khatam Iqra’.
Agar proses pembelajaran Al Qur’an secara Individual
dapat berlangsung secara optimal dan maksimal, maka pada setiap kelas selain
diajar oleh ustadz/ ustadzah wali kelas, juga dibantu oleh asisten. Maka
asisten juga harus mengetahui bagaimana bentuk atau struktur serta cara
penerapan kedua metode yang digunakan di Madrasah Diniyah Al Husna. Jika
asisten tidak pernah mengikuti diklat atau pelatihan kedua metode tersebut dapt
belajar secara autodidak, misalnya saja untuk metode Iqra’ dapat melihat
panduan atau petunjuk mengajar Iqra’ yang tercantum pada halaman-halaman awal
di setiap jilid Iqra’. Kemudian untuk metode Tilawati dapat mendengarkan kaset
yang telah tersedia.
Pada semua metode pembelajaran selalu dipaparkan
informasi mengenai tajwid dan makharijul huruf. Dan seringkali pada pembahasan
tentang materi tersebut santri selalu merasa bingung karena penjelasan yang ditawarkan
oleh metode tersebut terlalu sulit (rumit). Oleh karena itu, Madrasah Diniyah
Al Husna mengemas/ memasukkan masalah tajwid dan makharijul huruf tersebut
kedalam satu bidang studi yaitu Tajwid, yang juga telah diformat kedalam
kurikulum Madrasah Diniyah Al Husna, sehingga informasi mengenai makharijul
huruf serta tajwid dapat diketahui secara mendalam, dan dapat medapatkan
informasi serta menanyakan secara langsung hal-hal mengenai tajwid kepada
ustadz/ ustadzah.
Selain kaset-kaset Murottal yang telah tersedia di
Madrasah Diniyah Al Husna, agar ustadz/ ustadzah dapat menerapkan metode
Tilawati; dimana cara membacanya harus dengan menggunakan irama Rost (Standar
Nasional), maka pihak Madrasah Diniyah Al Husna mengadakan kursus tartil gratis
bagi para ustadz/ ustadzah. Kursus tartil ini dilaksanakan 1 kali dalam setiap
minggunya dengan mendatangkan tutor atau ustadz yang berpengalaman serta
mengetahui seluk beluk Irama Tartil. Dan untuk metode Iqra’, apabila ustadz/
ustadzah tidak pernah mengikuti diklat atau pelatihan metode tersebut dapat
merujuk atau mengikuti petunjuk mengajar yang tertera pada setiap jilidnya,
seperti petunjuk mengajar Iqra’ jilid 5 berikut;
Petunjuk mengajar jilid 5
1.
Petunjuk
mengajar jilid 1 nomor 1,2,3,5,7,8, jilid 2 nomor 6, jilid 3 nomor 3, dan jilid
4 nomor 3 masih berlaku untuk jilid 5 ini.
2.
Halaman 23
adalah surat Al Mu’minun ayat 1-11 sebaiknya santri dianjurkan menghafalkan,
syukur dengan artinya.
3.
Bila ada
beberapa santri yang sama tingkat pelajarannya boleh menggunakan sistem
tadarus, secara bergiliran membaca sekitar 2 baris, sedang lainnya menyimak.
4.
Santri tidak
harus mengenal istilah-istilah tajwid, seperti idghom, ikhfa’ dan sebagainya,
yang penting secara praktis betul bacaannya.
5.
Agar menghayati
bacaan yang penting dan untuk membikin suasana semarak, baik andaikata santri
diajak membaca bersama-sama/ koor yaitu halaman 16 sampai dengan 19 (3 baris
dari atas).
Kemudian untuk faktor penghambat bagi implementasi
kedua metode tersebut, Ustadzah Misbahus Sholihah menyatakan argumennya dalam deskripsi
wawancara berikut:
“...Untuk santri yang menggunakan
metode Iqra’ maupun metode Tilawati, apabila sudah sampai pada bab atau materi
yang membahas tentang bacaan mad (panjang) sering terjadi pengulangan pada bab
tersebut. Dan untuk metode Tilawati apabila penguasaan lagu, santri kurang bisa
memahami dan mempraktekkannya, maka santri cenderung tidak dapat mempertahankan
lagu atau irama tersebut.” (Wawancara dengan Ustadzah Misbahus Sholihah selaku
Waka Bid. Kesantrian, tgl. 12 Oktober 2006, pkl. 16.00 wib.)
Dari deskripsi wawancara yang diutarakan oleh
Ustadzah Misbahus Sholihah tersebut, maka pada metode Iqra’ dan metode Tilawati
salah factor penghambatnya yaitu terletak pada materi bacaan mad yang
seringkali terjadi pengulangan pada halaman-halaman tertentu. Hal tersebut
terjadi karena santri merasa kebingungan atau lupa pada bacaan mana yang harus
dibaca panjang serta mana yang harus dibaca pendek.
Selain itu pada implementasi metode Tilawati,
apabila santri telah menginjak jilid 3 keatas, cenderung tidak dapat
mempertahankan irama lagunya. Salah satu penyebabnya yaitu karena santri merasa
bingung antara mengingat atau menghafal lagu dengan materi yang telah
dipelajari sebelumnya.
Selanjutnya untuk faktor penghambat bagi implementasi
metode Tilawati, Ustadzah Siti Aminah menambahkan:
“...Apabila ustadz/ustadzah
kurang menguasai cara atau teknik penyampaian metode Tilawati pada santri, maka
cara membaca (dengan menggunakan irama) santri-pun akan beraneka ragam dan
tidak sesuai dengan kaidah atau tata cara membaca Tilawati dengan menggunakan
irama Rost (Standar Nasional).” (Wawancara dengan Ustadzah Siti Aminah, tgl. 14
Oktober 2006, pkl. 15.30 wib.)
Maka meskipun ustadz/ ustadzah yang belum pernah
mengikuti diklat atau pelatihan Tilawati belajar dengan Irama Rost melalui
kaset, tidak menjamin ustadz/ ustadzah tersebut akan berhasil mengajarkan
metode Tilawati tersebut secara maksimal dan optimal.
Sedangkan faktor lainnya yang dapat menghambat
implementasi metode Iqra’ adalah sebagaimana yang dituturkan oleh Kepala
Madrsah Diniyah Al Husna berikut:
“...Pada metode Iqra’ tidak
disusun atau dicetak buku khusus untuk panduan petunjuk membaca secara
Klasikal. Selain itu pada metode Iqra’ santri tidak dikenalkan pada huruf-huruf
Hijaiyah asli, sehingga ketika santri sampai pada Iqra’ jilid 6 dan bertemu
dengan bacaan-bacaan fawatihussuwar atau Muqhottho’ah, santri tidak dapat
membacanya dengan benar dan membutuhkan bimbingan serta contoh dari
ustadz/ustadzah.” (Wawancara dengan Ibu Lailil Qomariyah selaku Kepala Madrasah
Diniyah Al Husna, tgl. 10 Oktober 2006, pkl. 16.15 wib.)
Dari deskripsi tersebut di atas menyatakan bahwa
implementasi metode Iqra’ di Madrasah Diniyah Al Husna kurang berjalan secara
maksimal karena tidak tersedianya buku khusus sebagai panduan dalam membaca
secara Klasikal. Selain itu, pada metode Iqra’ ini santri tidak dikenalkan pada
huruf-huruf Hijaiyah asli, sehingga ketika santri menginjak pada jilid 6
khususnya pada halaman 28 yang membahas mengenai materi bacaan-bacaan
fawatihussuwar atau Muqhottho’ah, contohnya seperti berikut di bawah ini:
يس ص طسمّ ن عسق ا لم
ا ل مص ا لمر حم كهيعص ا لر طس
santri tidak dapat melafalkan dengan baik dan benar, dan membutuhkan
bantuan atau contoh dari ustadz/ ustadzah. Sehingga pada materi atau bahasan
ini santri cenderung mengulangnya sampai beberapa kali.
Dari hasil deskripsi di
atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan mengenai faktor-faktor pendukung
serta penghambat bagi penerapan metode Iqra’ dan Tilawati, dan dapat dikategorikan
seperti berikut:
Faktor
Pendukung
|
Faktor
Penghambat
|
·
Tersedianya
alat-alat peraga Iqra’ dan Tilawati
·
Untuk metode
Iqra’ ustadz/ ustadzah tidak perlu harus bersyahadah atau mengikuti diklat,
karena sudah ada panduan mengajarnya
·
Agar proses
belajar (khususnya membaca secara Individual) dapat terlaksana secara
maksimal, wali kelas dibantu oleh seorang asisten
|
·
Pada materi
bacaan mad (panjang), cenderung bacaan selalu diulang-ulang
·
Untuk metode
Tilawati ustadz/ ustadzah harus mengikuti diklat terlebih dahulu
·
Pada santri
yang usianya masih kecil untuk metode Tilawati setelah menginjak jilid 2
keatas lagunya cenderung hilang
|
BAB V
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi
Metode Iqra’ dan Metode Tilawati dalam Pembelajaran Al Qur’an di Madrasah
Diniyah Al Husna Lawang
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya
bahwasannya Madrasah Diniyah Al Husna untuk saat ini menggunakan 2 metode
pembelajaran Al Qur’an. Hal ini terjadi karena Madrasah Diniyah Al Husna ingin
mengadakan pembaharuan atau inovasi terhadap metode pembelajaran Al Qur’an.
Yaitu dengan cara mengganti metode lama (Iqra’) dengan metode baru (Tilawati)
secara bertahap. Bukan berarti dengan berganti metode baru Madrasah Diniyah Al
Husna menganggap remeh terhadap metode yang lama, akan tetapi semata-mata ingin
lebih meningkatkan implementasi metode pembelajaran Al Qur’an secara efektif
dan efisien.
Pada dasarnya sistem yang dimiliki oleh kedua metode
tersebut sama, yaitu memudahkan peserta didik dalam rangka belajar membaca
menulis Al Qur’an secara praktis. Selain menerapkan sistem Eja Langsung, dimana
santri tidak perlu mengeja huruf satu-persatu serta menghafal ke-29 huruf
Hijaiyah terlebih dahulu, pada kedua metode yang diterapkan (diimplementasikan)
pada Madrasah Diniyah Al Husna tersebut juga menggunakan prinsip CBSA (Cara
Belajar Santri Aktif). Yang berarti ustadz/ustadzah tidak boleh memberikan
tuntunan atau informasi secara berlebihan kepada santri mengenai materi yang ia
baca, cukup dengan memberikan contoh atau arahan sesuai dengan kebutuhan
santri. Hal tersebut dimaksudkan agar santri dapat mandiri dan tidak selalu
menggantungkan pada bantuan ustadz/ustadzah.
Sebagaimana pernyataan Drs. HM. Budiyanto, yang
menyatakan bahwa:
Prinsip CBSA (Cara
Belajar Santri Aktif) atau prinsip ‘Biriyadlotuil
Athfal’ adalah suatu prinsip dalam pengajaran yang ditandai oleh
diutamkannya ‘belajar’ daripada ‘mengajar’, atau dengan perkataan lain
CBSA adalah suatu sistem belajra-mengajar yang menekankan keaktifan siswa
secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar
yang berupa perpaduan antara matra kognitif, afektif, dan psikomotorik”.[50]
Pada implementasi kedua metode tersebut (Iqra’ dan
Tilawati) dilakukan dengan menggunakan teknik privat atau penyimakan. Dimana
santri membaca secara satu-persatu di depan ustadz/ustadzah, yang kemudian
hasil bacaan santri tersebut ditulis atau dicatat dalam buku prestasi bacaan
santri atau biasa disebut dengan kartu drill. Jika santri mampu membaca dengan
baik dan benar, maka santri dapat melanjutkan ke halaman atau materi
selanjutnya. Teknik privat atau penyemakan ini biasa juga disebut dengan teknik
Individual. Sedangkan untuk santri yang akan khatam diwajibkan untuk membaca
halaman terakhir (EBTA) di depan munaqis, dalam hal ini yang bertindak sebagai
munaqis adalah Kepala Madrasah Diniyah Al Husna. Dan jika bacaan santri baik
dan benar maka dapat melanjutkan pada tingkatan jilid selanjutnya atau dapat
melanjutkan ke tahap membaca Al Qur’an 1.
Selain teknik Individual yang telah dijelaskan diatas,
pada Madrasah Diniyah Al Husna juga menggunakan teknik Klasikal. Dan untuk
teknik ini hanya dikhususkan pada penggunaan metode Tilawati saja. Dimana
seorang ustadz/ustadzah memberikan contoh bacaan atau materi terlebih dahulu,
kemudian santri mengikutinya secara bersama-sama.
B. Persamaan dan
Perbedaan Implementasi Metode Iqra’ dan Metode Tilawati dalam Pembelajaran Al
Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Antara metode yang satu dengan lainnya pastilah
memiliki persamaan serta perbedaan, baik secara stuktur maupun dalam
implementasinya. Adapun persamaan yang dimiliki oleh metode Iqra’ dan metode
Tilawati antara lain sebagai berikut: sama-sama menggunakan prinsip CBSA (Cara
Belajar Santri Aktif), sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub bahasan sebelumnya.
Kemudian susunan buku atau jilidnya Variatif, karena kedua metode tersebut
disusun menjadi beberapa jilid yang disajikan menjadi beberapa buku dengan
cover menarik dan warna yang berbeda misalnya:
Metode Iqra’: Metode Tilawati:
jilid 1, berwarna = orange jilid
1, berwarna = hijau
jilid 1, berwarna = hijau jilid
2, berwarna = coklat
jilid 3, berwarna = biru jilid
3, berwarna = biru tua
jilid 4, berwarna = merah jilid
4, berwarna = ungu
jilid 5, berwarna = ungu jilid
5, berwarna = biru muda
jilid 6, berwarna = coklat
sehingga melalui warna-warna cover atau sampul yang menarik tersebut dapat
merangsang santri untuk segera menuju ke tingkatan jilid selanjutnya.
Selain itu, pada implementasi kedua metode tersebut
menggunakan sistem Eja Langsung atau membaca langsung tanpa terputus-putus,
sehingga tidak membutuhkan banyak waktu serta tidak harus menghafal ke-29 huruf
Hijaiyah terlebih dahulu. Dan agar santri terhindar dari kesalahan dalam
pelafalan makhraj maka sejak jilid pertama (awal), pada huruf yang agak sulit
dalam pelafalannya ustazd/ustadzah membantu santri untuk bagaimana cara membaca
huruf tersebut serta cara pendekatannya, misalnya:
شَ
Lebih diarahkan ke bunyi SIA daripada keliru سَ
قَ
Lebih diarahkan ke bunyi KO daripada keliru خَ
ضَ Lebih diarahkan ke bunyi
DHO (kendor) daripada keliru ظ
ظ
Lebih diarahkan ke bunyi ذ (dibaca dengan bibir
agak maju)
Akan tetapi cara pendekatan tersebut hanya bersifat
sementara, mengingat usia santri yang masih sangat kecil atau santri memiliki
keterbatasan fisik. Maka secara bertahap santri tersebut harus juga dibiasakan
dan diarahkan untuk melafalkan huruf yang sempurna, agar kelak ketika ia dewasa
dapat melafalkan huruf dengan baik dan benar. Oleh karena itu, para ustadz/
ustadzah harus tetap menanamkan kepada santri cara pelafalan huruf yang baik
dan benar sedini mugkin. Sebagaimana yang tercantum dalam buku karangan Nur
Uhbiyati, yang menyatakan bahwa “semua yang dipelajari anak di waktu kecil
mempunyai pengaruh atau kesan yang sangat mendalam, sehingga sulit untuk
dihilangkan, dan kalaupun ingin dihilangkan harus menempuh proses yang sangat
lama”.[51]
Sedangkan perbedaan implementasi yang dimiliki oleh
metode Iqra’ dan Tilawati pada Madrasah Diniyah Al Husna antara lain yaitu:
untuk metode Tilawati menggunakan lagu dengan irama Rost Standar Nasional. Oleh
karena itu, para ustadz/ustadzah harus bisa memberikan contoh bacaan secara
fasih di depan santri. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dipaparkan dalam
tehnik mengajar buku Tilawati pada jilid 4, yaitu “pada jilid 4 ini merupakan
kunci keberhasilan bacaan tartil, maka ustadz yang mengajar jilid ini bacaannya
harus benar-benar tartil/fasih dan telah mentashihkan diri pada para ahli Al
Qur’an setempat serta mengikuti pembinaan di daerah setempat”.[52]
Sedangkan untuk metode Iqra’ pelaguan terhadap
bacaan tidak boleh diberikan sebelum santri khatam atau dapat melafalkan bacaan
secara baik dan benar. Sebagaimana yang tercantum dalam petunjuk mengajar Iqra’
jilid 6 yang menyatakan “santri tidak diperbolehkan untuk diajari dengan bacaan
berlagu walaupun dengan irama Murottal, dan untuk kaset Murottal yang
dikeluarkan oleh Team Tadrus ‘AMM’ dimaksudkan bagi yang sudah lancar dalam
bertadarrus Al Qur’an”.[53]
Sedangkan untuk penulisan huruf (khot) pada metode
Tilawati menggunakan 2 warna tinta yaitu tinta hitam dan tinta merah, tinta
merah berfungsi untuk memberi tanda pada materi/pokok bahasan yang baru
sedangkan tinta hitam untuk materi yang pernah diberikan sebelumnya, seperti
pada contoh materi jilid 1 berikut:
بَ تَ
بَ تَ تَ ب ا تَ
تَ تَ تَ
بَ تَ ا
تَ بَ تَ تَ تَ بَ
تَ ا
بَ بَ ا تَ
ا تَ بَ ا بَ تَ
Akan tetapi pada metode Iqra’ penulisan huruf (khot)
hanya menggunakan tinta hitam saja baik pada materi yang sudah diberikan
sebelumnya maupun pada materi baru, sebagaimana contoh berikut:
بَ تَ
تَ ب ا ا تَ ب
تَ ا بَ ا بَ تَ بَ تَ ا
ا تَ بَ
تَ ا تَ بَ ا تَ
ا تَ بَ تَ
تَ ا
C. Faktor Pendukung
dan Penghambat Implementasi Metode Iqra’ dan Metode Tilawati dalam Pembelajaran
Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Dalam penerapan (implementasi) metode Iqra’ dan
metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang, memiliki faktor pendukung
dan faktor penghambat. Adapun faktor-faktor yang mendukung bagi implementasi
metode Iqra’ dan Tilawati antara lain yaitu: tersedianya alat-alat peraga Iqra’
dan Tilawati, yang juga didukung oleh kaset-kaset Murottal dengan beragam irama
dalam pelaguan bacaan Al Qur’an.
Hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan proses
belajar santri, yaitu dengan sarana atau media kaset-kaset Murottal tersebut
yang diputar selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Sehingga santri dapat
menyimak serta mengingat-ingat irama tartil, yang kemudian dapat dipraktekkan
ketika santri membaca Al Qur’an. Dan melalui latihan serta kebiasaan
mendengarkan tersebut, diharapkan santri dapat meningkatkan prestasi membaca Al
Qur’annya. Sebagaimana pernyataan Zakiah Daradjat “untuk membina anak agar
mempunyai sifat-sifat terpuji tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian
saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan hal yang baik, karena
dengan kebiasaan dan latihan tersebutyang membuat dia cenderung kepada
melakukan yang baik.”[56]
Dan untuk mempersingkat waktu selama proses
pembelajaran secara Individual seorang wali kelas dibantu oleh seorang asisten.
Sehingga prestasi bacaan santri dapat dipantau secara maksimal, dan memiliki
waktu belajar yang maksimal pula.
Kemudian untuk metode Iqra’, bagi ustadz/ustadzah
yang belum pernah mengikuti diklat ataupun pelatihan metode ini dapat melihat
atau merujuk pada petunjuk mengajar yang tercantum pada tiap jilidnya, dimana
pada tiap jilid terdapat petunjuk yang berbeda-beda, seperti berikut ini:
Petunjuk mengajar jilid 5
1.
Petunjuk mengajar jilid 1 nomor
1,2,3,5,7,8, jilid 2 nomor 6, jilid 3 nomor 3, dan jilid 4 nomor 3 masih
berlaku untuk jilid 5 ini.
2.
Halaman 23 adalah surat Al
Mu’minun ayat 1-11 sebaiknya santri dianjurkan menghafalkan, syukur dengan
artinya.
3.
Bila ada beberapa santri yang
sama tingkat pelajarannya boleh menggunakan system tadarus, secara bergiliran
membaca sekitar 2 baris, sedang lainnya menyimak.
4.
Santri tidak harus mengenal
istilah-istilah tajwid, seperti idghom, ikhfa’ dan sebagainya, yang penting
secara praktis betul bacaannya.
5.
Agar menghayati bacaan yang
penting dan untuk membikin suasana semarak, baik andaikata santri diajak
membaca bersama-sama / koor yaitu halaman 16 sampai dengan 19 (3 baris dari
atas).
Untuk faktor penghambat bagi implementasi kedua
metode tersebut, diantaranya yaitu: yaitu terletak pada materi bacaan mad yang
seringkali terjadi pengulangan pada halaman-halaman tertentu. Hal tersebut
terjadi karena santri merasa kebingungan atau lupa pada bacaan mana yang harus
dibaca panjang serta mana yang harus dibaca pendek.
Selain itu pada implementasi metode Tilawati,
apabila santri telah menginjak jilid 3 keatas, cenderung tidak dapat
mempertahankan irama tartil Salah satu penyebabnya yaitu karena santri merasa
bingung antara mengingat atau menghafal lagu dengan materi yang telah
dipelajari sebelumnya.
Selain itu, pada metode Iqra’ ini santri tidak
dikenalkan pada huruf-huruf Hijaiyah asli, sehingga ketika santri menginjak
pada jilid 6 khususnya pada halaman 28 yang membahas mengenai materi
bacaan-bacaan fawatihussuwar yang Muqhottho’ah, santri tidak dapat
melafalkannya dengan baik dan benar. Sebagaimana contoh berikut ini:
يس ص طسمّ ن عسق ا لم
ا لمص ا لمر حم كهيعص ا لر طس
Sehingga
dalam penerapan/ implementasinya santri selalu menunggu ustadz/ ustadzah untuk
memberi contoh secara berulang-ulang. Sehingga pada materi atau bahasan
ini santri cenderung mengulangnya sampai beberapa kali. Oleh karena itu,
dibutuhkan pembiasaan berupa latihan-latihan secara kontinyu atau berkelanjutan
dari ustadz/ ustadzah, agar ketika santri membaca Al Qur’an tidak selalu
menunggua ustadz/ ustadzah memberikan contoh bacaan terlebih dahulu. Menginagt
pembiasaan dan latihan memiliki peranan yang penting dalam pendidikan, maka
Zakiah Daradjat dalam bukunya menyatakan “hendaknya setiap pendidik menyadari
bahwa pembinaan pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan
latihan-latihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya.”[58]
BAB VI
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan penulis pada penyajian
dan analisis data di atas, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1
Implementasi metode Iqra’ dan
Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna diantaranya yaitu: penggunaan sistem CBSA
(Cara Belajar Santri Aktif); penggunaan teknik membaca Eja Langsung serta
Individual (membaca secara perorangan di depan ustadz/ ustadzah).
2
Persamaan implementasi antara metode
Iqra’ dan Tilawati antara lain yaitu: penggunaan sistem CBSA (Cara Belajar
Santri Aktif), penggunaan teknik Eja Langsung dalam pembacaannya, penggunaan
teknik Individual (membaca secara perorangan didepan ustadz/ ustadzah), serta
disusun/ dicetak dengan bentuk yang Variatif. Sedangkan untuk
perbedaan pada implementasi metode Iqra’ dan Tilawati adalah: untuk metode
Tilawati menggunakan lagu Irama Rost Standar Nasional, sedangkan untuk metode
Iqra’ tidak diperbolehkan menggunakan lagu meski Irama Murottal sekalipun; pada
metode Iqra’ menggunakan pendekatan bunyi untuk huruf-huruf yang sulit dalam
pelafalannya, sedangkan pada metode Tilawati ditekankan untuk melafalkan huruf
sesuai dengan makhraj yang benar; selain menggunakan teknik membaca secara
Individual pada metode Tilawati juga menggunakan teknik Klasikal, sedangkan
pada metode Iqra’ hanya menggunakan teknik Individual saja.
3
Faktor-faktor
yang mendukung dalam implementasi metode Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah
Al Husna, yaitu: telah tersedianya alat-alat peraga serta kaset-kaset Murottal
(dengan beberapa jenis irama lagu); untuk mempersingkat waktu, selama
Individual ustadz/ ustadzah dibantu oleh seorang asisten sehingga prestasi
bacaan santri dapat dipantau secara maksimal dan santri memiliki banyak waktu
belajar yang maksimal pula. Untuk metode Iqra’ meskipun ustadz/ ustadzah tidak
mengikuti diklat/ pelatihan dapat secara langsung mengajarkan metode Iqra’ ini
karena terdapat petunjuk mengajar pada setiap jilidnya. Dan untuk perbedaan
pada implementasinya adalah: jika ustadz/ ustadzah tidak mengikuti pelatihan
atau diklat metode pembelajaran Al Qur’an, maka akan kesulitan dalam menerapkan
metode tersebut kepada santri; santri yang menggunakan metode Tilawati jika
sampai pada jilid 3 ke atas, cenderung tidak mampu mempertahankan irama
lagunya, untuk metode Iqra’ materi bacaan Muqhottho’ah yang dipaparkan terlalu
sedikit (½ halaman).
B.
Saran
Dari kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, perlu kiranya penulis
memberikan sumbangan pemikiran berupa saran-saran bagi semua pihak terhadap
implementasi metode Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an. Adapun saran-sarannya adalah
sebagai berikut:
1.
Kepada Lembaga
(Madrasah Diniyah Al Husna)
Madrasah Diniyah Al Husna dapat merealisasikan tujuan serta sasaran yang
ingin dicapai, yaitu berusaha terus meningkatkan mutu pendidikan keagamaan
khususnya yang berhubungan dengan metode pembelajaran Al Qur’an dengan cara
peningkatan SDM secara berkala.
2.
Kepada Kepala
Madrasah Diniyah Al Husna
Memberikan perhatian terhadap peningkatan kualitas SDM dalam rangka
pencapaian tujuan pembelajaran Al Qur’an yang efektif, efisien dan maksimal.
Serta memberikan motivasi kepada para ustadz/ ustadzah untuk berkreasi dan
inovatif dalam menyampaikan metode sebagai wujud peningkatan efektifitas
pembelajran Al Qur’an.
3.
Kepada Ustadz/
ustadzah Madrasah Diniyah Al Husna
Berusaha untuk terus meningkatkan kinerjanya (profesionalisme) melalui
penyampaian metode yang tepat dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an,
agar tercipta generasi qur’ani yang bertaqwa, berprestasi, shalih, dan
berakhlaqul karimah.
4.
Kepada Santri
Madrasah Diniyah Al Husna
Rajin belajar serta sabar dalam mengarungi samudera ilmu, memahami dan
mengamalkan ajaran Al Qur’an supaya kelak menjadi insan shalih dan bermanfaat
bagi keluarga, bangsa, dan agama serta menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
5.
Kepada Wali
Santri (Orang Tua)
Memberi dukungan, semangat dan perhatian kepada putra-putrinya dalam mengarungi
samudera ilmu agar terpenuhi harapan untuk menjadikan anak yang shalih dan
shalihah.
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rahman, Dudung. 2004. 350 Mutiara Hikmah dan Sya’ir Arab. Bandung: Media Qalbu.
al-Qarni, ‘Aidh. 2003. Laa Tahzan. Jakarta: Qisthi Press.
Al
Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara,
Penterjemah/ Pentafsir Al Qur’an.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Budiyanto. 1995. Prinsip-prinsip Metodologi Buku IQRO’. Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”.
Budiyanto. 2003. Ringkasan Pedoman Pengelolaan, Pembinaan dan Pengembangan Gerakan 5M.
Yogyakarta: Team Tadarus AMM.
Daradjat, Zakiah. 1993. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
et. al.. 2004. Tilawati Jilid 1-5. Surabaya: Pesantren
Virtual Al Falah.
Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif dasar-dasar dan aplikasi. Malang: IKIP Malang.
Hasan, Muhammad Tholhah. 2004. Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Lantabora Press.
Humam,
As’ad. 2000. Buku Iqra’ (Jilid 1-6).
Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”.
Ibnu
Nashir, Sa’id. Qaidah Baghdadiyah.
Mazhahiri, Husain. 2000. Meruntuhkan Hawa Nafsu Membangun Rohani . Jakarta: Lentera
Muaffa, Ali. Makalah Standar Nasional dan Metodologi
Pengajaran Al Qur’an. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.
Mulyana, Dedy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif-Paradigma
Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moeloeng, Lexy J.. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset.
Muhaimin, H. Abd. Ghofir, dan Nur Ali
Rahman.. 1996. Strategi Belajar Mengajar.
Surabaya: CV. Citra Media.
Nasution. 1988. Metode Penelitian
Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Poerwadarminta, W.J.S.. 1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Qardhawi, Yusuf. 1998. Berinteraksi dengan Al Qur’an. Bandung:
Mizan.
Sudarsono, dan Saliman. 1994. Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Said, Usman dan Jalaluddin. 1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT.
Raja Grafindo.
Salim Zarkasyi , Dachlan. Metodologi Pengajaran Qiro’ati. Malang:
Koordinator Pendidikan Al Qur’an Metode Qiro’ati.
Sastrapradja. 1981. Kamus Istilah dan Pendidikan Umum. Surabaya:
Usaha Nasional.
Sulthon, Muhadjir. 1991. Al Barqy. Surabaya:
Sinar Wijaya.
Supardi. 2004. Jurnal Penelitian KeIslaman. Mataram: Lemlit STAIN Mataram.
Surachmad, Winarno. 1976. Dasar dan
Tehnik Research. Bandung:
CV. Tarsito.
Syarifuddin, Ahmad. 2004. Mendidik
Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai Al Qur’an. Jakarta: Gema
Insani.
Tjiptohardjono.
1994. Analisis Bacaan Basmallah.
Jakarta: Kalam Mulia.
Uhbiyati, Nur.
1997. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung:
C.V. Pustaka Setia.
[1] Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al Qur’an (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 175
[2] Al Qur’an dan
Terjemahnya
(Jakarta: Yayasan Penyelenggara, Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, 1971) hlm.
425-426
[3] Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia
(Jakarta: Lantabora Press, 2004), hlm. 18
[4] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan bintang,
1993), hlm. 58
[5] Dudung Abd. Rahman, 350 Mutiara Hikmah dan Sya’ir Arab (Bandung:
Media Qalbu, 2004), hlm. 14
[6] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: C.V. Pustaka Setia, 1997), hlm. 99
[7] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam
(Bandung: C.V. Pustaka Setia, 1997), hlm. 123
[8] M. Sastrapradja, Kamus Istilah dan Pendidikan Umum (Surabaya: Usaha Nasional,1981),
hlm. 318
[9] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), hlm. 580
[10] Dr. Jalaluddin dan Drs. Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT.
Raja Grafindo, 1994), hlm. 52-53
[11] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1982), hlm. 521
[12] Drs. Saliman dan Drs. Sudarsono, Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum
(Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 126
[13] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit., hlm. 664
[14] Drs. Muhaimin,MA. Dkk, Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: CV.
Citra Media, 1996), hlm. 44-45
[16] Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai Al Qur’an (Jakarta:
Gema Insani, 2004), hlm. 16
[17] Drs. Tjiptohardjono, Analisis Bacaan Basmallah (Jakrta: Kalam Mulia, 1994), hlm. 8
[18] Ahmad Syarifuddin, op. cit., hlm. 62
[22] Supardi, Jurnal Penelitian KeIslaman (Mataram: Lemlit STAIN Mataram, 2004),
hlm. 98
[23] Sa’id Ibn Nashir, Qa’idah Baghdadiyah
[24] Muhadjir Sulthon, Al Barqy (Surabaya: Sinar Wijaya, 1991),
hlm. o-s
[28] H.M. Budiyanto, op.cit.,
hlm. 5-8
[30] As’ad Humam, Buku Iqra’ Jilid 6 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000)
[32]
As’ad Humam, loc.cit.
[34] H.Hasan Sadzili dkk, Tilawati Jilid 1-6 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah, 2004),
hlm. iv
[35] Drs. H. Ali Muaffa, Standar Nasional dan Metodologi Pengajaran Al Qur’an, Makalah
disajikan pada Sosialisasi Lagu Tartil TKA/TPA, IAIN Sunan Ampel Surabaya,
Surabaya 21 Mei 2006.
[38] Winarno Surachmad, Dasar dan
Tehnik Research (Bandung: CV. Tarsito, 1976), hlm. 135-136
[45] Dedy Mulyana, Metodologi
Penelitian Kualitatif-Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnnya
(Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 155
[46] Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1988),
hlm. 129
[47] Ibid
[48] Ibid, hlm. 130
[51] Nur Uhbiyati, loc. cit.
[52] H. Hasan Sadzili, dkk., Tilawati
Jilid 4 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah, 2004), hlm. iv
[53] As’ad Humam, Buku Iqra’ jilid
6 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000),
hlm. 2
[54] H. Hasan Sadzili, dkk., Tilawati
Jilid 1 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah, 2004), hlm. 2
[55] As’ad Humam, Buku Iqra’ jilid 1 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000), hlm. 6
[56] Zakiah Daradjat, op.cit., hlm. 62
[57] As’ad Humam, Buku Iqra’ jilid 5 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000), hlm. 2
[58] Zakiah Daradjat, op.cit.,
hlm. 61
Tidak ada komentar:
Posting Komentar